Partai sayap kiri menang tanpa mayoritas, pemerintahan Prancis terancam buntu
Presiden Prancis Emmanuel Macron melakukan blunder politik setelah partainya gagal memenangkan pemilihan dini legislatif yang digelar lebih cepat 3 tahun dari jadwal.
PARIS: Prancis menghadapi potensi kebuntuan politik setelah pemilihan legislatif pada Minggu (7 Juli) menghasilkan parlemen yang terpecah tanpa mayoritas.
Aliansi partai-partai berhaluan kiri secara mengejutkan menjadi pemenang pemilihan dini yang digelar tiga tahun lebih cepat dari jadwal itu.
Front Populer Baru (NFP) yang merupakan gabungan partai kiri jauh, komunis, sosialis, dan hijau berhasil memenangkan 182 kursi parlemen.
Diperlukan 289 kursi untuk mengamankan mayoritas majelis rendah parlemen Prancis.
Hasil ini menjadi pukulan telak bagi Partai Reli Nasional pimpinan Marine Le Pen.
Partai berideologi kanan jauh itu sejak awal difavoritkan untuk menang terutama setelah tampil baik pada putaran pertama pemilihan minggu lalu.
Perolehan suara Reli Nasional pada pemilu kali ini melesat jauh 54 kursi lebih banyak dari pemilu sebelumnya pada tahun 2022.
Namun 143 kursi yang diraih masih kalah dengan Front Populer Baru dan Partai Ensembel pimpinan Presiden Emmanuel Macron.
Potensi kemenangan Reli Nasional yang dikenal skeptis terhadap Uni Eropa dan rasis terhadap imigran dan umat Muslim sempat memicu kegelisahan publik dan pasar.
BLUNDER PRESIDEN MACRON
Partai Ensemble berada di urutan kedua dengan 168 kursi.
Walau hasil ini jauh lebih baik dari prediksi lembaga survei, perolehan kursi Ensemble anjlok 77 kursi.
Pemilu dini ini menjadi blunder politik Macron yang awalnya berharap dapat mengamankan mayoritas parlemen.
Presiden berusia 46 tahun itu secara mendadak membubarkan parlemen setelah hasil buruk partainya di Pemilihan Parlemen Uni Eropa awal bulan lalu.
Ketika itu dia berharap pemilih akan berpaling kembali kepadanya dari Reli Nasional yang menang telak di pemilihan itu.
Parlemen yang terpecah diperkirakan akan melemahkan peran Prancis di Uni Eropa dan dunia serta mempersulit Macron mendorong agenda domestik.
Dia juga harus memikirkan siapa yang akan menjadi perdana menteri mengingat tiga kelompok besar ini - kiri, sentris, dan sayap kanan jauh – memiliki ideologi politik yang sangat berbeda dan tidak pernah berkoalisi politik dalam sejarah.
NFP telah berjanji membakukan harga-harga kebutuhan pokok seperti bahan bakar dan makanan, menaikkan upah minimum menjadi 1,600 Euro per bulan, menaikkan gaji pegawai negeri, dan memberlakukan pajak kekayaan.
"Keinginan rakyat harus dihormati secara ketat ... presiden harus mengundang New Popular Front untuk membentuk pemerintahan baru," kata Jean-Luc MĂ©lenchon, pemimpin partai kiri jauh yang menjadi bagian dari aliansi NFP.
Perdana Menteri Gabriel Attal yang berasal dari partai Macron mengatakan dia akan menyerahkan pengunduran dirinya pada hari Senin tetapi akan tetap menjabat sebagai caretaker sampai penggantinya dipilih.
"Pasar harusnya lega Reli Nasional tidak menang tetapi ini kemungkinan akan menyebabkan kebuntuan politik setidaknya sampai musim gugur 2025," kata Aneeka Gupta, direktur penelitian makroekonomi di WisdomTree.
Dapatkan informasi menarik lainnya dengan bergabung di WhatsApp Channel CNA.id dengan klik tautan ini