Dilema Starlink di Asia Tenggara: Internet tembus ke pelosok, tapi jadi andalan gembong penipu
Starlink memang bisa menyediakan internet yang lebih baik hingga ke pelosok atau daerah yang dilanda bencana. Namun menurut para pakar, kehadiran Starlink membawa serta tantangan yang mesti diatasi pemerintah di Asia Tenggara.

Roket SpaceX Falcon 9 yang membawa satelit Starlink terlihat di atas Sebastian Inlet setelah diluncurkan dari Cape Canaveral, Florida, AS, pada 26 Februari 2025. (Foto: REUTERS/Sam Wolfe)
BANGKOK: Pada 20 Februari, penerbangan pertama yang membawa warga China yang berhasil diselamatkan dari kompleks penipuan di kota perbatasan Myawaddy, Myanmar, lepas landas.
Sebelumnya, operasi gabungan antara Thailand dan China diluncurkan untuk memberantas jaringan kriminal yang dilaporkan telah menahan ratusan ribu orang dan menghasilkan keuntungan miliaran dolar AS.
Operasi itu terlihat berhasil; ribuan pekerja berhasil dibebaskan dan dibawa melintasi perbatasan Thailand, dekat kota Mae Sot.
Usai operasi tersebut, Erin West tiba di perbatasan untuk melihat langsung apa yang terjadi. Ini bukan pertama kalinya West yang mengaku sebagai "pembasmi penipuan" mendatangi tempat itu.
Tapi itu adalah kali pertama dia melihat sendiri apa yang dibicarakan di grup chat, termasuk mendengar langsung dari orang-orang yang berhasil diselamatkan, bahwa Starlink digunakan di sana. Terminal-terminal Starlink berhasil diselundupkan melintasi perbatasan oleh para pelaku kejahatan.
Di tangan mereka, internet yang bebas, bisa diandalkan dan cepat digunakan untuk berbagai aksi kejahatan.
Starlink yang dioperasikan oleh SpaceX, perusahaan teknologi antariksa milik miliarder AS Elon Musk, bekerja dengan mengirimkan sinyal dari serangkaian satelit di orbit rendah Bumi. Cara kerjanya berbeda dengan jaringan seluler yang membutuhkan infrastruktur darat untuk menyediakan layanan internet dengan bandwidth yang beragam.
Layanan Starlink belum ada izin di Myanmar dan penggunaan untuk aktivitas ilegal adalah pelanggaran di bawah kebijakan Starlink. Namun, gembong kriminal berhasil mengakali perangkat Starlink agar bisa mengakses limpahan sinyal internet yang sah dari daerah lain di Asia Tenggara.

Menurut perkiraan Myanmar Internet Project pada tahun lalu, ada lebih dari 3.000 perangkat Starlink yang aktif di Myanmar.
Myanmar Internet Project adalah sebuah kelompok peneliti dan praktisi yang melacak perkembangan digital di negara tersebut.
Dalam wawancara dengan Voice of America (VOA), salah satu peneliti di kelompok ini mengatakan bahwa Starlink "adalah satu-satunya solusi yang tepat untuk internet instan" di Myanmar, mengingat pemerintah setempat telah beberapa kali mematikan internet.
Myanmar Internet Project juga menemukan bahwa internet satelit inijuga digunakan oleh organisasi kemanusiaan dan kelompok pemberontak yang tengah berkonflik dengan junta Myanmar.
Selama operasi pemberantasan gembong penipuan, pemerintah Thailand mencoba meredam aksi ilegal itu dengan cara mematikan listrik dan akses telekomunikasi. Tapi menurut West, cara itu tidak lagi berhasil.
West mendapatkan informasi soal penggunaan Starlink dari pesan yang dikirim seseorang yang mengaku berada di dalam kompleks penipu pada tahun lalu.
"Orang ini, berulang-ulang, terus mengatakan, 'buat agar mereka mematikan Starlink. Jika mereka mematikan Starlink, masalah ini bisa selesai'," kata dia.
Pesan-pesan itu kemudian membuat West menyurati Dewan Jenderal SpaceX pada Juli lalu, sebagai bentuk peringatan.
West adalah mantan wakil jaksa wilayah di California dan pendiri Operation Shamrock, sebuah gerakan yang didedikasikan untuk memberantas epidemi penipuan global yang dikenal sebagai “pig butchering”. Istilah ini merujuk pada skema penipuan berbasis cinta dan investasi, di mana pelaku menjerat korban secara emosional dalam jangka waktu tertentu sebelum akhirnya menipu dan menguras uang mereka.
