Skip to main content
Hamburger Menu
Close
Edisi:
Navigasi ke edisi CNA lainnya di sini.

Iklan

Indonesia

Analisis: Menteri Basuki sebut penerapan Tapera tergesa-gesa, siap tunda. Menteri kian tidak sepaham dengan Jokowi?

Presiden Joko Widodo membuat berbagai kebijakan yang kontroversial dan menuai protes publik menjelang masa kepemimpinannya berakhir.

Analisis: Menteri Basuki sebut penerapan Tapera tergesa-gesa, siap tunda. Menteri kian tidak sepaham dengan Jokowi?

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono dan Presiden Joko Widodo meresmikan Bendungan Sepaku Semoi yang akan menjadi sumber air bagi ibu kota baru Indonesia, Nusantara, di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Selasa, 4 Juni 2024. (Foto: Instagram/Kemenpupr)

JAKARTA: Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono menyatakan siap menunda kebijakan Tapera yang telah menuai penentangan dari masyarakat.

Pada Kamis (6 Jun), kepada media Basuki mengatakan penundaan Tapera akan dilakukannya jika itu yang menjadi usulan dari DPR. 

"Menurut saya pribadi, kalau memang ini belum siap kenapa kita harus tergesa-gesa?" 

"Dengan kemarahan (publik) ini, saya pikir saya menyesal betul," katanya Basuki seperti dikutip dari Detik.

Para pengamat kepada CNA mengatakan bahwa pernyataan Basuki - yang juga ketua komite BP Tapera - yang mengkritisi program tersebut menunjukkan semakin meningkatnya sinyal ketidakpuasan para menteri kepada Presiden Joko Widodo.

Menurut mereka, ketidakpuasan tersebut muncul terkait berbagai kebijakan kontroversial Jokowi menjelang habis masa jabatannya Oktober mendatang, termasuk datang dari Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, presiden terpilih Indonesia.

"Makin banyak lingkaran Jokowi yang sadar bahwa kebijakan-kebijakan Jokowi, akhir-akhir ini, terlihat sebagai ambisi dan proyek pribadinya dibandingkan dengan tujuan mengutamakan kepentingan rakyat," kata Ray Rangkut, pengamat politik dari lembaga think tank politik Lingkar Madani Indonesia.

KEBIJAKAN "YANG BELUM SIAP"

Kontroversi mengenai Tapera dimulai akhir bulan lalu setelah pemerintah tiba-tiba menyatakan akan memperluas skema ini dengan mengikutsertakan para pekerja swasta dan pekerja mandiri - termasuk orang asing - untuk menabung sebagian gaji mereka ke dalam program perumahan ini. Nantinya, gaji para pekerja akan dipotong 2,5% , sementara pemberi kerja menanggung 0,5% sisanya.

Kebijakan ini sebelumnya telah diterapkan untuk pegawai negeri sejak 2016.

Pada 6 Juni, ribuan buruh turun ke jalan di Jakarta menuntut Jokowi segera membatalkan Tapera. Para buruh menolak Tapera yang menurut mereka akan mengurangi upah yang selama ini diterima, sementara pengusaha juga mengeluhkan pengeluaran tambahan jika program ini jalan.

"Kalau ada usulan DPR, misalnya untuk diundur, saya sudah kontak dengan Menteri Keuangan, kami akan ikut (usulan tersebut)," kata Basuki seperti dikutip Detik.

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengatakan bahwa kebijakan Tapera dibuat secara tergesa-gesa dan ia siap jika harus ditunda. (Foto: Facebook/Kemenpupr)

Ketua Komisi V DPR RI Lasarus telah mengatakan bahwa pemerintah harus menunda dulu Tapera karena ada keberatan dari masyarakat.

Namun Lasarus - yang hanya punya satu nama - mengatakan DPR akan kembali mengadakan rapat khusus untuk membahas Tapera dengan mengundang berbagai pihak, termasuk pengusaha, perwakilan buruh, manajemen Tapera dan pemerintah.

Menteri Basuki sendiri telah mengatakan dirinya akan mengikuti apa usulan DPR, termasuk jika harus menunda Tapera. Dia sendiri mengakui, kebijakan terkait Tapera dibuat dengan "tergesa-gesa" sehingga "belum siap" dan memicu kemarahan masyarakat.

Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, sebelumnya telah mengatakan Presiden Joko Widodo tidak akan menunda Tapera. Jokowi sebelumnya mengatakan bahwa pro dan kontra wajar terjadi untuk program-program baru pemerintah, dan masyarakat baru akan merasakan manfaatnya setelah berjalan.

Sementara itu, mantan menteri koordinator bisang politik, hukum dan keamanan, serta bekas calon wakil presiden dalam pemilu Februari lalu, juga mengkritisi Tapera yang menurutnya "tidak masuk akal".

“Pemerintah perlu betul-betul mempertimbangkan suara publik tentang Tapera. Kalau tidak ada kebijakan jaminan betul-betul akan mendapat rumah dari pemerintah bagi penabung, maka hitungan matematisnya memang tidak masuk akal,” kata Mahfud di X.

