Skip to main content
Hamburger Menu
Close
Edisi:
Navigasi ke edisi CNA lainnya di sini.

Iklan

Asia

'Semua beban ada di pundak saya': Risau para anak tunggal di tengah kewalahannya sistem pensiun China

Sistem pensiun di China diproyeksi akan kewalahan dalam memenuhi tunjangan pensiun di tengah krisis demografi yang terjadi akibat penerapan kebijakan satu-anak. 

'Semua beban ada di pundak saya': Risau para anak tunggal di tengah kewalahannya sistem pensiun China

China menaikkan usia pensiun untuk mengurangi tekanan pada sistem pensiunnya, tetapi para analis mengatakan bahwa China perlu melakukan lebih banyak hal, terutama untuk generasi yang memiliki satu anak. (Ilustrasi: CNA/Rafa Estrada)

SINGAPURA: Setiap bulannya, Xianggui, pekerja kantoran di provinsi Jiangsu, China, harus rela menyisihkan seperlima dari 10.000 yuan (Rp21,8 juta) gajinya untuk dana pensiun kedua orangtuanya.

Seperti halnya orang dewasa di China yang tidak memiliki saudara kandung, perempuan 29 tahun ini membantu keuangan kedua orangtuanya yang berusia 50 tahunan.

Xianggui mulai menabung uang setelah tahu bahwa orangtuanya hanya akan menerima tunjangan pensiun sekitar 200 yuan (Rp437 ribu) setiap bulan. Untuk membantu mereka, dia menargetkan bisa menabung setidaknya 200.000 (Rp437 juta) yuan dalam 10 tahun ke depan.  

Ini adalah kenyataan pahit yang harus dijalani oleh "keluarga ber-anak tunggal", sebuah keluarga yang tumbuh di tengah penerapan kebijakan satu-anak di China. Setelah diberlakukan 36 tahun, kebijakan ini akhirnya dihapuskan karena menyebabkan krisis demografi.

"Banyak keluarga di desa saya hanya punya satu anak karena kebijakan nasional ini," kata Xianggui yang menolak disebutkan nama lengkapnya kepada CNA. Dia berharap pemerintah bisa meningkatkan skema pensiun nasional agar tunjangan bertambah dan beban finansial yang ditanggung anak tunggal berkurang.

Sistem pensiun di China memang tengah kewalahan akibat pertumbuhan populasi tua yang cepat dan anjloknya angka kelahiran. Kondisi ini akhirnya menciptakan kurangnya jumlah masyarakat pekerja yang membiayai sistem pensiun, sementara jumlah pensiunan yang berhak mendapat tunjangan terus bertambah.

China akan meningkatkan usia pensiun mulai Januari 2025. Menurut para pakar, langkah pemerintah Beijing ini sudah benar, namun tidak cukup dan butuh strategi yang lebih baik untuk menyokong keberlangsungan skema pensiun nasional.

Setelah menyisihkan untuk tabungan pensiun orang tuanya, dikurangi lagi dengan biaya hidup, gaji Xianggui hanya tersisa sedikit. Akibatnya, dia harus menunda impian pribadinya, seperti memiliki rumah sendiri dan menikah.

"Tunjangan pensiun bulanan orang tua saya sangat kecil, saya jadi khawatir," kata dia. "Sebagai anak satu-satunya, semua beban ada di pundak saya."

TIGA SISTEM PENSIUN DI CHINA

China berada di posisi ke-31 dunia dari 48 negara untuk sistem pensiun dengan skor 56,6 dan mendapatkan grade C, berdasarkan Indeks Pensiun Global Mercer CFA tahun 2024. Ranking China tahun ini lebih baik ketimbang 2023 dengan skor 55,3.

Namun China mendapatkan nilai D untuk keberlanjutan. Pasalnya, sistem pensiun di China saat ini dikhawatirkan tidak mampu memenuhi tunjangan dan tidak memiliki ketahanan finansial jangka panjang.        

Bandingkan dengan negara-negara Nordik yang memiliki skema pensiun seimbang seperti Swedia, Islandia dan Denmark yang masing-masing mendapatkan skor 74,3, 83,4 dan 81,6. Sistem pensiun Singapura berada di ranking 5 dengan skor 78,7.

