Dua pahlawan pendidikan: Keteladanan Ibu Guru Kembar beri pendidikan gratis untuk anak-anak miskin
Semangat Sri Rossyati dan Sri Irianingsih tidak padam di usia mereka yang telah memasuki kepala tujuh.
Artikel ini adalah bagian dari seri 'Hero adalah Kita'.
JAKARTA: Di tengah hiruk-pikuk Jakarta, ada sosok inspiratif yang menjelma sebagai Everyday Hero di sektor pendidikan.
Dua saudara kembar, Sri Rossyati dan Sri Irianingsih, akrab dipanggil Ibu Rossy dan Ibu Rian, mendedikasikan hidup mereka untuk Sekolah Darurat Kartini yang terletak di Jalan Lodan Raya, Ancol, Pademangan, Jakarta Utara.
Di sekolah ini, keduanya dikenal sebagai Ibu Guru Kembar oleh anak-anak kurang mampu yang mereka bina dan sekolahkan.
DARI KOLONG TOL KE SEKOLAH
Berawal pada 4 Februari 1990, Sekolah Darurat Kartini didirikan setelah Rossy dan Rian tergerak melihat anak-anak tinggal di bawah kolong tol ibu kota, berjuang untuk hidup di gubuk-gubuk kecil.
Banyak dari mereka tidak bersekolah, bahkan terpaksa mencari sesuap nasi dari tempat sampah.
Dikutip dari laman Yayasan Wijaya Peduli Bangsa, hati kedua ibu ini terenyuh, dan mereka memutuskan untuk memberikan secercah harapan dengan mengajar anak-anak itu membaca dan menulis, agar kelak tidak harus hidup di jalan.
Langkah awal mereka sederhana, namun penuh makna yaitu memberikan makanan ke gubuk-gubuk anak-anak itu
Mereka kemudian bertanya kepada mereka, "Apakah kalian ingin belajar?"
Jawabannya menggetarkan hati yaitu anak-anak itu bersedia, asalkan gratis.
Tanpa ragu, keesokan harinya Ibu Guru Kembar datang dengan papan tulis, buku, dan alat tulis, memulai perjalanan panjang selama 3 dekade memberikan pendidikan bagi generasi muda yang terpinggirkan.
“Sekolah Darurat Kartini ini didirikan pada 4 Februari 1990. Sekarang sudah 34 tahun (beroperasi),” kata Rossy kepada RRI belum lama ini.
Sekolah ini awalnya menampung 150 anak dengan keterbatasan fasilitas—mereka belajar tanpa bangunan permanen, hanya berlandaskan semangat.
Jumlah murid rupanya kemudian terus bertambah hingga 600 siswa.
Puncaknya pada tahun 2000, sekolah ini berhasil mendirikan lima lokasi belajar dengan total murid mencapai 3.000 anak dari tingkat TK hingga SMA.
Meski sempat mengalami penggusuran pada 2006, tekad kedua perempuan ini tak goyah.
Mereka berhasil mempertahankan satu sekolah yang saat ini berdiri di Ancol.
Kisah Sekolah Darurat Kartini semakin gemilang pada tahun 2012, ketika sekolah ini akhirnya memiliki bangunan sendiri dan juga mengukir prestasi dengan menerima penghargaan dari Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI).
Bahkan, garasi dan ruang tamu rumah kediaman pribadi mereka di Kelapa Gading disulap menjadi ruang kelas.
Di taman kecil rumah, mereka menyediakan fasilitas seperti ayunan dan kolam renang untuk anak-anak TK, sedangkan ruang tamu dipenuhi komputer untuk siswa SMA belajar keterampilan.
Kini, meskipun murid berkurang menjadi sekitar 100 orang, semangat dan dedikasi Rossy dan Rian yang sudah berusia 74 tahun itu tetap membara.
"Ini tanda baik, kami senang karena artinya banyak anak yang sudah bisa bersekolah di tempat lain," ujar Rossy.
HARAPAN DI TENGAH KETERBATASAN
Sekolah ini menurut laporan DW Indonesia tak hanya mengajarkan pendidikan formal, tetapi juga keterampilan hidup yang mempersiapkan murid untuk mandiri, dari teknik instalasi listrik, pelatihan ganti oli, membersihkan busi, tata boga, menjahit, bengkel, hingga tata rias dan potong rambut
Para guru di Sekolah Darurat Kartini bekerja secara sukarela, bahkan sebagian dari mereka juga bekerja di perusahaan-perusahaan besar di Jakarta.
Kebutuhan murid seperti seragam dan transportasi dipenuhi oleh Rossy dan Rian dari hasil menyewakan apartemen dan aset keluarga.
Tujuannya sederhana namun mendalam yaitu memastikan anak-anak ini siap bekerja setelah lulus, agar mereka tidak menjadi pengemis di jalan.
Sekolah ini telah meluluskan ratusan murid, banyak di antaranya bekerja di sektor informal seperti penjaga toko atau laundry.
Namun, tak sedikit juga yang berhasil melampaui batasan mereka.
Beberapa alumni bekerja sebagai pekerja migran di Taiwan, bahkan ada yang menjadi bartender, guru, polisi, tentara, hingga bekerja di Sudirman, merujuk ke pusat bisnis di Jakarta.
“Melihat mereka berhasil, ini adalah kebahagiaan yang tak ternilai dengan uang,” kata Rossy dengan bangga.
Pada peringatan HUT ke-79 TNI, Mabes TNI turut berbagi kebahagiaan dengan Sekolah Darurat Kartini.
Pada 1 Oktober, Asisten Teritorial Panglima TNI Mayjen TNI Novy Helmy Prasetya dan Brigjen TNI (Mar) Bambang Hadi Suseno berkunjung dan memberikan bantuan berupa 100 paket sembako dan makanan gratis kepada para siswa.
“Sekolah ini menjadi pelopor dalam memastikan semua anak, tanpa memandang latar belakang, dapat meraih impian dan potensi mereka,” ujar Mayjen Novy Helmy kepada Jawa Pos.
Selama 34 tahun, Sekolah Darurat Kartini telah menjadi simbol keteguhan hati dan pengabdian tanpa batas dari Ibu Guru Kembar.
Mereka adalah pahlawan sejati bagi anak-anak jalanan, membuktikan bahwa harapan bisa diwujudkan bahkan di tengah keterbatasan.
'Hero adalah Kita' adalah seri tulisan yang mengangkat kisah inspiratif dari pahlawan sehari-hari di Indonesia. CNA Indonesia menyoroti individu-individu yang berdedikasi tulus demi kebaikan masyarakat dan lingkungan di sekitar mereka.
Seri ini adalah bentuk apresiasi kami kepada mereka yang sering kali tidak terlihat namun berdampak besar bagi banyak orang. Ayo sama-sama kenali dan hargai para pahlawan di sekitar kita, karena Hero adalah Kita!
Kenal sosok pahlawan di sekitarmu yang telah membantu masyarakat? Beri tahu kami lewat email di cnaindonesia [at] mediacorp.com.sg.