Aceh jaya 20 tahun pascatsunami, namun kesedihan tak kunjung hilang
CNA mengunjungi Aceh di mana para korban selamat tsunami 2004 membangun kembali kehidupan mereka setelah menghadapi salah satu bencana alam terburuk yang tercatat dalam sejarah.
![Aceh jaya 20 tahun pascatsunami, namun kesedihan tak kunjung hilang Aceh jaya 20 tahun pascatsunami, namun kesedihan tak kunjung hilang](https://dam.mediacorp.sg/image/upload/s--0gMrLPhh--/c_crop,h_372,w_661,x_7,y_74/c_fill,g_auto,h_468,w_830/f_auto,q_auto/v1/mediacorp/cnabahasa/images/2024-12/tsunami_aceh_1.jpg?itok=u8uPZYXL)
Rongsokan bangunan di depan masjid Baiturrahman yang disebabkan oleh tsunami, 27 Desember 2004, dan taman di depan masjid yang sama, 22 Desember 2024, di Banda Aceh, Indonesia. (Foto: REUTERS/Beawiharta/Willy Kurniawan)
BANDA ACEH: Warga Aceh Nahrawi Noerdin termasuk di antara mereka yang beruntung selamat dari tsunami Samudra Hindia yang dahsyat 20 tahun lalu.
Mantan pengusaha kecil itu berada di laut pada hari yang tragis itu, dan alangkah kagetnya Nahrawi ketika ia kembali ke pantai.
"Setelah tsunami, saya sendirian. Seluruh keluarga saya hilang," kata pria yang kini berusia 50 tahun itu.
Selagi menghadapi kehilangannya sendiri, ia turut membantu korban tsunami lain selama tiga bulan berikutnya.
Ia berpikir: "Jika saya membantu para korban ini, mungkin tubuh dan jiwa saya akan tenang dan tidak mengingat apapun."
Pada 26 Desember 2004, gempa bumi berkekuatan 9,1 skala Richter di Samudra Hindia memicu tsunami yang menewaskan sekitar 230.000 orang di banyak negara di Asia.
Tsunami itu, salah satu bencana alam terburuk yang tercatat dalam sejarah, disebabkan oleh pergerakan lempeng tektonik permukaan bumi yang mengapung di atas batuan cair yang terus bergerak.
Di antara tanda-tanda pertama tsunami 2004 adalah surutnya air secara tiba-tiba dari pantai. Saat gelombang mendekati air dangkal, gelombang tersebut terkompresi lalu meninggi hingga 30m.
Gelombang raksasa tersebut kemudian menghantam masyarakat pesisir, menghancurkan hampir semua yang ada di jalurnya.
![](https://dam.mediacorp.sg/image/upload/s--uIjUvHwM--/fl_relative,g_south_east,l_one-cms:core:watermark:reuters,w_0.1/f_auto,q_auto/v1/mediacorp/cnabahasa/images/2024-12/tsunami_aceh.jpg?itok=rJj43ucS)
DAMPAK TERHADAP ACEH
Provinsi Aceh di Indonesia menanggung beban bencana tersebut, dengan gelombang raksasa yang menyapu bersih pedesaan dalam hitungan menit. Tsunami tersebut menewaskan sekitar 130.000 orang di sana.
Banda Aceh, ibu kota provinsi Aceh yang padat penduduk, merupakan daerah yang paling parah dilanda tsunami dengan sekitar 60.000 orang meninggal.
Di kuburan massal Ulee Lheue, lebih dari 14.000 korban bencana dimakamkan. Mereka masih belum diketahui keberadaannya, karena tidak ada waktu untuk mengidentifikasi jenazah dan memberikan upacara pemakaman yang layak.
Namun, sejumlah warga meyakini sanak saudara mereka dimakamkan di sana dan telah meletakkan batu nisan untuk mengenang mereka.
Dua dekade setelah tsunami, Banda Aceh kini berkembang pesat. Namun, penderitaan itu masih terukir dalam ingatan penduduknya.
