Skip to main content
Hamburger Menu
Close
Edisi:
Navigasi ke edisi CNA lainnya di sini.
Iklan

Indonesia

Demam emas: Pembeli sampai rela menginap di ANTAM, tapi investasi ini bukannya tanpa risiko

Harga emas global mencapai rekor tertinggi. Namun keterbatasan tempat pembelian emas membuat para pembeli di Indonesia rela antre semalaman.

Demam emas: Pembeli sampai rela menginap di ANTAM, tapi investasi ini bukannya tanpa risiko

Puluhan orang terlihat mengantre untuk membeli emas di Jakarta pada 24 April 2025. (Foto: CNA/Ridhwan Siregar)

JAKARTA: Pada pukul 08.00 pagi di hari kerja, Resty Kinanthi sudah berada di sebuah butik emas di selatan Jakarta, berniat membeli beberapa gram logam mulia. Tapi tidak disangka, dia malah disuruh pulang.

Padahal perempuan 24 tahun ini sudah sengaja datang satu jam sebelum butik buka. Tapi tetap saja, dia terlambat. Sejak April, di butik itu ditetapkan kuota 50 orang pembeli emas per hari, dan di hari itu sudah penuh.

Keesokan harinya, perempuan yang kini sedang menganggur itu datang lebih pagi, pukul 06.00, tapi nasibnya tetap sama.

"Saya heran: Kok bisa? Memangnya jam berapa sih orang-orang ini datang? Saya kemudian tanya-tanya, dan diberi tahu bahwa banyak yang datang semalam sebelumnya untuk dapat nomor antrean," kata dia.

Dalam beberapa pekan terakhir beli emas memang tengah menjadi tren di kalangan masyarakat Indonesia.

Dengan harga emas yang mencapai angka tertinggi, ditambah perlambatan ekonomi serta kekhawatiran dampak tarif Presiden Amerika Serikat Donald Trump, banyak orang Indonesia yang berduyun-duyun membeli emas, bahkan rela antre semalaman menunggu toko buka.

Para pakar mengatakan demam emas sebelumnya memang pernah terjadi di Indonesia, terakhir ketika pandemi COVID-19, namun tren kali ini mencapai tingkatan yang baru. Mereka memperingatkan konsumen untuk mewaspadai kondisi ekonomi yang tidak stabil.

MENGAPA RELA ANTRE BELI EMAS?

Eko Listiyanto, ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), mengatakan antrean beli emas dimulai beberapa bulan lalu ketika Trump akan kembali memimpin AS. Antreannya semakin panjang dalam beberapa pekan terakhir setelah Trump mengumumkan tarif.

Pada 2 April lalu, Trump mengumumkan "Hari Pembebasan" dengan menjatuhkan tarif dagang kepada beberapa negara, termasuk Indonesia yang ditarifi hingga 32 persen. Meski begitu, pada 9 April Trump mengumumkan jeda selama 90 hari untuk penerapan "tarif resiprokal" untuk hampir 90 negara.

Setelah pengumuman tarif Trump tersebut, harga emas secara global termasuk di Indonesia melonjak. Emas dianggap sebagai aset lindung nilai yang paling aman terhadap ketidakpastian ekonomi akibat langkah-langkah Trump.

Emas-emas batangan dipajang di sebuah toko emas di Jakarta. (Foto: CNA/Ridhwan Siregar)

Per 28 April, harga emas global mencapai US$3.338 per ons (sekitar 28 gram), sementara di Indonesia harganya mencapai Rp1,965 juta (US$117) per gram.

Harga ini naik sekitar 10 persen dibandingkan sebulan lalu ketika per gramnya dibanderol Rp1,79 juta.

Beberapa negara di kawasan juga mengalami demam emas yang sama.

Toko-toko emas di Malaysia mengaku mengalami kenaikan jumlah pembeli hingga 25 persen, seperti yang dilaporkan media setempat.

Antrean panjang pembeli juga terlihat di toko-toko emas di Vietnam.

Di Thailand, negara di mana emas berperan penting dalam kebudayaan, anak-anak mudanya mulai tertarik membeli emas setelah mendengarkan nasihat keuangan di media sosial. Alhasil, berbagai aplikasi dan platform jual-beli emas bermunculan di negara ini.

