Diduga dijebak, PMI Majalengka terancam hukuman penjara di Ethiopia, kasus apa?
Linda Yuliana membawa paket yang disebut sebagai cokelat dan sabun mandi.

ADDIS ABABA: Nasib tragis menimpa Linda Yuliana (27), Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal Kabupaten Majalengka, Jawa Barat.
Niatnya bekerja demi meningkatkan perekonomian keluarga justru berujung pada ancaman meringkuk di penjara Ethiopia setelah diduga terlibat dalam kasus narkotika.
Linda awalnya dijanjikan pekerjaan menggiurkan, namun tanpa disadari, ia diduga menjadi korban sindikat perdagangan narkoba internasional yang beroperasi dengan modus jasa titip (jastip).
Warga Blok Bantar Nagara, Desa Liangjulang, Kecamatan Kadipaten itu ditangkap di Bandara Internasional Addis Ababa Bole di ibu kota Ethiopia setelah pihak keamanan menemukan barang terlarang dalam paket yang dibawanya.

Menurut keterangan keluarga, yang dikutip Republika pada Kamis (6/3), Linda berangkat ke luar negeri atas ajakan seorang kenalan bernama Dinda.
Ia ditawari pekerjaan sebagai kurir pengantar barang mewah dengan bayaran tinggi. Tanpa curiga, Linda menerima tawaran tersebut dan terbang dari Jakarta ke negara Afrika itu pada 23 Juni 2024.
Setelah sepekan di Ethiopia, Linda mendapat instruksi dari Dinda untuk kembali ke Indonesia melalui Laos, sambil membawa paket yang disebut sebagai cokelat dan sabun mandi.
Linda disebutkan tidak menyadari isi sebenarnya dari paket tersebut. Sebelum berangkat, ia bahkan sempat mengabari keluarga.
Di Bandara Addis Ababa, petugas menemukan narkotika dalam paket yang dibawa Linda. Ia pun langsung ditangkap dan dipenjara.
KONDISI MEMPRIHATINKAN DI PENJARA
Di dalam penjara Ethiopia, kondisi Linda disebut sangat memprihatinkan. Ia mengalami kekurangan makanan dan pakaian serta hanya bisa mengonsumsi air keran.
Sementara itu, keluarganya di Majalengka juga tengah mengalami kesulitan, terutama karena orang tuanya kerap sakit-sakitan.
Kepala Dinas Ketenagakerjaan, Koperasi, dan UKM (DK2UKM) Kabupaten Majalengka, Arif Daryana, mengatakan pihaknya telah mengajukan surat resmi ke Kementerian Luar Negeri, Kementerian Ketenagakerjaan, dan Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) sejak Oktober 2024.
Langkah ini dilakukan untuk meminta intervensi pemerintah dalam memberikan pendampingan hukum bagi Linda.
Menurut Arif, meskipun Linda berangkat ke Ethiopia menggunakan visa wisata dan tidak melalui jalur resmi pekerja migran, pemerintah tetap memiliki tanggung jawab untuk memberikan perlindungan hukum.
Ketua Forum Migran Majalengka, Ida Neni Wahyuni, mengungkapkan bahwa Linda telah menjalani enam kali persidangan tanpa didampingi pengacara.
Baru pada sidang terakhir, pemerintah Ethiopia menunjuk seorang pengacara untuknya. Namun, sidang tersebut ditunda hingga 12 Maret 2025.
"Linda menghadapi ancaman hukuman 25 tahun penjara dan denda sebesar US$500 ribu. Jika tidak mampu membayar denda tersebut, hukumannya bisa bertambah. Ini situasi yang sangat berat bagi Linda dan keluarganya," ujar Ida.
Sebelumnya, Linda sempat bekerja sebagai asisten rumah tangga (ART) di Taiwan selama dua tahun dan di Cina selama satu bulan sebelum menerima tawaran pekerjaan yang membawanya ke Ethiopia.
Ikuti saluran WhatsApp CNA Indonesia untuk dapatkan berita menarik lainnya. Pastikan fungsi notifikasi telah dinyalakan dengan menekan tombol lonceng.