Korban tsunami Lia Mailani baru berusia delapan tahun saat tsunami melanda. Ia menjadi yatim piatu dalam semalam ketika kedua orang tuanya tewas.
“Saat gempa, ayah saya sedang melaut. Ia seorang nelayan,” kata Lia, yang kini bekerja di sebuah restoran lokal di lepas pantai Banda Aceh.
“Para tetangga melarangnya pergi, tetapi ia bersikeras karena ia adalah satu-satunya pencari nafkah. Saya tidak pernah melihatnya lagi.”
Awalnya, Lia tidak bisa menerima kenyataan hidupnya.
Namun, ia menambahkan: “Saya harus kuat karena tidak mungkin saya terus seperti ini. Saya harus mandiri karena jika saya terlalu banyak mengenang masa lalu, tidak mungkin saya bisa pulih.”
APA YANG BERUBAH SEJAK ITU?
Warga Aceh yang mayoritas beragama Islam sangat percaya pada takdir.
“Kami hidup, kami berusaha bertahan hidup. Setelah itu, apa yang terjadi adalah di tangan Tuhan. Jadi, dengan meyakini bencana sebagai takdir, itu adalah kehendak Tuhan yang harus diterima,” kata Ade Surya, Penjabat Wali Kota Banda Aceh.
“Pascatsunami, masyarakat Aceh tidak banyak mengeluh. Itulah kekuatan masyarakat Banda Aceh dengan ketaatan mereka sebagai umat Islam yang meyakini bahwa ini adalah ujian yang diberikan oleh Tuhan.”
Di tengah suasana suram, ada hikmah di balik bencana tsunami, yakni ketika perdamaian akhirnya terwujud di Aceh setelah konflik bersenjata puluhan tahun.
Bencana tersebut berujung pada kesepakatan damai antara separatis Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan pemerintah Indonesia.
Mantan komandan kompi GAM Afrizal berada di kamp separatis di pegunungan saat tsunami menghantam pesisir Aceh.
“Saya perintahkan anak buah saya untuk turun, apa pun risikonya. Dalam kondisi seperti ini, kami tidak bisa tinggal diam,” katanya.
“Jadi saya perintahkan anak buah saya untuk turun. Tidak ada gunanya lagi berperang. Masih banyak orang yang membutuhkan bantuan di bawah. Pada hari pertama dan kedua, kami membantu para pengungsi di kamp mereka.”
Pakar ilmu bumi Diego Melgar dari Universitas Oregon mengatakan berbagai negara telah meningkatkan kesiapsiagaan mereka terhadap gempa bumi dan tsunami, termasuk dengan membuat sistem peringatan dini dan aturan bangunan yang ketat.
"Kenyataannya memang dengan meningkatnya permukaan laut, dampak tsunami akan semakin mematikan," katanya kepada program Asia First CNA pada Senin (23/12).
"Hal itu sudah mulai kami perhitungkan dalam persiapan kami (menghadapi bencana)."
Kolaborasi regional juga lebih kuat, misalnya dalam berbagi data, tambahnya.
"Itu belum terjadi pada 2004," kata Melgar. "Jadi sekarang akan lebih mudah untuk memberi tahu orang-orang bila tsunami terjadi.
"Itu juga memudahkan untuk berbagi pengetahuan dan informasi dalam bentuk model komputer dan pelatihan serta persiapan, sehingga (kesiapan) seluruh wilayah dapat ditingkatkan dan dibuat lebih tangguh, daripada hanya negara ini-itu saja."
Dia memperingatkan agar tidak berpuas diri dan tetap siap-siaga menghadapi bencana besar berikutnya.
“Kita berada di tempat yang lebih baik, tetapi kita belum sampai di tujuan,” katanya.
“Kita harus memikirkan anak-anak dan cucu-cucu kita. Pola pikir seperti itulah yang akan benar-benar memungkinkan kita untuk memastikan tragedi seperti tahun 2004 tidak akan pernah terjadi lagi.”
Ikuti saluran WhatsApp CNA Indonesia untuk dapatkan berita menarik lainnya. ​​​​​