Tapi di negara-negara itu tidak ada laporan ada orang-orang yang rela antre semalaman untuk beli emas seperti di Indonesia.

Eko mengatakan, sebagian orang di Indonesia paham bahwa kenaikan harga emas ada kaitannya dengan tarif Trump. Namun, sebagian lainnya tidak mengetahui hal itu.

Menurut dia, biaya kebutuhan hidup di Indonesia juga sedang meningkat. Dengan membeli emas, masyarakat ingin ada persiapan jika masa-masa sulit datang.

Selain itu, sebagian orang mungkin masih punya sisa uang THR yang digunakan untuk membeli emas.

Kebanyakan yang antre emas adalah anak-anak muda seperti Resty. Tingginya angka permintaan emas, kata Eko, kemungkinan karena kaum Gen Z dan milenial lebih melek finansial ketimbang generasi yang lebih tua di Indonesia.

"Boleh jadi Gen Z dan milenial tidak punya banyak uang, tapi mereka mulai berinvestasi lebih dini ketimbang generasi sebelumnya," kata Eko.

Dia juga mengatakan, karena dua generasi ini lebih terkoneksi dengan dunia digital, mereka cenderung FOMO (fear of missing out/tidak ingin ketinggalan tren).

Pandangan yang sama disampaikan oleh Fithra Faisal, ekonom dari lembaga sekuritas Samuel Sekuritas Indonesia.

Dia mengatakan, karena kebanyakan orang Indonesia hidup pas-pasan dari satu gajian ke gajian berikutnya, mereka berusaha mengambil keuntungan dari situasi saat ini. Dengan naiknya harga emas, mereka berharap bisa membelinya lalu segera menjualnya lagi dengan harga yang lebih tinggi.

"Karena ada potensi harga emas akan terus naik - tiga pekan lalu Rp1,7 juta per gram, lalu Rp1,8 juta, lalu 1,9 juta, kemudian 2 juta, mereka ingin dapat keuntungan dari situ."

Seorang karyawan toko gadai emas menata perhiasan. (Foto: CNA/Ridhwan Siregar)

SIMBOL STATUS SEJAK LAMA

Selain Gen Z dan milenial, para perempuan yang antre membeli emas juga datang dari generasi yang lebih tua.

Fithra mengatakan, para perempuan dari kelompok masyarakat berpenghasilan rendah ini kemungkinan tidak punya rekening bank dan cara mereka menabung adalah dengan membeli emas.

Pengamat sosial dari Universitas Indonesia Devie Rahmawati mengatakan bahwa emas punya peran penting bagi masyarakat Indonesia sejak lama.

Dalam banyak kebudayaan di Indonesia, generasi tua tumbuh dengan nasihat untuk memiliki emas, bukan hanya sebagai investasi, tetapi juga simbol status sosial.

“Emas adalah simbol kemakmuran, kekuasaan, dan kebahagiaan,” kata Devie.

“Sekarang mungkin simbol itu digantikan oleh mobil atau ponsel, tetapi generasi yang lebih tua, terutama perempuan, cenderung punya emas dan bahkan mewariskannya ke generasi berikutnya.”

Namun, tempat untuk membeli emas sangat terbatas.

Di Indonesia, emas batangan sebagian besar dijual oleh perusahaan Aneka Tambang (ANTAM) milik pemerintah di butik-butik mereka yang tersebar di Jakarta dan beberapa kota besar lainnya di Indonesia.

Kebanyakan orang memilih emas ANTAM karena telah mendapatkan jaminan dari London Bullion Market Association serta lebih mudah dijual kembali. 

Tapi sayangnya, jumlah butik Antam tidak banyak. Di Jakarta sendiri ada lima butik dan ada 15 lainnya di seluruh Indonesia.

Seorang karyawan di butik emas ANTAM di Jakarta sedang melayani pelanggan yang ingin membeli atau menjual kembali emasnya. (Foto: CNA/Ridhwan Siregar)

"ANTAM tidak bisa tiba-tiba meningkatkan produksinya," kata Eko.