West mengatakan bahwa dia tidak menerima balasan dari SpaceX: "Padahal saya sangat berharap. Saya kecewa."
Dia bukan orang satu-satunya yang menghubungi SpaceX milik Musk. Rangsiman Rome, anggota parlemen oposisi dan ketua komisi keamanan nasional dan perbatasan Thailand, sebelumnya juga telah menyampaikan keprihatinannya tentang penggunaan Starlink untuk tindak kejahatan.
"Kami telah mengungkap pusat-pusat penipuan di Asia Tenggara dan menemukan bukti solid bahwa penjahat siber di kawasan ini mengekploitasi Starlink untuk penipuan besar-besaran," kata dia di X pada Februari lalu, men-tag Musk.
"Ini adalah masalah serius yang memiliki konsekuensi di dunia nyata. Kami telah mendesak pemerintah untuk segera bertindak dengan memutus listrik dan internet ke kompleks tersebut, tapi kemudian mereka mulai menggunakan Starlink untuk mengakses internet. Bagimana Anda menyikapi hal ini?"

Awal tahun ini, majalah WIRED mempublikasikan penemuan bahwa ada sedikitnya delapan kompleks dan ratusan telepon seluler di sepanjang perbatasan Myanmar yang mengakses Starlink.
"Alat penerima Starlink jelas terlihat. Benda itu ada di bangunan-bangunan. Kami tahu bahwa kompleks ini bergantung pada cara komunikasi seperti ini," kata West.
Berbagai investigasi media lainnya, di antaranya oleh Bloomberg dan Wall Street Journal, juga menemukan tren penggunaan Starlink untuk aktivitas ilegal di berbagai tempat lainnya di seluruh dunia, termasuk di Afrika, Timur Tengah dan Asia tengah.
SpaceX tidak merespons pertanyaan CNA terkait masalah ini, termasuk apakah mereka mengetahui adanya akses ilegal terhadap jaringan mereka di Myanmar dan langkah apa yang dilakukan untuk mencegahnya.
"Jika SpaceX mendapat informasi bahwa ada terminal Starlink digunakan oleh pihak-pihak yang terkena sanksi atau tidak berizin, kami akan menyelidiki klaim tersebut dan mengambil tindakan berupa deaktivasi terminal jika terkonfirmasi benar," ujar SpaceX di akun X perusahaan tersebut pada tahun lalu.

PERTEMUAN TINGKAT TINGGI
Di hari yang sama dengan penerbangan pulang para pekerja kompleks penipuan dari Utara Thailand, sekitar 1.000 km jauhnya, perwakilan SpaceX melakukan presentasi untuk secara resmi memperluas operasional mereka di Kamboja.
Dalam pertemuan itu hadir Perdana Menteri Hun Manet dan jajaran kabinetnya, serta Rebecca Hunter, direktur pemasaran Starlink dan SpaceX.
Menurut laporan USAID, ada lebih dari 150.000 orang di Kamboja yang terjerat industri penipuan. Para pengamat mengatakan, kompleks penipuan di negara ini beroperasi secara terang-terangan dan sangat bergantung pada koneksi internet yang stabil.
Kompleks-kompleks penipuan bermunculan di wilayah pelosok Kamboja. Kondisi ini membuat West yakin, Starlink juga akan digunakan untuk industri penipuan di Kamboja seperti halnya di Myanmar.
"Kekhawatiran saya adalah infrastruktur yang ada untuk layanan seluler tidak lagi mencukupi untuk memenuhi kebutuhan di lokasi-lokasi terpencil dan Starlink sangat cocok (bagi para penipu) untuk menjalankan bisnis haram ini," kata dia.
Para pakar mengatakan, Starlink memang bisa menyediakan internet yang lebih baik untuk masyarakat, terutama mereka yang tinggal di pelosok yang tidak terjangkau infrastruktur jaringan darat. Namun hal ini bisa menyebabkan ketergantungan terhadap entitas asing dalam penyediaan layanan penting seperti internet.
Jika tidak diregulasi dengan baik, kata pakar, maka para pelaku kejahatan bisa mendapatkan akses tanpa batas ke jaringan internet.
