WNI ditahan di AS dan visa dicabut buntut demo dukung Black Lives Matter
Aditya Harsono telah tinggal di Negeri Paman Sam dengan visa pelajar selama 10 tahun.

MINNEAPOLIS: Seorang warga negara Indonesia (WNI), Aditya Wahyu Harsono, ditahan oleh otoritas Imigrasi dan Bea Cukai Amerika Serikat (ICE) setelah visa pelajarnya dicabut.
Penahanan itu memicu sorotan karena diduga berkaitan dengan keterlibatannya dalam demonstrasi Black Lives Matter pada tahun 2021 lalu.
The Minnesota Star Tribune melaporkan akhir pekan lalu Aditya ditangkap di tempat kerjanya di Marshall, Minnesota, pada 27 Maret 2025.
Empat hari sebelumnya, visa pelajar F-1 miliknya diketahui telah dicabut oleh otoritas AS. Namun, baik Aditya maupun istrinya yang merupakan warga negara AS, Peyton Harsono, mengaku tidak menerima pemberitahuan resmi terkait pencabutan visa tersebut.
Menurut laman resmi ICE, pria berusia 33 tahun itu saat ini ditahan di fasilitas imigrasi distrik Kandiyohi di negara bagian Minnesota.
Dalam dokumen pengadilan, disebutkan bahwa alasan resmi penahanan adalah karena masa berlaku visanya telah habis serta adanya pelanggaran ringan.
Namun, Peyton meyakini alasan sesungguhnya adalah keterlibatan Aditya dalam aksi unjuk rasa yang memprotes kematian pria Afro-Amerika, George Floyd, di tangan polisi Minneapolis.
Aditya adalah salah satu dari ribuan demonstran saat itu dan sempat ditangkap 13 menit setelah jam malam diberlakukan.
Peyton menilai suaminya menjadi korban penargetan akibat keterlibatan politik masa lalu.
Selain insiden demonstrasi, Aditya sempat berurusan dengan hukum pada 2022 setelah menyemprotkan grafiti pada sebuah truk trailer. Ia dijatuhi hukuman percobaan.
Meski tuduhan utama dari demonstrasi—yakni kehadiran dalam pertemuan ilegal—telah dibatalkan, pengacaranya Sarah Gad menyatakan insiden tersebut tetap dijadikan alasan oleh aparat dalam penahanan terbaru ini.

SIAPA ADITYA HARSONO?
Aditya pertama kali datang ke AS sekitar 10 tahun lalu dan tinggal secara legal dengan visa pelajar.
Ia menyelesaikan pendidikan sarjana dan pascasarjana di Southwest Minnesota State University (SMSU), dan terakhir menjabat sebagai manajer rantai pasokan di sebuah perusahaan melalui program Pelatihan Praktik Opsional.
Peyton telah mengajukan permohonan Green Card untuk suaminya, yang seharusnya memungkinkan Aditya untuk tetap tinggal secara legal di AS meski visanya dicabut.
Sarah Gad menegaskan bahwa kliennya bukanlah risiko pelarian.
Dalam sidang imigrasi pada Kamis lalu, Hakim Sarah Mazzie mengabulkan permintaan pembebasan dengan jaminan sebesar US$5.000, menyetujui bahwa Aditya tidak menunjukkan indikasi melarikan diri.
Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, menegaskan bahwa pemerintah memiliki kewenangan untuk mencabut visa pelajar asing yang terlibat dalam aksi-aksi seperti vandalisme di kampus, intimidasi terhadap mahasiswa lain, pendudukan gedung, maupun tindakan yang menciptakan kericuhan.
Peyton kini tengah menggalang dana melalui situs GoFundMe untuk membiayai kebutuhan hidup keluarganya. Ia mengaku tengah menghadapi beban yang sangat berat, baik secara emosional maupun finansial.
“Selama dalam tahanan, suami saya diberhentikan dari pekerjaannya. Sebagai seorang ibu, saya berjuang sendirian untuk menghidupi anak kami sambil menanggung tekanan yang luar biasa ini. Kami terancam kehilangan apartemen, tidak lagi memiliki asuransi kesehatan, dan kesulitan membayar berbagai tagihan serta kebutuhan penting lainnya dalam merawat bayi,” tulis Peyton dalam laman penggalangan dana.
Momen pertama Peyton bertemu kembali dengan suaminya terjadi pada 29 Maret, di balik dinding plexiglass penjara. Mereka hanya bisa menangis bersama selama beberapa menit.
“Dia bilang tidak mengerti apa yang sedang terjadi. Dia minta maaf karena harus jauh dari kami. Dia sangat merindukan kami,” ujar Peyton.
Ikuti saluran WhatsApp CNA Indonesia untuk dapatkan berita menarik lainnya. Pastikan fungsi notifikasi telah dinyalakan dengan menekan tombol lonceng.