Bencana alam hantui Bali jelang libur Nataru, pelaku usaha air diminta waspada
Tiga kejadian banjir dan empat tanah longsor mengguncang Pulau Dewata dalam sepekan terakhir menewaskan seekor gajah betina milik Bali Zoo Park.
DENPASAR: Bali menghadapi ancaman bencana alam menjelang libur Natal dan Tahun Baru (Nataru).
Dalam sepekan terakhir, dari 9 hingga 16 Desember, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bali mencatatkan tiga kejadian banjir dan empat tanah longsor yang melanda Pulau Dewata.
Salah satu peristiwa tragis terjadi ketika seekor gajah betina bernama Moly, milik Bali Zoo Park, hanyut saat dipandu menuju kandangnya.
Moly ditemukan dalam kondisi tewas akibat bencana ini.
Selain itu, cuaca buruk dan angin kencang menyebabkan pohon tumbang di beberapa wilayah.
Pada 10 Desember, dua turis asing dari Prancis dan Korea Selatan tewas akibat tertimpa pohon tumbang di Monkey Forest Ubud.
Sehubungan dengan kondisi cuaca yang tidak menentu, pengelola wisata air di Bali, seperti snorkeling, rafting, dan scuba diving, diimbau untuk lebih berhati-hati.
Hujan deras yang terus menerus dapat menimbulkan bahaya pada aktivitas-aktivitas tersebut.
BPBD Kabupaten Karangasem memberikan imbauan agar pengelola wisata air menghentikan sementara aktivitas wisata, terutama bagi wisatawan.
"Kami hanya memberikan imbauan, tidak melarang. Ketika hujan deras, aliran sungai yang biasa digunakan untuk rafting akan sangat deras, sehingga bisa berbahaya," ujar Arimbawa, Kepala BPBD Karangasem, dilansir dari CNN Indonesia.
Arimbawa juga menjelaskan bahwa rafting atau arung jeram menjadi sangat berisiko dilakukan saat hujan, karena debit air bisa tiba-tiba melonjak.
Begitu pula dengan kegiatan snorkeling dan diving, di mana gelombang besar yang disebabkan hujan dapat membuat air menjadi keruh, menambah potensi bahaya.
Tak hanya wisata air, para pendaki yang berencana menaklukkan Gunung Agung juga diminta untuk lebih berhati-hati.
Jalur pendakian yang licin akibat hujan dapat meningkatkan risiko kecelakaan.
Putu Rumawan Salain, pengamat tata ruang dan perkotaan Universitas Udayana, menyoroti alih fungsi lahan di Bali sebagai salah satu penyebab utama bencana banjir dan tanah longsor saat musim hujan.
Menurutnya, banyak lahan pertanian dan sempadan sungai yang berubah fungsi menjadi pemukiman dan lahan untuk industri pariwisata.
"Banyak peralihan fungsi lahan, seperti sawah dan tegalan yang beralih fungsi hingga ke pinggir sungai dan danau. Semua itu dimanfaatkan untuk kepentingan pariwisata dan pembangunan perumahan," kritiknya dikutip detikTravel.
Rumawan juga mengungkapkan bahwa bangunan di kawasan perkotaan kini semakin meluas, sementara ruang terbuka hijau semakin sempit.
Ia mendesak pemerintah untuk lebih disiplin dalam menjalankan aturan tata ruang, karena banyak lahan yang dijual meskipun tidak cocok untuk pembangunan.
Ikuti saluran WhatsApp CNA Indonesia untuk dapatkan berita menarik lainnya.