Difoto tanpa izin di ruang publik? Komdigi: Warga berhak menggugat
Belakangan ini banyak fotografer yang mengambil foto warga terutama yang sedang berolahraga di ruang publik.
JAKARTA: Fenomena fotografer yang diam-diam memotret orang di ruang publik, terutama saat berolahraga, tengah menuai kontroversi di media sosial.
Belakangan ini, sejumlah unggahan viral menunjukkan foto-foto orang yang diambil tanpa izin di area publik seperti taman dan jalur lari, kemudian dijual melalui aplikasi berbasis kecerdasan buatan (AI).
Aplikasi tersebut populer di kalangan pelari karena memudahkan mereka mendapatkan potret diri saat berolahraga. Namun, praktik ini memicu perdebatan antara kreativitas dan pelanggaran privasi.
Sebagian masyarakat mengaku merasa tidak nyaman dan khawatir privasinya dilanggar, karena kini banyak fotografer yang bisa memotret tanpa sepengetahuan mereka.
BISA GUGAT JIKA TANPA IZIN
Menanggapi fenomena tersebut, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) menegaskan bahwa masyarakat berhak menggugat jika merasa privasinya dilanggar.
“Masyarakat memiliki hak untuk menggugat pihak yang diduga melanggar atau menyalahgunakan data pribadi, sebagaimana diatur dalam UU ITE dan UU Pelindungan Data Pribadi (UU PDP),” jelas Direktur Jenderal Pengawasan Digital Komdigi, Alexander Sabar, dikutip dari Teknologi.id, Jumat (31/10).
Alexander menjelaskan, foto seseorang yang menampilkan wajah atau ciri khas individu termasuk kategori data pribadi, karena dapat digunakan untuk mengidentifikasi seseorang secara spesifik.
Oleh karena itu, fotografer wajib mematuhi aturan hukum dan etika ketika mengambil maupun mempublikasikan hasil foto mereka.
Dalam UU Pelindungan Data Pribadi (UU PDP), setiap proses pengambilan, penyimpanan, atau penyebarluasan data pribadi, termasuk foto, harus memiliki dasar hukum yang sah, misalnya melalui persetujuan eksplisit dari pihak yang difoto.
“Fotografer tidak boleh mengomersialkan hasil foto tanpa izin dari orang yang menjadi objek dalam foto tersebut,” tegas Alex.
“Setiap kegiatan pemotretan dan publikasi foto wajib memperhatikan aspek etika dan hukum pelindungan data pribadi,” tambahnya.
Untuk mencegah kasus serupa di masa depan, Komdigi berencana mengundang perwakilan fotografer, asosiasi, dan platform digital guna memperkuat pemahaman hukum dan etika fotografi di era digital, terutama yang melibatkan teknologi AI.
Selain itu, Komdigi mendorong peningkatan literasi digital agar masyarakat semakin sadar pentingnya etika penggunaan teknologi dan pelindungan data pribadi dalam fotografi serta pemanfaatan AI generatif.
Alexander menegaskan bahwa langkah ini merupakan bagian dari upaya membangun ekosistem digital yang aman, beretika, dan adil bagi semua pihak.
Ikuti saluran WhatsApp CNA Indonesia untuk dapatkan berita menarik lainnya. Pastikan fungsi notifikasi telah dinyalakan dengan menekan tombol lonceng.