Resah para pemuda China usai pemerintahnya berencana meningkatkan usia pensiun
Ditetapkan sejak 1950-an, kebijakan usia pensiun China dianggap sudah usang mengingat populasi negara itu yang semakin menua.
SINGAPURA: Ketika Jasmine Chen pertama kali mendengar rencana pemerintah China untuk meningkatkan usia pensiun, reaksinya berbeda dengan rekan kerjanya yang lain.
"Saya tidak marah," kata perempuan asli Shanghai yang bekerja sebagai analis keuangan di platform e-commerce China ini.
"Saya selalu optimistis, dan saya percaya selalu ada kesempatan dalam kesempitan ... ini adalah kondisi yang memaksa saya memikirkan dari sekarang tentang masa pensiun," kata perempuan 36 tahun ini lagi kepada CNA.
Chen tengah berada pada rentang usia kerja di China, antara 16 hingga 59 tahun. Menurut data resmi, jumlah populasi pekerja ada sekitar 61 persen atau dua per tiga dari 1,4 miliar rakyat China.
Namun angka itu dengan cepat menyusut seiring populasi China yang kian menua, harapan hidup yang semakin panjang dan anjloknya angka kelahiran.
Ditambah lagi, China adalah salah satu negara di dunia dengan batas usia pensiun terendah. Artinya, akan semakin banyak warga lansia China yang membutuhkan tunjangan pensiun, berpotensi membebani perekonomian China.
Menurut pengamat, fakta ini disadari betul oleh para pemimpin China yang mulai khawatir. Hal ini terlihat dari dokumen hasil rapat pleno ketiga Partai Komunis China (PKC) yang berfokus pada reformasi.
Di antara hasil rapat itu adalah meningkatkan usia pensiun secara bertahap sebagai bagian dari reformasi menyeluruh.
Rencana tersebut menuai kecaman di dunia maya, terutama dari anak-anak muda. Namun para pengamat mengatakan, meningkatkan usia pensiun sangat penting bagi China untuk saat ini.
Dr Xiujian Peng, peneliti senior dari Centre of Policy Studies di Victoria University, Australia, memperingatkan bahwa jika itu tidak dilakukan sekarang, maka "(pemerintah China) mungkin tidak akan punya kesempatan lagi untuk meningkatkan usia pensiun jika benar-benar diperlukan nantinya, dan populasi yang menua akan menjadi masalah yang sangat serius".
MENGAPA CHINA HARUS MENINGKATKAN USIA PENSIUN?
China adalah salah satu negara dengan batasan usia pensiun terendah di dunia.
Untuk pekerja lelaki, China menetapkan usia pensiun 50 tahun, sementara untuk pekerja kantoran perempuan 55 tahun dan buruh 50 tahun. Sebagai perbandingan, rata-rata usia pensiun negara-negara anggota OECS (Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan) pada 2022 adalah 64,4 tahun untuk lelaki dan 63,1 tahun untuk perempuan.
Usia pensiun di China ditetapkan pada 1950-an ketika angka harapan hidup di negara itu lebih pendek, sekitar di bawah 50 tahun. Pada tahun 2021, rata-rata harapan hidup di China meroket mencapai 78,2 tahun, lebih tinggi dibanding Amerika Serikat dan diproyeksi mencapai lebih dari 80 tahun pada 2050 berdasarkan laporan jurnal medis Lancet pada 2023.
Selama bertahun-tahun, angka pensiun di China tidak pernah berubah. Seiring menyusutnya angka tenaga kerja dan semakin banyak tunjangan pensiun yang harus dibayarkan, maka konsekuensinya adalah kian terbebaninya sistem pensiun di negara itu.
Para pengamat China mengatakan, pemerintah Beijing ingin bertindak untuk mengatasi hal tersebut. Alhasil, masalah meningkatkan usia pensiun disinggung langsung dalam dokumen hasil rapat pleno ketiga PKC.
"Sejalan dengan prinsip partisipasi sukarela yang fleksibel, kami akan melakukan reformasi untuk bertahap meningkatkan usia pensiun secara cermat dan terencana," bunyi salah satu butir dalam dokumen resolusi tersebut, tanpa menyebutkan rinciannya.
China telah menetapkan tenggat waktu pelaksanaan sekitar 300 butir reformasi dalam dokumen tersebut, yaitu pada 2029 bertepatan dengan peringatan 80 tahun Republik Rakyat China.
Meski dokumen tersebut tidak merinci berapa usia pensiun yang baru nantinya, namun beberapa petunjuk sebelumnya telah muncul. Dalam laporan yang dirilis Desember lalu oleh lembaga riset Chinese Academy of Social Sciences, disebutkan bahwa nantinya usia pensiun di China adalah 65 tahun.
Huang Tianlei, peneliti dan koordinator program China di Peterson Institute for International Economics, mengatakan kepada CNA bahwa pemerintah China "membuat kompromi".
"Pada dasarnya mereka membiarkan rakyat untuk memutuskan apakah mereka ingin pensiun lebih tua. Jika itu yang mereka inginkan, maka tunjangan mereka akan lebih besar. Jika mereka memutuskan pensiun tepat waktu atau bahkan dini, maka tunjangannya lebih rendah," kata dia.