Ilustrasi kehidupan masyarakat di China. (iStock)

Menurut data statistik China, sistem pensiun di negara itu menanggung lebih dari 1,07 miliar orang dan memiliki tiga pilar.

Ketiga pilar itu yaitu sistem pensiun dasar yang diselenggarakan oleh negara, melingkupi para pekerja di perkotaan, warga perkotaan dan warga perdesaan.

Lalu ada rencana pensiun sukarela, yang diselenggarakan oleh pemberi kerja dengan cakupan yang relatif terbatas.

Ketiga adalah skema pensiun sukarela swasta, yang diluncurkan pada 2022 namun per Juni 2024 memiliki tingkat partisipasi yang rendah dengan hanya 60 juta yang membuka rekening pensiun.

Sistem pensiun dasar memiliki cakupan yang paling luas. Namun pengamat mencatat, hanya setengah dari 1,07 miliar peserta sistem pensiun dasar yang dianggap layak mendapatkan tunjangan bagi pekerja perkotaan yang nilainya lebih besar.

Kesenjangan pada besaran tunjangan perkotaan dan perdesaan cukup besar. Tunjangan bulanan rata-rata untuk pekerja dan pemilik usaha di perkotaan adalah sekitar 3.326 yuan, jauh lebih besar ketimbang 179 yuan yang diterima pekerja dan warga di perdesaan.

Mereka yang bekerja di sektor bergengsi, seperti pegawai negeri sipil, dokter, dan guru menerima tunjangan pensiun lebih besar lagi. 

Tapi di sisi lain, pekerja perantau di kota tidak diikutsertakan dalam skema pensiun dengan tunjangan yang besar kendati mereka telah bekerja dan tinggal lama di daerah urban.

CHINA KEWALAHAN KARENA DANA PENSIUN MENIPIS

Selain kesenjangan tunjangan, sistem pensiun di China juga kewalahan sebab dana pensiun diyakini akan segera menipis, bahkan habis.

Pada 2019, Akademi Ilmu Sosial China (CASS) telah memperingatkan dana tunjangan pensiun untuk karyawan perkotaan akan menipis pada 2035. Peringatan itu disampaikan sebelum pandemi COVID-19, artinya proyeksi ini akan terjadi dengan lebih cepat.

"Banyak defisit pada asuransi kesehatan atau tunjangan pensiun di masa COVID-19 yang menciptakan kejutan yang negatif," kata Zongyuan Zoe Liu, peneliti senior Maurice R Greenberg untuk studi China di Council on Foreign Relations (CFR) kepada CNA.

Liu menambahkan ada kekhawatiran dana asuransi sosial nasional China bisa menipis sebelum 2035.

Laporan pemerintah Beijing pada 2021 menunjukkan bahwa dana asuransi sosial China untuk pertama kalinya mencatatkan defisit tahunan pada 2020. Kondisi ini terjadi setelah pemerintah melonggarkan kontribusi pembayaran asuransi pegawai demi membantu perusahaan melalui pandemi COVID-19. Pada 2020, pengumpulan dana itu anjlok 13,3 persen sementara pengeluaran naik 5,5 persen.

Pengeluaran untuk tunjangan pensiun mencakup sekitar 5,4 persen dari total PDB China pada 2023, meningkat dari 5,2 persen pada 2022 dan 2021, berdasarkan data dari Statista.

Pengamat mengatakan, bahwa meski angka ini terlihat moderat dibandingkan negara-negara maju, tapi cukup besar untuk negara berkembang seperti China.

"Keberlanjutan dari tingkat pengumpulan dan pembayaran tersebut bergantung pada masa depan ekonomi China," kata Mark W Frazier, profesor politik di The New School, New York.

"Anda selalu dapat menurunkan angka pengeluaran 5,4 persen jika memiliki ekonomi yang lebih besar, tetapi jumlah absolut pengeluaran pensiun akan terus meningkat dari tahun ke tahun."

