Eks gubernur Papua terpidana korupsi meninggal dunia, KPK tuai kritikan
Pengacara Lukas Enembe mengatakan seharusnya kliennya itu tidak bisa diadili karena sakit. Sementara polisi di Papua mengimbau warga untuk mengikhlaskan kematian Lukas sembari meningkatkan pengamanan jelang pemakamannya.

JAKARTA/SINGAPURA: Kematian mantan gubernur Papua Lukas Enembe saat menjalani hukuman atas tindak pidana korupsi membuat KPK jadi sasaran kritik. KPK disebut membuat kondisi kesehatan Lukas memburuk dengan membawanya ke pengadilan.
Sementara itu, KPK mengatakan walau proses hukum terhadap Lukas berakhir karena kematiannya, namun mereka masih akan menuntut pengembalian kerugian negara terkait kasus korupsi yang menjeratnya.
Kepada CNA, ahli hukum mengatakan aparat bisa mengembalikan kerugian negara melalui berbagai cara, di antaranya adalah menuntut dari ahli waris Lukas.
Lukas meninggal dunia pada Selasa (26 Des) ketika menjalani perawatan karena gagal ginjal di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Subroto, seperti diberitakan Jakarta Post.
Jenazahnya diterbangkan ke Papua pada Kamis di tengah pengamanan yang ketat.
Media melaporkan bahwa kesehatan Lukas memburuk dalam beberapa bulan terakhir, bahkan ketika dia tengah menjalani rangkaian sidang terkait kasus korupsi yang menjeratnya.
Lukas didakwa atas kasus suap dan gratifikasi senilai puluhan miliar rupiah terkait berbagai proyek infrastruktur di Papua.
Aparat juga menyelidiki dugaan kasus pencucian uang dalam kasus Lukas, namun media melaporkan bahwa penyidik KPK belum menyerahkan berkas kasus ini ke pengadilan.
Pada Oktober lalu, Lukas divonis delapan tahun penjara, denda Rp500 juta dan diperintahkan membayar uang pengganti sebesar Rp19,8 miliar. Dia akan mendapatkan hukuman tambahan empat bulan penjara jika tidak membayar denda dan dua tahun jika tidak membayar uang pengganti.
Awal bulan ini, Pengadilan Tinggi Jakarta menolak banding Lukas dan menambah hukumannya menjadi 10 tahun penjara, denda Rp1 miliar dan uang pengganti naik menjadi lebih dari Rp47 miliar.
Lukas harus membayar uang pengganti dalam waktu dua bulan. Jika tidak dapat membayar maka asetnya akan disita, dan hukuman penjara akan ditambah lima tahun.
KLAIM PENGACARA
Pengacara Lukas, Petrus Bala Pattyona, kepada media mengatakan bahwa KPK seharusnya bertanggung jawab atas kematian kliennya. Dia mengklaim bahwa berdasarkan hukum di Indonesia, seseorang yang sakit seharusnya tidak bisa diadili.
"Iya dong (KPK harus bertanggung jawab) dia sakit. Dalam hukum, orang sakit tidak boleh diadili," kata Petrus seperti dikutip dari Tempo.
Menurut Petrus, dengan kematiannya berarti putusan hukum terhadap Lukas tidak bisa dilanjutkan.
"Putusan mau dijalani kan sudah gugur dengan sendirinya karena berpulangnya orang tersebut," kata dia.
Kematian Lukas terjadi di tengah skandal yang mendera KPK saat ketuanya, Firli Bahuri, ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan penyuapan terhadap mantan menteri pertanian.
Firli, yang sebelumnya mengecam Lukas atas dugaan perilaku korup dan pemborosan keuangan, telah mengundurkan diri pada 21 Desember lalu.
Wakil ketua KPK Johanis Tanak pada Rabu bersikeras bahwa negara masih dapat mengajukan gugatan ganti rugi terhadap tersangka dan terpidana yang meninggal melalui ahli waris mereka.
"Negara masih mempunyai hak menuntut ganti rugi keuangan negara melalui proses hukum perdata dengan cara mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri," kata Johanis seperti yang dikutip dari Kompas.
CNA telah berusaha menghubungi KPK untuk meminta komentar, tapi belum mendapatkan tanggapan.
Ahli hukum dari Universitas Indonesia, Gandjar Laksmana Bonaprapta, kepada CNA mengatakan bahwa berdasarkan undang-undang di Indonesia sebuah kasus tidak bisa lagi diselidiki "karena gugurnya hak menuntut, misalnya karena tersangka meninggal dunia".