"Ini yang membuat antrean jadi panjang."

Kepada CNA, pihak ANTAM mengatakan bahwa mereka mengupayakan ada sebanyak mungkin emas yang tersedia bagi masyarakat.

“Kami telah mengantisipasi kondisi ini dengan memperkuat rantai pasok dan mengoptimalkan jaringan distribusi, termasuk butik-butik kami di berbagai daerah, serta menghadirkan solusi digital untuk pembelian emas melalui aplikasi ANTAM,” ujar Sekretaris Perusahaan ANTAM, Faisal Alkadrie.

Meski mengakui adanya peningkatan permintaan emas, Faisal tidak mengungkapkan angkanya maupun jumlah penjualan harian ANTAM.

Ekonom Eko mengatakan, situasi di Indonesia bisa saja serupa dengan di negara lain yang memiliki pandangan budaya terhadap emas dan kondisi ekonomi yang mirip, India misalnya.

Namun menurut Fithra dari Samuel Sekuritas Indonesia, orang-orang dari negara-negara maju tidak akan antre semalaman untuk membeli emas, mereka membelinya secara digital dan disimpan dalam bentuk rekening.

Emas juga tersedia secara online di Indonesia, tapi kebanyakan orang memilih emas batangan karena dianggap lebih aman dari penipuan digital. Pasalnya, serangan online kerap terjadi di negara ini.

RELA BEGADANG DEMI EMAS

Setelah dua kali gagal, Resty kembali mendatangi butik ANTAM yang sama untuk ketiga kalinya pada 22 April lalu. Kali ini, dia datang pada pukul 21.00 malam.

Setibanya di sana, Resty mendapati sudah banyak calon pembeli lainnya.

Ada sebuah sistem yang dibuat agar antreannya adil. Para pembeli menuliskan nama mereka di secarik kertas sesuai urutan kedatangan. Kertas ini kemudian menjadi nomor antrean tidak resmi.

Goldrushstory - res-5338

Ketika satpam datang pada pukul 7 pagi keesokan harinya, urutan nama dalam kertas itu digunakannya untuk membuat daftar antrean resmi.

Nomor antrean resmi sesuai kedatangan kemudian diberikan kepada calon pembeli sesuai dengan kuota di hari itu. Tapi sebelumnya, satpam memeriksa dulu apakah orang yang mengisi daftar di malam sebelumnya hadir atau tidak.

Karena rumah mereka jauh atau takut nama mereka terlewat, beberapa calon pembeli bahkan bermalam di ANTAM. Mereka rela begadang atau tidur dalam kondisi duduk.

Ketika Resty datang di malam hari, dia mendapatkan nomor 19 dalam antrean.

Dia kemudian menunggu di sebuah warung yang sudah tutup hingga lewat tengah malam, jaga-jaga jika seseorang menghapus namanya dari daftar. Dia lalu pulang dan kembali lagi pukul 4 pagi.

Ketika satpam tiba di pagi hari dan mendata para calon pembeli, Resty gembira karena mendapat nomor 17. Dua orang sebelum dirinya tidak hadir ketika nama mereka dipanggil.

Resty, yang sebelumnya bekerja sebagai admin media sosial, mengatakan emas adalah bentuk investasi paling mudah karena tidak perlu pemahaman yang mendalam layaknya jual-beli saham.

"Inflasi saat ini menunjukkan bahwa saya harus berinvestasi. Tidak ada yang menyuruh saya melakukan ini (beli emas).

"Tapi sekarang, ada perang dagang antar negara, yang kemungkinan akan meningkatkan inflasi dan melemahkan mata uang (rupiah)," kata Resti.

Resty Kinanthi menunjukkan emas yang baru saja dibelinya di toko ANTAM. (Foto: CNA/Ridhwan Siregar)

Pertama kali dia membeli emas adalah delapan bulan yang lalu, sekitar Rp1,4 juta untuk satu gram. Saat dia diwawancara CNA, satu gram emas ANTAM sudah seharga Rp1,995 juta.

Resty membeli dua emas batangan, masing-masing lima gram.