China mengalami krisis demografi dengan warga lansia yang lebih banyak jumlahnya ketimbang warga dewasa produktif. (iStock)

Dengan populasi China yang semakin menua, berarti semakin banyak yang akan mengklaim tunjangan pensiun. Tapi di sisi lain, jumlah pekerja dewasa yang berkontribusi pada dana pensiun kian sedikit. Hal ini berisiko pada keberlanjutan sistem pensiun di China.

Populasi penduduk berusia 60 tahun ke atas di China mencapai 297 juta pada 2023, atau lebih dari 20 persen dari total populasi. Persentase ini diproyeksikan akan meningkat menjadi lebih dari 52 persen pada tahun 2100 - artinya lebih dari separuh penduduk China nantinya adalah lansia.

Jumlah angkatan kerja di negara ini juga menyusut karena tingkat kesuburan yang menurun. Sekarang China menjadi salah satu negara dengan tingkat kesuburan terendah di dunia, yaitu 1,1 anak per perempuan.

Ketidakseimbangan ini secara langsung mempengaruhi rasio ketergantungan, yaitu jumlah pekerja yang akan menanggung setiap pensiunan. Dudley L Poston Jr, profesor sosiologi di Texas A&M University, mengatakan bahwa berdasarkan proyeksi populasi PBB, rasio ketergantungan China akan turun dari 2,95 menjadi hanya 0,69 dalam waktu kurang dari 80 tahun.

"Akibatnya, risiko dan tekanan finansial menjadi sangat berat," kata Dr Huang Xian, lektor kepala di Departemen Ilmu Politik, Rutgers University. 

Sementara itu, tekanan juga masih sangat berat bagi anak tunggal yang harus menanggung beban finansial masa pensiun orangtua mereka. "Pandangan bahwa seorang anak harus merawat orangtua adalah nilai keluarga klasik - tidak hanya di China secara khusus, tapi juga di negara-negara Asia," kata Liu.

'SEMUA BEBAN ADA DI PUNDAK SAYA'

‘Yang er fang lao’ adalah sebuah peribahasa China yang berarti orangtua merawat dan membesarkan anak untuk bisa menjaga mereka di masa tua.

Tapi dengan diberlakukannya kebijakan satu-anak antara tahun 1980 dan 2015, ditambah lagi tingkat kelahiran yang rendah saat ini, anak-anak tunggal harus bisa menghidupi orangtua mereka sendirian.

Xianggui sendiri khawatir dia tidak mampu menyokong orangtuanya dalam jangka panjang. Dia kemudian melakukan riset di platform online seperti Xiaohonshu soal cara menambah tunjangan pensiun.

Dia meyakini masih mungkin untuk meningkatkan tabungan pensiunnya 4.000 yuan lagi setiap tahunnya.

"Di bawah rencana baru ini, ayah saya bisa menabung setiap tahunnya 8.000 yuan setiap tahun dan ibu saya 4.000 yuan di masing-masing rekening pensiun mereka. Jika digabungkan, tunjangan pensiun mereka bersama bisa mencapai lebih dari 1.000 yuan (Rp2,1 juta) per bulan," kata dia.

Meski jumlah itu juga tidak besar, namun menurut dia itu lebih baik ketimbang tidak ada sama sekali. Lagipula, angka itu masih masuk dalam batas kemampuan finansialnya.

Tanggung jawab serupa juga dilakukan oleh Dove Long, bungsu dari tiga bersaudara. Perempuan lajang berusia 41 tahun ini memberikan uang bulanan kepada orangtuanya dan bahkan membayari mereka asuransi kesehatan.

Meski Long memiliki gaji yang lumayan tinggi dari rata-rata, sekitar 20.000 yuan (Rp43 juta) per bulan, namun dia khawatir akan masa pensiunnya sendiri.

Bagi dia, keamanan finansial dirinya untuk jangka panjang masih abu-abu. "Masyarakat secara umum berharap anak-anak bertanggung jawab akan masa pensiun orang tua mereka," kata dia kepada CNA.

"Dengan meningkatnya standar hidup, saya ingin punya dana yang cukup untuk bisa menikmati kebudayaan dan berekreasi setelah pensiun di masa tua nanti, banyak jalan-jalan dan ikut kelas-kelas yang menarik," kata dia.

