84 WNI terlibat scam online di Myanmar berhasil dipulangkan, ada yang sedang hamil
Setibanya di Jakarta, mereka akan menjalani proses rehabilitasi sosial sebelum akhirnya dipulangkan ke daerah asal masing-masing.

Ilustrasi penipuan daring atau online scam. (Foto: iStock/Moor Studio)
Sebanyak 84 Warga Negara Indonesia (WNI) yang diduga menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dan terlibat dalam praktik penipuan daring atau online scam di Myanmar akhirnya dipulangkan ke Indonesia.
Mereka dievakuasi dari Myawaddy, Myanmar, menuju Maesot, Thailand, sebelum akhirnya diterbangkan ke Jakarta pada Jumat (28/2).
Kementerian Luar Negeri RI (Kemlu) mengungkapkan bahwa ke-84 WNI ini terdiri dari 69 pria dan 15 perempuan, termasuk tiga di antaranya dalam kondisi hamil.
"Terdiri dari 69 laki-laki dan 15 perempuan, termasuk tiga ibu hamil, yang semuanya dalam kondisi sehat," demikian pernyataan resmi Kemlu di Jakarta, dikutip dari Antara.
EVAKUASI MELALUI THAILAND
Proses pemulangan ini merupakan hasil koordinasi intensif antara Kemlu, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Yangon dan Bangkok, serta otoritas di Thailand dan Myanmar.
Sejak 23 Februari 2025, tim dari KBRI telah berada di Maesot untuk menjalin komunikasi dengan berbagai pihak guna memfasilitasi kepulangan para WNI.
Pada Kamis (27/2), pemerintah Thailand akhirnya memberikan izin bagi para WNI untuk melintas melalui Second Friendship Bridge yang menghubungkan Myawaddy dan Maesot.
Sesampainya di Maesot, otoritas Thailand melakukan serangkaian pemeriksaan, termasuk pemeriksaan kesehatan, imigrasi, serta asesmen national referral mechanism guna memastikan apakah mereka merupakan korban TPPO.
Gubernur Provinsi Tak turut hadir untuk mengawasi langsung proses pemeriksaan tersebut. Setelah itu, para WNI dipindahkan ke Bangkok sebelum diterbangkan ke Indonesia.

PEMULANGAN DAN REHABILITASI
Rencananya, setibanya di Jakarta, para WNI ini akan menjalani pemeriksaan lebih lanjut oleh pihak terkait. Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Kemenko Polkam) telah berkoordinasi untuk memfasilitasi kedatangan mereka, termasuk proses rehabilitasi sosial sebelum akhirnya dipulangkan ke daerah asal masing-masing.
Kasus ini hanyalah bagian dari fenomena yang lebih luas terkait eksploitasi tenaga kerja di pusat-pusat penipuan daring di Myanmar.
Sebelumnya, pada 20 Februari 2025, Indonesia juga telah berhasil memulangkan 46 WNI yang menjadi korban perdagangan manusia di Myanmar.
Menurut Direktur Perlindungan WNI di Kemlu, Judha Nugraha, hingga Februari 2025, sebanyak 6.800 WNI diduga terjerat dalam TPPO di luar negeri.
"Angkanya masih terus bertambah," ujarnya seperti dikutip dari Detik.com.
Para korban biasanya direkrut dengan iming-iming pekerjaan bergaji tinggi, sering kali dijanjikan akan bekerja di Thailand, bukan Myanmar.
Namun, kenyataannya, mereka justru dipaksa bekerja di sindikat judi online dan berbagai bentuk penipuan daring, termasuk skema asmara pig butchering scam, penipuan kripto, pencucian uang, serta perjudian ilegal.
Sejumlah korban bahkan mengalami penyiksaan, dan satu-satunya cara untuk dibebaskan adalah dengan membayar tebusan dalam jumlah besar.
OPERASI PENINDAKAN DI MYANMAR DAN THAILAND
Pemerintah Myanmar sendiri menghadapi tantangan dalam menindak jaringan penipuan ini, mengingat wilayah Negara Bagian Karen — tempat pusat-pusat penipuan beroperasi — dikuasai oleh kelompok etnis bersenjata.
Salah satu kelompok tersebut, Democratic Karen Buddhist Army (DKBA), baru-baru ini menyerahkan 260 pekerja asing dari berbagai negara ke Thailand, termasuk delapan WNI.
Sementara itu, pemerintah Thailand telah meningkatkan upaya untuk menutup pusat-pusat penipuan ini, termasuk dengan menghentikan pasokan listrik dan bahan bakar ke wilayah perbatasan.
Menurut laporan BBC, Departemen Investigasi Khusus Thailand - serupa dengan FBI di AS - pada Selasa (11/02) meminta surat perintah penangkapan untuk tiga komandan kelompok bersenjata lain yang dikenal sebagai Tentara Nasional Karen.
Surat perintah penggeledahan itu mencakup Saw Chit Thu, panglima perang Karen yang membuat kesepakatan pada 2017 dengan perusahaan China, Yatai, untuk membangun Shwe Kokko, kota baru yang diyakini sebagian besar didanai oleh penipuan.
Yatai mengaku penipuan di Shwe Kokko sudah tidak ada lagi.
Perusahaan telah memasang papan reklame besar di seluruh kota yang menyatakan, dalam bahasa Mandarin, Burma, dan Inggris, bahwa kerja paksa tidak diperbolehkan, dan bahwa "bisnis daring" harus tutup.
Selain itu, pemerintah Thailand juga memperketat regulasi perbankan dan visa guna mencegah negara itu dijadikan titik transit bagi para pelaku kejahatan.
Ikuti saluran WhatsApp CNA Indonesia untuk dapatkan berita menarik lainnya. Pastikan fungsi notifikasi telah dinyalakan dengan menekan tombol lonceng.