Pedagang pakaian online, Nina Ramdayani, sudah membeli emas pada 22 April tapi datang lagi keesokan harinya. Perempuan 30 tahun ini ingin punya emas sebanyak mungkin.

Dia tiba pukul 10 malam sehari sebelumnya, dan menginap di ANTAM.

Dia berhasil membeli tiga emas batangan masing-masing seberat 25 gram di hari kedua. Di hari sebelumnya, hanya tersisa tiga emas batangan 10 gram yang bisa dia beli.

"Saya senang. Usaha saya menunggu semalaman tidak sia-sia," kata dia kepada CNA sambil memegang emasnya, dengan suara yang terdengar mengantuk.

Pada 24 April, Nina kembali ke butik ANTAM yang sama untuk ketiga kalinya dan membeli tiga emas batangan seberat masing-masing 10 gram.

Beberapa orang membeli emas untuk dijual kembali, seperti Achmad Faathir, warga asal Sukabumi, Jawa Barat.

Karena pekerjaannya sebagai penerjemah sedang sepi dan dia butuh uang, Achmad ingin menjual emas tiga gram yang dibelinya pada 2021 di saat harganya sedang tinggi.

Tidak ada butik ANTAM di Sukabumi dan kebetulan Achmad sedang di Jakarta untuk urusan pribadi.   

Dia tiba di butik ANTAM pada 23 April dan mendapat nomor antrean enam.

"Kalau saya jual di toko emas (di Sukabumi), bedanya bisa Rp100 ribu," kata dia.

Achmad Fathir (kiri) sedang menunggu giliran untuk menjual emas di toko ANTAM di Jakarta Selatan pada 23 April 2025. (Foto: CNA/Ridhwan Siregar)

PRO-KONTRA DEMAM EMAS

Para ekonom meyakini demam emas masih akan terus terjadi selama harga emas terus naik dan kondisi perekonomian global tidak menentu.

"Jika perekonomian global masih tidak pasti, harga emas akan tetap tinggi," kata Fithra.

Veronica Kaihatu, dosen psikologi di Universitas Pembangunan Jaya, Tangerang Selatan, mengatakan emas masih akan menjadi logam mulia favorit karena persepsi budaya di Indonesia. 

Tapi menurut Veronica, demam emas akan menurun jika masyarakat merasa kondisi perekonomian sudah aman.

"Jadi ini tergantung dari kondisi sosial, politik dan ekonomi."

Pengamat sosial dari UI, Devie, mengatakan demam emas memberikan semacam rasa keamanan finansial.

Jika seseorang tidak mampu membeli emas batangan, maka tidak apa-apa untuk membeli emas dalam bentuk perhiasan karena bisa dipakai.

Namun menurut dia, masyarakat harus pandai-pandai menaruh emas karena akan kurang aman menyimpannya di rumah karena rentan bencana alam seperti banjir atau pencurian.

"Apakah Anda punya kotak penyimpanan di bank? Kalau iya, letakkan di sana, jangan di rumah," kata Devie.

Mike Rini, perencana keuangan dari Mitra Rencana Edukasi, mengatakan semua bentuk investasi memiliki risiko, termasuk emas.

Ia mengatakan emas bisa menjadi alat investasi yang baik jika harganya tidak fluktuatif.

"Meskipun dalam jangka panjang harga emas cenderung naik, tapi bisa juga fluktuatif, naik-turun dalam hitungan hari.

"Jadi menurut saya bagus kalau memang untuk jangka panjang," kata Mike.

"Emas bukan untuk menghasilkan pendapatan pasif rutin."

Mike menambahkan bahwa orang-orang harus mendiversifikasi aset mereka ke dalam lima jenis, seperti saham, obligasi, reksa dana, tabungan, deposito, dan bahkan properti serta bisnis.

Mereka juga harus melakukan riset sebelum membeli emas, bukan hanya berdasarkan insting.

Ikuti saluran WhatsApp CNA Indonesia untuk dapatkan berita menarik lainnya. Pastikan fungsi notifikasi telah dinyalakan dengan menekan tombol lonceng.

Source: CNA/da

Juga layak dibaca

Iklan
Iklan