Skip to main content
Iklan

Indonesia

Di tengah maraknya keracunan, Prabowo minta telur MBG harus direbus atau diceplok

Memasak telur dengan cara didadar atau diorek dinilai tidak baik karena berarti satu telur dibagi untuk beberapa anak.

Di tengah maraknya keracunan, Prabowo minta telur MBG harus direbus atau diceplok
Para siswa di sebuah SMP di Bandung mengambil makanan yang baru saja diantarkan pada program MBG dan membawanya ke kelas masing-masing. (Foto: CNA/Wisnu Agung Prasetyo)

JAKARTA: Presiden Prabowo Subianto menaruh perhatian serius terhadap penyajian telur dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG).

Ia menekankan bahwa setiap anak harus menerima satu butir telur utuh, yang hanya boleh dimasak dengan dua cara yaitu direbus atau diceplok.

Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana menjelaskan instruksi itu dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (22/9).

“Beliau sangat concern dengan pemberian telur. Presiden mengatakan telur hanya boleh dimasak dua cara, yakni satu diceplok dan satu lagi direbus. Itu supaya terlihat jelas satu telur untuk satu anak,” kata Dadan dikutip detikHealth.

Menurut Prabowo, memasak telur dengan cara didadar atau diorek tidak diperbolehkan. Sebab, hal itu membuka peluang satu telur dibagi untuk beberapa anak.

“Kalau didadar kan bisa untuk banyak orang, misalnya lima telur bisa dipakai untuk tujuh sampai sepuluh anak. Padahal tujuan program ini, satu anak harus dapat satu telur utuh,” jelas Dadan.

Dadan menambahkan, perhatian detail dari Presiden menunjukkan keseriusan dalam memastikan gizi anak benar-benar terpenuhi.

“Perhatian-perhatian seperti itu yang beliau sampaikan. Jadi bukan sekadar bagi makanan, tetapi memastikan kualitas dan porsinya adil untuk setiap anak,” tegasnya.

MELUASNYA KERACUNAN MBG

Kepala Staf Presiden (KSP) M Qodari menuturkan, data terbaru dari BGN, Kementerian Kesehatan, dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menunjukkan lebih dari 5.000 siswa mengalami keracunan akibat MBG.

“(Data) dari Kemenkes, 60 kasus dengan 5.207 penderita, data 16 September. Kemudian BPOM, 55 kasus dengan 5.320 penderita, data per 10 September 2025,” ungkap Qodari.

Jawa Barat disebut sebagai provinsi dengan kasus keracunan MBG terbanyak.

“Puncak kejadian tertinggi pada bulan Agustus 2025 dengan sebaran terbanyak di Provinsi Jawa Barat,” sambungnya.

Sedangkan versi Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) menemukan lebih dari 5.360 anak mengalami keracunan massal MBG di berbagai daerah

Qodari membeberkan empat indikator utama penyebab keracunan MBG, yakni rendahnya higienitas makanan, suhu penyajian yang tidak sesuai standar, kesalahan dalam pengolahan pangan, serta kontaminasi silang dari petugas.

Selain itu, sebagian kasus juga diduga terjadi akibat alergi pada penerima manfaat

Ikuti saluran WhatsApp CNA Indonesia untuk dapatkan berita menarik lainnya. Pastikan fungsi notifikasi telah dinyalakan dengan menekan tombol lonceng.

Source: Others/ew

Juga layak dibaca

Iklan
Iklan