"Jika kasusnya sudah inkracht dan ada pengembalian keuangan negara yang belum selesai, maka undang-undang Indonesia memperbolehkan menuntut kerugian keuangan negara kepada ahli waris tersangka.
"Jika ada asetnya yang disita, berarti aparat tinggal mengambil kerugian keuangan negara dari aset tersebut. Namun jika ternyata aset yang disita tidak cukup menutupi uang pengganti tersebut, maka sisa kekurangannya bisa melalui gugatan perdata kepada ahli waris," kata Gandjar.
Ahli hukum dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, juga mengatakan bahwa gugatan perdata masih bisa dilakukan terhadap para ahli waris Lukas.
"Dengan syarat negara bisa membuktikan bahwa harta yang dikuasai keluarga almarhum adalah harta negara," kata Fickar kepada CNA.
Ketika dihubungi CNA, pengacara Lukas mengaku tidak mengetahui apa dasar gugatan yang akan diajukan oleh KPK.
"Dasarnya kami tidak tahu bagaimana KPK akan menuntut Lukas, semua pertanggungjawaban pidana sudah berakhir dengan meninggalnya terdakwa," kata Petrus.
"Kami belum tahu seperti apa formatnya (gugatan perdata KPK). Kami menunggu saja. Saat ini ada banyak barang-barang lukas yang disita KPK dan harus dikembalikan karena gugurnya perkara."
PENINGKATAN KEAMANAN DI PAPUA
Menjelang pemakaman Lukas di Papua, Kapolda Papua Mathius D Fakhiri meminta masyarakat Papua untuk mengikhlaskan kematiannya, seperti yang dikutip dari Tempo.
Mathius mengatakan polisi akan memberikan pengamanan maksimal menjelang kedatangan jenazah Lukas di Papua, terutama di Bandara Internasional Sentani di Jayapura.
Selama periode berkabung, Mathius mengatakan polisi akan melakukan langkah-langkah pengamanan, sembari tetap menghormati budaya dan keyakinan masyarakat Papua dalam proses pemakaman.
Lukas tengah menjalani periode kedua kepemimpinannya sebagai gubernur ketika ditangkap KPK pada awal Januari lalu. Dia pertama kali terpilih gubernur pada 2013 pada pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Penahanan Lukas menuai aksi protes dari para pendukungnya - satu orang tewas tertembak polisi, tiga lainnya terluka.
Kantor polisi di Papua juga menjadi sasaran serangan para pendukungnya.
Kasus ini memicu sorotan terhadap gaya hidup mewah Lukas sebagai gubernur, di saat Papua menjadi provinsi termiskin di Indonesia kendati kaya akan sumber daya alam.
Meski diterpa kasus korupsi, namun banyak yang memuji Lukas atas pembangunan yang dilakukannya di Papua. Salah satunya adalah kesuksesan Lukas mengadakan Pekan Olahraga Nasional (PON) dan Pekan Paralimpik Nasional (Peparnas) pada 2021.
Seorang aktivis antikorupsi di Papua kepada CNA mengatakan bahwa Lukas dikenal "memperhatikan kebutuhan masyarakat asli Papua".
Aktivis yang enggan disebutkan namanya tersebut mengatakan bahwa masyarakat Papua masih menganggap pemberian gratifikasi adalah hal biasa, padahal itu salah satu bentuk korupsi.
"Hal ini disebabkan oleh pemahaman masyarakat Papua tentang korupsi yang masih minim, mereka menganggap apa yang dilakukan Lukas adalah hal biasa," kata dia.
Menjelang pemakaman Lukas, dia melanjutkan, aparat "telah berkumpul di titik-titik tempat tinggal warga Papua Pegunungan".
"Puji Tuhan, pendeta di gereja tempat Lukas Enembe beribadah telah mengimbau masyarakat untuk tidak melakukan aksi perusakan apa-apa. Dia mengatakan, 'Natal kali ini harus dinikmati dengan rasa damai, sehingga apapun yang terjadi harus diterima dengan damai'," kata aktivis tersebut.
Secara terpisah, pemerintah provinsi Papua juga telah meminta masyarakat dan kantor pemerintahan untuk mengibarkan bendera setengah tiang selama tiga hari. Hal ini dilakukan sebagai aksi mengenang Lukas yang telah berpulang.
Baca artikel ini dalam bahasa Inggris di sini.