Untuk jaringan internet tradisional, pemerintah memang bisa mengendalikannya melalui infrastruktur, moderasi konten atau kerangka hukumnya. Namun Starlink memiliki tantangan yang berbeda.
Kontrol yurisdiksi teritorial atas satelit masih menjadi perdebatan dan hukum yang mengatur penggunaannya masih belum dikembangkan.
Perjanjian ruang angkasa terakhir ditandatangani pada tahun 1979. Artinya, SpaceX sebagai perusahaan swasta, beroperasi di wilayah abu-abu yang mungkin belum pernah masuk dalam pengawasan pemerintah.
Kendali Musk terhadap jaringan ini memicu kekhawatiran apakah nantinya Starlink bisa memutus, membatasi atau memanipulasi akses internet jika ada perubahan kepentingan ekonomi atau politik, ujar Surachanee Sriyai, peneliti tamu pada Program Media, Teknologi dan Masyarakat di ISEAS - Yusof Ishak Institute, dalam tulisan opininya untuk CNA.
Jika Kamboja memberikan izin bagi Starlink untuk beroperasi di langitnya, maka mereka akan menjadi negara keempat di Asia Tenggara setelah Filipina, Malaysia dan Indonesia.
SpaceX sendiri telah berencana memperluas cakupan mereka di kawasan ini.
Pada Maret lalu, Vietnam telah menyetujui implementasi pilot selama lima tahun untuk teknologi satelit orbit rendah milik SpaceX, berpotensi menjadi investasi besar bagi perusahaan Musk tersebut.
Thailand memang belum memberikan lisensi bagi Starlink, namun Komisi Penyiaran dan Telekomunikasi Nasional-nya pada Januari lalu telah menyetujui kolaborasi selama enam bulan antara SpaceX dan Universitas Pangeran Songkla untuk sektor pemulihan bencana, telemedicine dan aplikasi pembelajaran.
Sementara itu di India, dua operator telekomunikasi utama - Reliance Jio Infocomm Ltd dan Bharti Airtel Ltd - telah menandatangani kesepakatan terpisah dengan SpaceX, tetapi belum diizinkan secara hukum untuk beroperasi.

FILIPINA JADI YANG PERTAMA
Kecuali Myanmar yang kondisinya masih rentan karena perang saudara, negara-negara lainnya di Asia Tenggara dihadapkan pada pilihan: Apakah akan mengizinkan Starlink beroperasi.
Filipina adalah negara pertama di Asia Tenggara yang memberikan izin.
Komisi Telekomunikasi Nasional Filipina memberikan lisensi pada Starlink pada Mei 2022 demi penyediaan internet murah di desa-desa yang tidak terjangkau layanan telekomunikasi.
"Perusahaan telekomunikasi tidak diberikan insentif untuk melayani wilayah-wilayah dengan populasi yang sedikit. Jadi, daerah perdesaan tertinggal dalam hal jaringan internet," kata Wilson Chua, kepala eksekutif perusahaan analisis data dan proses bisnis, Future Gen International.
"Starlink membawa perubahan. Alatnya bisa dipasang di mana saja, bahkan di tengah laut. Ketika Starlink mulai muncul, kita bisa lihat pertumbuhan yang menjamur."
Chua mendirikan Project Bass, sebuah kelompok advokasi warga di mana para sukarelawan menggunakan aplikasi untuk mencatat kecepatan dan jangkauan internet di mana pun mereka berada. Dari sini diketahui penyebaran Starlink dalam beberapa tahun terakhir.
Hampir 1.500 perangkat Starlink terdeteksi aktif di seluruh Filipina, tetapi menurut Chua angkanya bisa lebih tinggi lagi.
Dia mengaku terkejut mendapati banyak pengguna Starlink di Metro Manila, kota dengan layanan internet yang sudah baik. Menurut Chua, para pengguna mungkin sedang mempersiapkan diri untuk keadaan darurat.
"Entah gedung yang mereka tempati tidak menyediakan bandwidth yang cukup, atau mereka sedang mempersiapkan diri menghadapi bencana," kata Chua, menambahkan bahwa gempa bumi besar dapat mengganggu sinyal internet di negara tersebut.
"Selain itu, kabel bawah laut yang menyediakan internet ke Filipina bisa dihitung dengan jari. Dan Starlink adalah cara bagi kami untuk bersiap-siap."
