Antrean panjang warga beli LPG, pengamat: Ini akibat kegagalan pemerintah
Kebijakan Menteri Bahlil yang membatasi penjualan LPG 3kg hanya di pangkalan resmi memicu antrean panjang warga, bahkan ada seorang pedagang yang meninggal dunia akibat kelelahan.

Ilustrasi LPG 3 kg (iStock)
JAKARTA: Kebijakan pemerintah yang membatasi penjualan LPG 3kg hanya di pangkalan resmi memicu antrean panjang masyarakat di beberapa wilayah. Menurut para pengamat, kebijakan ini adalah "akibat kegagalan pemerintah" dan tanpa sosialisasi terlebih dulu. Â
Per 1 Februari 2025 Pemerintah melalui Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyampaikan penerapan pembatasan pembelian gas LPG 3kg yang terdistribusi di pangkalan resmi sesuai terdaftar di Pertamina, bukan lagi di pengecer seperti warung atau agen.
Salah satu tujuan kebijakan tersebut dijelaskan Bahlil agar masyarakat membeli LPG 3kg langsung ke pangkalan resmi untuk mendapatkan harga jual yang sesuai dengan harga eceran tertinggi (HET) sebagaimana yang ditetapkan masing-masing pemerintah daerah.
Akibat kebijakan ini, antrean masyarakat terlihat mengular di beberapa pangkalan resmi gas LPG 3kg. Seorang warga Tangerang Selatan bernama Yonih, 62 tahun dilaporkan meninggal dunia diduga karena kelelahan usai antre gas, seperti dikutip Tempo.
"Ini akibat kegagalan dari sisi pemerintah," kata Bhima Yudhistira, direktur eksekutif lembaga riset Centre for Economic and Law Studies (CELIOS) kepada CNA Indonesia, Selasa (4/2).
Bhima mengatakan pemerintah gagal dalam menerapkan kebijakan ini karena tidak melakukan sosialisasi sebelumnya, baik kepada masyarakat maupun pengecer. "Ini menjadi pertanyaan besar, kenapa dilakukan secara terburu-buru," kata dia.
Hal yang sama disampaikan pengamat kebijakan publik, Agus Pambagio, yang mengatakan bahwa kebijakan tersebut memicu "kekusutan" karena Kementerian ESDM tidak membuat strategi komunikasi yang baik.Â
"Kekusutan itu terjadi karena Kementerian ESDM tidak membuat strategi komunikasi dari awal, tidak punya humas. Tapi seharusnya mereka paling tidak bicara dengan PCO yang bertugas menyampaikan pemberitahuan kepada masyarakat," kata Agus kepada CNA Indonesia. PCO adalah Presidential Communication Office atau kantor komunikasi presiden.
Firre An Suprapto, pengamat dari lembaga Masyarakat Kebijakan Publik Indonesia (MAKPI), mengatakan peristiwa ini akan mencoreng reputasi kabinet Prabowo Subianto di era 100 hari kepemimpinannya.
"Kementerian ESDM tidak membaca bahwa situasi ini apabila terjadi di level grass-root akan memberi guncangan yang luar biasa. Apalagi di era 100 hari kabinet, ini akan jadi sorotan tajam," kata Firre.Â
"Seolah-olah Prabowo kok tidak mampu mengontrol menterinya, sehingga terjadi gejolak di level grass-root."
PENGECER JUSTRU MEMBANTUÂ
Bhima mempertanyakan alasan pemerintah membatasi penjualan LPG 3kg di pengecer karena mengambil margin terlalu besar. Menurut dia, keberadaan pengecer justru membantu masyarakat.
"Pengecer dituduh mengambil margin terlalu besar, padahal sebenarnya mereka membantu distribusi. Karena pemerintah tidak mampu menjangkau sampai level desa-desa atau daerah yang dijangkau masyarakat miskin," kata Bhima.
Kebijakan pemerintah tersebut ujar Bhima telah membuat para pengecer ketakutan karena dianggap sebagai pedagang gas ilegal.
Pemerintah, kata dia, juga tidak melihat fakta bahwa pengguna gas ini juga kebanyakan dari UMKM. Yonih, warga yang meninggal setelah antre gas, juga merupakan penjual makanan.Â
"Faktanya, 64 juta UMKM sebagian besar adalah pengguna gas LPG 3kg, terutama di sektor makanan minuman," ujar Bhima.
Firre juga mengutarakan hal yang sama. Menurut dia, pembatasan penjualan LPG hanya di pangkalan resmi akan menyulitkan UMKM sehingga bisa berdampak pada daya beli masyarakat.
"Distribusi sebelumnya langsung ke pengecer tidak ada masalah, siapa pun bisa beli. Menteri ESDM membuat aturan pengecer mau dinaikkan kelas menjadi pangkalan, hal-hal seperti seharusnya sudah diantisipasi, dipersiapkan sebelumnya," kata Firre kepada CNA Indonesia.
"Ini sudah sangat telat. Kebijakan dilakukan secara tiba-tiba, masyarakat tahunya gas tidak bisa dibeli lagi di pengecer, harus ke pangkalan," lanjut dia.
PENGECER HARUS TETAP ADA
Tidak berselang lama setelah kisruh antrean LPG 3kg, Presiden Prabowo kemudian menginstruksikan pengecer boleh berjualan LPG 3 kg seperti biasa, sembari mereka akan diproses menjadi sub pangkalan.Â
Perubahan kebijakan oleh Prabowo ini telah diprediksi oleh Firre.Â
"Prabowo pro rakyat, dan memang sejak awal mencalonkan diri dia benar-benar memperhatikan rakyat miskin, saya kira akan ada koreksi terkait distribusi gas yang belum benar ini," kata Firre.
Bhima mengatakan bahwa idealnya memang pengecer masuk jalur distribusi untuk LPG 3kg ini, asalkan mereka terdata dan terhubung dengan aplikasi Subsidi Tepat.
"Pengecer justru membantu meringankan biaya distribusi. Keberadaan pengecer harus tetap ada karena dibutuhkan masyarakat untuk menghemat biaya transportasi dalam mencari isi ulang LPG 3kg," kata Bhima.
Sementara itu Firre berharap pemerintah segera memperjelas jika ada perubahan distribusi dan tidak mempersulit upaya pengecer yang ingin naik kelas menjadi sub pangkalan.
"Kalau memang para pengecer naik kelas menjadi pangkalan, segera ditetapkan saja, jangan dipersulit."
Ikuti Kuis CNA Memahami Asia dengan bergabung di saluran WhatsApp CNA Indonesia. Menangkan iPhone 15 serta hadiah menarik lainnya.