Ilustrasi perumahan (Kementerian PUPR))

BUKAN KALI PERTAMA BERBEDA PENDAPAT

Pengamat kepada CNA mengatakan bahwa sikap Basuki dan Sri Mulyani terkait Tapera adalah satu lagi contok ketidaksepahaman antara pejabat publik dan Presiden Jokowi.

Sri Mulyani memang belum mengomentari penundaan Tapera selalu langsung, namun media telah menganggap pernyataan Basuki turut mewakili sang menteri keuangan.

"Saya melihat pernyataan yang disampaikan oleh Basuki dan Sri Mulyani tentang penundaan Tapera ini memang merefleksikan ketidaksepahaman antara Jokowi dengan menteri-menteri di kabinetnya," kata Dr Ambang Priyonggo, Assistant Professor of Political Communication at the Department of Digital Journalism of the Multimedia Nusantara University, kepada CNA.

Ini bukan kali pertama Jokowi berbeda pendapat dengan para menterinya. Sebelumnya bulan lalu, Jokowi tidak sepaham dengan Prabowo Subianto, Menteri Pertahanan yang juga presiden terpilih yang akan dilantik Oktober mendatang, terkait kenaikan uang pembayaran universitas.

Prabowo dalam pernyataannya yang dikutip Detik menolak kenaikan uang kuliah, bahkan menurut dia seharusnya universitas digratiskan. Sementara Jokowi, meski akhirnya kenaikan uang kuliah dibatalkan oleh Kementerian Pendidikan Indonesia, tetap mengatakan biayanya akan naik tahun depan setelah dilakukan kajian terlebih dulu.

Presiden Joko Widodo dan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto menghadiri Rapat Pimpinan TNI-Polri (Rapim) 2024 pada 28 Februari 2024. di Mabes TNI. (CNA/Danang Wisanggeni)

Pekan ini, Kepala Otorita Nusantara - ibu kota baru Indonesia - Bambang Susantono dan wakilnya Dhony Rahajoe menyatakan mengundurkan diri tanpa sebab yang jelas. Padahal, Nusantara sebentar lagi akan ditinggali oleh Presiden dan para menterinya, serta Agustus mendatang akan diadakan upacara hari kemerdekaan di sana.

"Mundurnya dua pejabat ini (kepala Nusantara) cukup menarik. Sebab, jarang terdengar pejabat di era Jokowi menyatakan mundur dari jabatan. Apalagi mereka dianggap sukses melaksanakan tugas," kata Ray.

Sementara Ambang menduga mundurnya kedua petinggi Nusantara adalah akibat adanya ketidaksepahaman mereka dengan Presiden Jokowi.

"Saya menilainya demikian. Faktanya memang tidak ada bukti, misalnya, soal klaim masuknya investor asing ke Nusantara. Beban pendanaan proyek ini memang sangat berat. Sementara Jokowi merasa tetap perlu untuk merealisasikannya sebagai legasi politik dirinya," ujar Ambang.

Agung Baskoro, a political analyst at the Trias Politika Strategis research institute, mengatakan belakangan memang terlihat ada ketidaksinkronan antara kebijakan presiden dan menteri-menterinya. 

"Hal ini terjadi karena kebijakan diputuskan dengan terburu-buru, tanpa adanya kajian mendalam, tidak melihat situasi nasional, dan tidak memperhatikan kepentingan publik," kata Agung kepada CNA.

JOKOWI MENINGGALKAN KONTROVERSI

Para pengamat meyakini akhir masa jabatan Jokowi dipenuhi kontroversi, salah satunya dengan terpilihnya putranya - Gibran Rakabuming Raka- menjadi wakil presiden setelah melalui drama perubahan konstitusi.

Hubungannya dengan partai pengusungnya, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) juga telah putus setelah Jokowi mendukung Prabowo dalam pemilu, bukan calon presiden dari partai, Ganjar Pranowo.

Menurut Ray dari Lingkar Madani, saat ini Jokowi yang tanpa partai tidak memiliki pendukung setia.

"Makin dekat masa akhir jabatan Jokowi, kekuatan-kekuatan politik membentuk barisan baru. Dan dalam barisan baru ini, kehadiran Jokowi tidak lagi sebagai pusat. Sudah jauh berkurang, mengingat Jokowi tidak memiliki kekuatan politik di belakangnya yang memungkinkannya untuk bernegosiasi," kata Ray.

Sementara Agung dari Trias Politika mengatakan Jokowi seharusnya tidak meninggalkan kebijakan yang akan mempersulit pemerintahan Prabowo nanti.

"Seharusnya Jokowi concern dengan apakah kebijakannya bisa dilanjutkan oleh Prabowo atau tidak, dan memastikan kebijakan populisnya memang relevan dengan kebutuhan masyarakat," kata Agung.

Dapatkan informasi menarik lainnya dengan bergabung di WhatsApp Channel CNA.id dengan klik tautan ini. 

Source: CNA/as

Juga layak dibaca

Iklan

Iklan