"Bos saya memang membayarkan asuransi pensiun seperti yang diwajibkan ... tapi bergantung sepenuhnya pada pensiun dari jaminan sosial tidak akan bisa memenuhi kebutuhan masa depan saya akan masa tua yang berkualitas," kata dia.

"Di bawah sistem saat ini, dana pensiun yang akan saya terima cuma untuk kebutuhan hidup, hampir tidak bisa memenuhi semua keinginan saya."

Harapan hidup di China meningkat menjadi 78 tahun pada 2021, dari sekitar 44 tahun pada 1960, dan diproyeksikan melebihi 80 tahun pada 2050.

Harapan hidup yang lebih panjang berarti semakin banyak tekanan finansial seperti meningkatnya biaya kebutuhan hidup dan perawatan lansia. "Seiring bertambahnya usia, wajar jika mereka membutuhkan lebih banyak (kebutuhan) medis, sehingga biaya akan meningkat," kata Liu. "Biaya tambahan ini akan menjadi beban keuangan lain bagi keluarga."

Kaum dewasa muda China juga bergulat dengan beban keuangan lain, seperti upah yang stagnan dan biaya hidup yang tinggi.

Persaingan di pasar kerja tetap ketat dan tekanannya tinggi, tambah Liu.

"Biaya pengasuhan anak juga tinggi," katanya. "Pada dasarnya semua orang harus mengeluarkan biaya jika memutuskan untuk memiliki anak, ini adalah pengeluaran yang besar. Tapi kenaikan upah tetap stagnan."

Dove Long dan ayahnya. (Xiaohongshu/Dove1314567)

BELANJA ATAU MENABUNG?

Kondisi keuangan telah berdampak pada banyak keputusan Xianggui dalam menjalani hidup. Dia dan tunangannya telah bermimpi ingin membeli rumah di Hefei, salah satu kota di China yang paling cepat berkembang, dan dengan banyak warisan sejarah serta inovasi berteknologi tinggi.

Tapi situasinya saat ini membuat dia stres. Akhirnya, mereka memutuskan untuk menunda pernikahan demi mengurus keluarga.

"Keluarga tunangan saya menyumbang sebagian besar uang muka (rumah), sementara saya hanya menambahkan 200.000 yuan (Rp439 juta) karena orangtua tidak bisa membantu keuangan saya," kata dia. "Dia (tunangan) ingin bekerja beberapa tahun lagi untuk bisa menabung."

Huang dari Rutgers University mengatakan warga China yang lahir di era kebijakan satu-anak memang relatif terbuka dan liberal, berbeda dengan orang tua mereka yang lebih kolot.  

"Pendidikan mereka lebih baik dan lebih terpapar dengan media-media baru, kurang percaya pada pemerintah dan memiliki harapan lebih rendah terhadap jaminan sosial pemerintah," kata dia.

"Namun, mereka menghadapi tantangan yang sama dengan generasi tua dalam menyeimbangkan kehidupan antara merawat orangtua dan prioritas keuangan pribadi," lanjut dia.

Tunjangan pensiun yang tidak mencukupi, kata Huang, membuat banyak orang di China tidak punya pilihan selain bergantung pada aset dan tabungan mereka ketika tua nanti.

"Orang-orang tua ingin menabung, mempersiapkan bagi masa pensiun atau situasi darurat," kata Liu. "Kondisi ini membuat mereka mengurangi belanja, dan kurangnya belanja rumah tangga jadi masalah besar bagi perekonomian China saat ini."

Menurut Huang, kegagalan China menstabilkan sistem pensiun akan menghambat konsumsi domestik dan juga berdampak secara global.

"Jika keluarga-keluarga di China merasa akan mendapatkan jaminan kesehatan dan sosial yang lebih baik, maka mereka tidak segan-segan berbelanja, ketimbang menabung untuk masa depan," kata dia.

"Meningkatkan konsumsi juga merupakan stimulan bagi perekonomian."