Para pengusaha, lanjut Chua, juga mengaku lebih hemat menggunakan perangkat Starlink dan menjual bandwidth-nya ke beberapa pengguna atau seluruh komunitas.
Pemerintah Filipina telah mengawasi area abu-abu terkait perusahaan-perusahaan swasta yang menggunakan Starlink dan segera akan membuat rancangan undang-undang baru terkait persaingan antar penyedia layanan internet.
Pada Februari lalu, anggota parlemen Filipina mengesahkan Undang-undang Konektadong Pinoy yang memungkinkan pemain kecil lebih mudah masuk ke pasar dan mendorong berbagi infrastruktur di antara penyedia layanan internet.
"Pemerintah Filipina sekarang menyadari bahwa (perusahaan telekomunikasi yang sudah ada) tidak berhasil membangun infrastruktur dan ketika ada COVID-19, pendidikan tidak jalan, layanan medis juga tidak jalan," kata Chua.

KEHATI-HATIAN INDONESIA
Indonesia juga menghadapi masalah yang sama.
Sekitar seperlima dari populasi Indonesia tidak memiliki akses internet yang memadai, berdasarkan data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII).
Meski Indonesia telah menerima Starlink dan memberikan lisensi pada Mei tahun lalu, namun para pengamat menilai pemerintah masih berhati-hati dalam membiarkan perusahaan Musk ini mengisi kekosongan infrastruktur.
Hingga kini belum diketahui berapa banyak perangkat Starlink yang sudah digunakan di Indonesia, dan investasi awal perusahaan tersebut tergolong kecil, yaitu US$1,8 juta.
Namun tetap saja, peluncuran Starlink di Bali dalam proyek internet cepat untuk layanan medis dilakukan meriah dengan kehadiran langsung Elon Musk. Perangkat Starlink sempat dimatikan di salah satu puskesmas Bali tidak lama setelah peluncuran karena koneksi yang tidak stabil.
Menurut Karl Gading Sayudha, analis yang berfokus pada isu pertahanan, keamanan, dan hubungan internasional di Kiroyan Partners, perusahaan konsultan di Jakarta, kehadiran Starlink membuat perusahaan-perusahaan telekomunikasi tradisional meminta pemerintah menciptakan ruang persaingan yang adil.
Pasalnya, kehadiran Starlink akan membuat jaringan infrastruktur yang telah didirikan sejak puluhan tahun lalu menjadi sia-sia.
“Penyedia layanan telekomunikasi ini telah menginvestasikan miliaran rupiah. Jadi mereka mempertanyakan upaya dan tanggung jawab pemerintah untuk memastikan bahwa ini adalah persaingan yang adil,” ujarnya.
“Mereka meminta pemerintah untuk mengaturnya sebelum menjadi tidak terkendali.”
APJII bahkan telah mendesak pemerintah pada pertengahan tahun lalu untuk membekukan izin Starlink karena “berpotensi mengganggu keberlanjutan dan kemandirian industri ISP lokal,” kata ketuanya, Muhammad Arif Angg.
Telkom, perusahaan telekomunikasi milik negara, serta Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI), juga menyerukan agar aturan yang berlaku dibuat setara bagi semua pihak.
Ekspansi Starlink “mungkin terlihat agresif” di mata perusahaan-perusahaan ini sehingga menimbulkan kekhawatiran, kata Darynaufal Mulyaman, dosen Program Studi Hubungan Internasional di Universitas Kristen Indonesia.
"Karena di atas kertas, persaingannya sangat tidak seimbang,” tambahnya, seraya mengatakan bahwa Starlink memiliki staf lokal yang sangat minim dan tidak berkontribusi pada pembangunan infrastruktur jaringan nasional di Indonesia.
Kendati demikian, harga layanan Starlink masih tergolong tinggi, dan ini menjadi hambatan untuk penggunaannya secara luas. Paket residensialnya dimulai dari 750.000 rupiah per bulan, sehingga hanya terjangkau oleh kalangan berpenghasilan menengah ke atas. Angka ini hampir dua kali lipat dari tarif operator lokal, belum termasuk biaya pemasangan.
Namun seperti yang terjadi di negara lain, harga Starlink bisa dengan cepat turun seiring bertambahnya jumlah pengguna.
Starlink juga berencana menawarkan paket layanan internet seluler pada tahun ini. Jika diizinkan pemerintah, maka Starlink akan bersaing langsung dengan operator telekomunikasi lainnya dalam memperebutkan pasar yang menggiurkan—yakni ratusan juta pelanggan.
