Tarif Trump berdampak buruk terhadap ASEAN, Indonesia dianggap tidak serius menanggapinya
Penerapan tarif tinggi oleh Presiden AS Donald Trump disebut tidak hanya berdampak terhadap perekonomian, tetapi juga politik di ASEAN.

Foto bendera ASEAN dan Presiden AS Donald Trump. (Foto: Reuters)
KUALA LUMPUR/JOHOR BAHRU: Penerapan tarif baru oleh Presiden Donald Trump terhadap barang-barang yang masuk ke Amerika Serikat akan berdampak buruk bagi perekonomian dan perpolitikan di negara-negara Asia Tenggara.
Para 2 April lalu, Trump menerapkan tarif dasar 10 persen untuk impor ke AS. Beberapa negara dipatok tarif hingga lebih dari 40 persen, terparah adalah Kamboja (49 persen) dan Laos (48 persen). Indonesia sendiri diganjar tarif 32 persen.
Beberapa pemerintahan negara Asia Tenggara telah mengutarakan niatan melakukan negosiasi dengan pemerintahan Trump untuk menurunkan tarif.
Tapi jika cara ini gagal, kata para pengamat, negara-negara ASEAN harus menerapkan strategi fiskal baru untuk meredam dampaknya terhadap masyarakat.
APAKAH AKAN MEMICU RESESI?
Menyusul penerapan tarif Trump, bank-bank dan para ekonom menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi ASEAN-6.
ASEAN-6 adalah enam negara ekonomi terbesar di blok ini yaitu Indonesia, Thailand, Singapura, Filipina, Vietnam, dan Malaysia - dengan produk domestik bruto (PDB) gabungan sebesar US$3,7 triliun pada 2023, menurut laporan Bank DBS yang diterbitkan Januari lalu.
Angka ini mencakup lebih dari 97 persen dari total PDB ASEAN sebesar US$3,8 triliun pada tahun 2023.

Laporan riset pasar global oleh OCBC Bank yang diterbitkan setelah tarif Trump diumumkan, telah menurunkan proyeksi pertumbuhan untuk Vietnam 1,2 poin persentase, Thailand 0,8 poin persentase, Malaysia dan Indonesia masing-masing 0,2 poin persentase, serta Singapura dan Filipina masing-masing 0,1 poin persentase.
Menurut laporan tersebut, proyeksi pertumbuhan ekonomi untuk tahun 2025 sebelum tarif diberlakukan adalah 6,2 persen untuk Vietnam, 2,8 persen untuk Thailand, 4,5 persen untuk Malaysia, 4,9 persen untuk Indonesia, 2,2 persen untuk Singapura, dan 6,0 persen untuk Filipina.
Kendati pertumbuhan diproyeksi melambat, namun para pengamat mengatakan potensi terjadinya resesi di negara-negara ASEAN-6 sangat kecil.
Azmi Hassan, peneliti senior di Nusantara Academy for Strategic Research di Malaysia, mengatakan kepada CNA: “Tidak diragukan lagi pertumbuhan ekonomi ASEAN-6 akan terdampak negatif, namun dampaknya bervariasi di setiap negara.”
"Tapi, kecil kemungkinan tarif Trump akan menyebabkan resesi, mengingat ekonomi mereka juga didorong oleh ekspor ke wilayah lain dan juga dipengaruhi permintaan domestik,” tambahnya.
INDONESIA DIANGGAP TIDAK SERIUS
Menurut para pengamat di antara ASEAN-6, tarif Trump paling berdampak terhadap perekonomian dan politik di Indonesia, Malaysia, Thailand dan Vietnam.
Bagi Indonesia, tarif Trump akan menghambat target pertumbuhan ekonomi yang ambisius dari Presiden Prabowo Subianto, terutama di sektor-sektor kunci seperti pakaian jadi, alas kaki, dan elektronik.
Prabowo, yang mulai menjabat pada Oktober 2024, telah berjanji untuk mencapai pertumbuhan ekonomi tahunan sebesar 8 persen selama lima tahun ke depan.
Ekonom Siwage Dharma Negara, koordinator Program Studi Indonesia di ISEAS–Yusof Ishak Institute, mengatakan kepada CNA bahwa jika Indonesia gagal merundingkan penurunan tarif dengan AS maka ambisi Prabowo tersebut akan gagal.
“Jika tarif sebesar 32 persen dari AS terhadap ekspor Indonesia benar-benar diterapkan sepenuhnya, hal ini akan menjadi tantangan besar bagi target ambisius Prabowo mencapai pertumbuhan ekonomi 8 persen selama masa jabatannya,” tambahnya.
“Kemunduran semacam ini bahkan membuat target pertumbuhan 5 persen menjadi lebih sulit untuk dicapai.”