Ilustrasi warga lansia di China. (iStock)

MENCARI SOLUSI MASA DEPAN

Pada September 2024, pemerintah China mencoba mengatasi permasalahan pada sistem pensiun dengan melakukan reformasi, di antaranya meningkatkan usia pensiun demi meringankan beban pada sistem.

Menurut pengamat, langkah ini sudah lama tertunda. Sejak tahun 1950-an, usia pensiun di China tidak berubah, yaitu 60 tahun untuk lelaki, dan 55 tahun untuk perempuan pekerja kantoran dan 50 tahun untuk perempuan pekerja pabrik.

"Meningkatkan usia pensiun dapat membuat dana pensiun bertahan selama beberapa tahun lagi," kata Poston.

Namun menurut Poston, dengan cara ini bukan berarti masalahnya selesai. "Ini bukan solusi permanen, hanya akan mengatasi sebagian masalah demografi serius yang dihadapi China."

Sementara Frazier mengatakan bahwa solusi ini baru akan dirasakan manfaatnya pada tahun 2040 atau 2050 nanti.

"Biaya pensiun tidak pernah dibebankan secara langsung kepada orang-orang pada saat ini, tetapi ditunda hingga puluhan tahun ke depan," katanya.

Dalam beberapa tahun terakhir pemerintah China juga mencoba mendiversifikasi sumber dana pensiun dengan memperkenalkan skema tabungan swasta pada November 2022.

Rekening Pensiun Individu (IRA) menjadi komponen kunci dalam skema ini. China meniru solusi ini dari rencana 401(k) yang diterapkan Amerika Serikat, yaitu dengan memberikan kesempatan warga untuk secara sukarela menabung 12.000 (Rp26 juta) setiap tahunnya sebagai tambahan tunjangan pensiun mereka nantinya.

Huang mengatakan bahwa IRA adalah rekening tabungan pribadi, bukan asuransi sosial, "karena tidak ada pengumpulan dana sosial atau berbagi risiko di antara pesertanya".

"Pada Mei 2023 ada lebih dari 900 juta rumah tangga jadi peserta IRA, tapi rata-rata tabungan mereka kurang dari 2.000 yuan per kepala keluarga."

Frazier mengatakan sistem pensiun China sangat terfragmentasi, dengan lebih dari 2.000 pemerintahan daerah yang secara independen mengelola dana sendiri-sendiri. Akibatnya, kata dia, banyak pengeluaran administratif yang tidak perlu.

"Jika dipusatkan atau dikurangi menjadi 31 pensiun level-provinsi, maka China bisa menghemat banyak dalam biaya administrasi," kata dia.

Solusi lainnya menurut para ahli adalah melonggarkan sistem pendaftaran rumah tangga hukou di China. Hal ini akan meningkatkan kelayakan dan dukungan bagi pekerja pendatang dan penduduk perdesaan.

Sementara itu, ketergantungan China pada pajak upah pegawai dan dana pensiun tidak akan berkelanjutan karena jumlah tenaga kerjanya menyusut.

Untuk meningkatkan kontribusi pada dana pensiun, Liu menyarankan mencari sumber pendapatan lainnya. "Saat ini, misalnya, China tidak punya pajak properti dan saya kira pajak keuntungan modal di China sangat minim atau bahkan tidak ada sama sekali," kata dia.

Huang menekankan mendesaknya dilakukan langkah fiskal yang lebih luas di China. "Krisis demografi bisa dengan mudah berubah menjadi krisis fiskal bagi pemerintah," kata dia. "Distribusi ulang dan perubahan sistem perpajakan penting dilakukan untuk mengatasi tantangan ini."

Bagi jutaan orang di China, pertaruhannya masih sangat tinggi dan jalan ke depan masih dipenuhi aral melintang.

"Sejujurnya, saya khawatir begitu pensiun nanti, tidak ada cukup dana pensiun pada sistem atau ada penurunan kualitas layanan."

"Namun saya berharap pemerintah dan masyarakat akan terus berusaha mengatasi masalah ini dan meningkatkan sistem untuk memastikannya dapat diandalkan."

Source: CNA/da

Juga layak dibaca

Iklan

Iklan