Harga yang ditawarkan Starlink jauh lebih murah dibandingkan penyedia internet satelit lainnya, memicu keluhan dari Asosiasi Satelit Indonesia (ASSI) yang menilai penawaran Starlink adalah bentuk persaingan "predatoris". Namun, lembaga pengawas anti-monopoli Indonesia memutuskan tahun lalu bahwa harga tersebut bersifat promosi, bukan tidak adil.
Para pengamat mengatakan pemerintah Indonesia berhati-hati dalam menerapkan regulasi yang akan membuat Starlink berkembang terlalu cepat, sehingga berpotensi mengancam kendali pemerintah atas informasi dan membuat masyarakat lebih mudah mengawasi kebijakan dan kinerja pejabat.
"Saat ini, saya melihat pemerintah ingin membatasi hal itu, karena mereka melihat media sosial punya kekuatan yang cukup besar," kata Sayudha.
Indonesia memiliki rencana besar menjadi pemimpin global di bidang digital melalui Visi Indonesia Emas 2045. Salah satu fokus utamanya adalah pembangunan infrastruktur digital yang merata.
Namun, hal ini menciptakan sebuah “dilema” dalam prioritas kebijakan akses internet, kata Darynaufal.
"Kita butuh internet untuk memberi pendidikan, layanan kepada masyarakat, birokrasi, dan sebagainya. Jadi kita memang membutuhkan akses yang lebih baik,” ujarnya.
"Tapi di sisi lain, internet juga bisa menimbulkan masalah bagi pemerintah, seperti munculnya suara-suara aktivis dari tingkat akar rumput.”

MEMITIGASI RISIKO DENGAN PERATURAN
Pemerintah di Asia Tenggara juga harus bisa mengelola keamanan dan risiko lainnya yang muncul seiring ketergantungan yang lebih besar kepada penyedia layanan internet satelit.
Para pakar mengungkapkan kekhawatiran atas meningkatnya pengaruh perusahaan teknologi dan kedekatan mereka dengan pemerintah. Salah satu contohnya adalah hubungan dekat Elon Musk dengan pemerintahan Donald Trump, kata Sayudha.
Ia menyinggung pernyataan Musk yang menyatakan bahwa dirinya bisa menghentikan operasi Starlink di Ukraina.
Pasukan Ukraina menggunakan Starlink untuk berkomunikasi di medan perang, dan pada Maret lalu, Musk menulis di platform media sosial X bahwa “seluruh garis depan militer Ukraina akan runtuh jika saya mematikannya.”
Pernyataan itu memicu ketegangan dengan menteri luar negeri Polandia, yang mengatakan bahwa Polandia yang membayar terminal Starlink untuk Ukraina.
Musk kemudian menulis: "Untuk memperjelas, seberapa pun saya tidak setuju dengan kebijakan Ukraina, Starlink tidak akan pernah mematikan terminalnya."
Bagi negara-negara yang tengah menghadapi bencana, konflik, atau tantangan ekonomi, pemerintahnya semakin condong ke arah perusahaan teknologi yang menawarkan layanan, ujar Allison Pytlak, peneliti senior dan direktur Program Siber di Stimson Center, sebuah lembaga riset nirlaba.
Ia mengatakan, negara-negara yang tidak memiliki pengawasan atau sistem yang kuat bisa jadi terlalu bergantung pada penyedia seperti Starlink, yang pada akhirnya meningkatkan risiko penyalahgunaan teknologi.
Pytlak berpendapat bahwa hal ini seharusnya mendorong lebih banyak pertanyaan dan pengawasan terhadap peran dan tanggung jawab penyedia layanan internet dan perusahaan teknologi lainnya.
“Perusahaan-perusahaan teknologi ini memang aktor swasta, tetapi posisi mereka seolah ada bersama pemerintah, karena mereka menyediakan layanan yang biasanya disediakan oleh pemerintah,” ujarnya.
“Sudah jelas bahwa kita semakin ketergantungan. Jadi, mereka memang layak berada dalam posisi tersebut, tetapi sampai sekarang kita belum benar-benar merumuskan aturan main yang jelas bagi mereka.”
Ikuti saluran WhatsApp CNA Indonesia untuk dapatkan berita menarik lainnya. Pastikan fungsi notifikasi telah dinyalakan dengan menekan tombol lonceng.