Bhima Yudhistira Adhinegara, Direktur Center of Economic and Law Studies di Indonesia, mengatakan bahwa keterkaitan Jakarta dengan rantai pasok global membuat perekonomiannya “sangat sensitif” terhadap tarif AS.
“Apa pun barang yang kita produksi dan kirim ke China, misalnya, pada akhirnya perusahaan-perusahaan China juga mengirim produk mereka ke AS,” ujarnya kepada CNA.
“Hal kedua adalah karena fluktuasi nilai tukar. Rupiah terhadap dolar AS sangat sensitif terhadap segala hal — mulai dari impor bahan baku, remitansi, hingga biaya hidup (yang meningkat) dan akan segera ditanggung oleh konsumen Indonesia.”
Bhima memperingatkan ekonomi dalam negeri bisa terpuruk jika negara-negara manufaktur besar seperti China dan Vietnam menghindari tarif AS dengan menjual produk mereka ke pasar alternatif, yaitu Indonesia.
Jika demikian, kata Bhima, produk dalam negeri tidak akan mampu bersaing dengan produk-produk dari China dan Vietnam yang membanjiri pasar.
Pemerintah Indonesia telah mengambil beberapa langkah menyusul penerapan tarif Trump. Selasa lalu, Indonesia mengumumkan sejumlah konsesi untuk impor dari AS, termasuk pengurangan pajak atas barang elektronik dan baja.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan Indonesia juga akan menurunkan bea masuk untuk produk pertambangan dan peralatan kesehatan dari AS.
Sri menyebut ada peluang bagi Indonesia untuk menggantikan Vietnam, Bangladesh, Thailand, dan China sebagai sumber ekspor tertentu ke AS di bawah rezim tarif baru ini.
Sebagai negara dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara, Indonesia juga mengirim delegasi tingkat tinggi ke AS pekan depan untuk melakukan negosiasi guna meringankan dampak tarif 32 persen.
Presiden Prabowo menegaskan bahwa negaranya tidak akan melakukan tindakan balasan, tetapi justru akan menempuh jalur negosiasi diplomatik.
Indonesia juga berencana untuk membeli gas petroleum cair (LPG), gas alam cair (LNG), dan kedelai dari AS sebagai bagian dari upaya negosiasi, kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, yang akan memimpin delegasi Indonesia ke AS.
Meskipun begitu, Bhima menilai pemerintah Indonesia belum menunjukkan “keseriusan” dalam menghadapi masalah ini, mengingat posisi duta besar Indonesia untuk Washington telah kosong selama dua tahun.
Bhima mendesak pemerintahan Prabowo “bertindak cepat” dan mulai merumuskan kebijakan stimulus fiskal, seperti diskon listrik untuk pelaku usaha dan pelonggaran syarat kredit atau pinjaman untuk industri yang terdampak tarif AS.
Menurut Bhima, pemerintah Indonesia kurang menunjukkan kesadaran akan situasi krisis. "Kita ingin tetap optimis, tapi di sisi lain, kita harus mengakui bahwa ada masalah besar di depan mata,” kata dia.
Gagalnya pencapaian target pertumbuhan 8 persen saja sudah cukup buruk, namun masalah ekonomi yang lebih dalam akan memperparah turunnya kepercayaan publik terhadap pemerintahan saat ini, yang juga sedang menghadapi kritik atas kebijakan-kebijakan yang kontroversial, di antaranya UU TNI dan RUU Polri, ujar Bhima.
“Jika masyarakat melihat dampak tarif AS tidak terkendali dan nilai tukar (rupiah) makin melemah terhadap dolar AS — misalnya menjadi Rp18.000 per dolar — saya pikir kepercayaan terhadap bank sentral dan pemerintah akan menurun,” tambahnya.
“Instabilitas politik yang menyertainya akan menjadi beban tambahan bagi perekonomian Indonesia… Masa depan Indonesia, dalam konteks ini, tidak terlalu cerah. Masyarakat sudah jenuh.”
BAGAIMANA SEHARUSNYA ASEAN BERNEGOSIASI DENGAN AS?
Malaysia sebagai ketua ASEAN tahun ini tengah mengkoordinasikan respons dengan para pemimpin lainnya terkait tarif AS. Malaysia juga akan memimpin rapat khusus Menteri Ekonomi ASEAN pada Kamis pekan ini untuk mengatasi dampak tarif AS terhadap perdagangan dan investasi regional.
Namun, beberapa pengamat berpendapat bahwa ASEAN tidak dipandang oleh Amerika Serikat sebagai pemain global utama, dan perbedaan situasi perdagangan di antara negara-negara anggotanya menunjukkan bahwa akan lebih konstruktif jika masing-masing negara bernegosiasi langsung dengan Washington.
Edwin Oh Chun Kit, seorang analis sosial-ekonomi independen di Malaysia, mengatakan bahwa blok ASEAN sebaiknya mencoba menawarkan “konsesi selektif” kepada AS, seperti penyesuaian ketentuan perdagangan atau akses pasar, guna memberikan “kemenangan simbolis” bagi Trump tanpa mengorbankan kepentingan inti kawasan.
“ASEAN seharusnya mengadopsi strategi keterlibatan yang terukur, dengan menekankan dalam negosiasi sebagai sebuah blok bahwa pasar ASEAN sangat penting bagi AS, serta bagaimana ketahanan atau poros alternatif kawasan ini bisa memperparah tekanan ekonomi Amerika,” katanya kepada CNA.
“Namun, perhitungan respons semacam ini memang sangat kompleks. Banyak negara anggota yang sudah mulai bernegosiasi secara mandiri dengan AS — langkah yang tidak bisa disalahkan juga, mengingat besarnya kepentingan nasional dan kesejahteraan ekonomi masing-masing negara.”
Ikuti saluran WhatsApp CNA Indonesia untuk dapatkan berita menarik lainnya. Pastikan fungsi notifikasi telah dinyalakan dengan menekan tombol lonceng.