"China menawarkan semacam insentif bagi mereka yang ingin pensiun di usia yang lebih tua."
RESAH DI KALANGAN PEMUDA
Rencana pemerintah tersebut menuai kegaduhan di China, terutama di kalangan para pemuda yang menyuarakan keresahan mereka di media sosial Weibo.
"Yang ingin pensiun adalah mereka yang bekerja di kondisi yang buruk. Sementara yang tidak ingin pensiun, gaji mereka tinggi, tapi pekerjaannya sedikit. Bagaimana anak-anak muda bisa hidup?" kata seorang pengguna Weibo.
Beberapa yang lainnya mengaku khawatir dengan pekerjaan mereka. "Selama pemerintah menciptakan lingkungan kerja yang baik bagi masyarakat biasa, kami siap bekerja beberapa tahun lebih lama dan punya penghasilan tanpa membuat anak-anak kami terlalu khawatir.
"Tapi pertanyaannya, apakah orang di usia 50 atau 60-an bisa mendapatkan pekerjaan di era involusi ini?"
Sebagai seorang analis keuangan, Chen juga merasakan kekhawatiran yang sama. Dia mengaku takut dipecat atau kehilangan pekerjaan karena tergantikan oleh kecerdasan buatan (AI) yang perkembangannya kian pesat.
Untuk itu, dia memiliki beberapa rencana cadangan dan tidak bergantung pada satu pekerjaan saja.
"Kita harus beradaptasi dengan perubahan. Saya berpikir untuk mulai berinvestasi, lalu meningkatkan kemampuan. Atau saya bisa menjadi pengajar untuk membantu orang lain lulus ujian sertifikasi akuntan publik," kata dia kepada CNA.
Terkait meningkatnya usia pensiun, Woody Zhu, 24, yang bekerja sebagai pengawas logistik mengaku seperti tengah menjalani "masa hukuman".
"Bahkan jika itu memang sukarela, mungkin paling banyak hanya 10 persen yang benar-benar memilih pensiun atas keinginan sendiri," kata dia.
Zhu mengatakan bahwa beberapa kawannya mengalihkan rasa frustrasi mereka dengan bercanda, salah satunya dengan berbagi meme di WeChat.
"RAKYAT HARUS MENERIMANYA DENGAN HATI LAPANG"
Huang mengatakan keresahan anak-anak muda mengenai hal itu sangat bisa dipahami.
"Banyak anak-anak muda yang kesulitan mencari kerja. Mempertahankan orang-orang tua di dunia kerja bisa berarti peluang anak muda yang sedang mencari kerja semakin kecil," kata dia.
"Prediksi saya, kebijakan ini akan terus mendapat penentangan masyarakat dan tidak akan terwujud dalam waktu dekat. Bahkan jika pun telah jadi sebuah kebijakan, reaksi masyarakat tidak akan seperti yang diharapkan pemerintah," kata dia.
Berdasarkan Biro Statistik Nasional China, tingkat pengangguran di negara itu untuk kelompok usia 16-24 tahun - tidak termasuk pelajar - berada di 13,2 persen bulan lalu, meningkatkan selama tiga bulan berturut-turut.
Kondisi ini terjadi di tengah melambatnya pertumbuhan ekonomi China pada kuartal kedua tahun ini.
Diperkirakan akan ada lebih dari 11,7 juta lulusan universitas tahun ini, membuat pemerintah Beijing didesak untuk membuka lebih banyak lagi lapangan kerja.
Peng dari Victoria University mengatakan, meski pemerintah China mendapatkan "sinyal positif" terkait rencana mereka meningkatkan usia pensiun, tapi dia memperingatkan bahwa isu ini masih sangat sensitif. Itulah mengapa, kata dia, pemerintahan China yang sebelumnya mengurungkannya sejak lama.
Pada 2013, China juga sempat mewacanakan peningkatan usia pensiun. Ketika itu, pejabat pemerintah China yang dikutip media Global Times menyebutkan bahwa hal itu akan dilakukan "secara bertahap" dan diumumkan ke publik "beberapa tahun sebelum implementasi".
Lalu pada 2021, pemerintah China mengatakan akan menunda peningkatan usia pensiun legal dalam lima tahun ke depan, tanpa memberikan rincian lebih lanjut.
"Reformasi ini tidak mudah dan sangat rumit. Pemerintah harus mempertimbangkan pendapat seluruh masyarakat dan mencegah potensi masalah. Masyarakat harus menerimanya dengan lapang dada," kata Peng.
Peng mencontohkan apa yang terjadi di Prancis baru-baru ini. Awal tahun lalu, terjadi aksi protes besar-besaran di negara itu setelah pemerintahnya mengumumkan peningkatan usia pensiun dari 62 menjadi 64 tahun.
Aksi tersebut membuat transportasi dan kantor layanan publik lumpuh. Tumpukan sampah di jalanan kota Paris menjadi simbol protes. Meski ada penolakan keras dari publik, namun Presiden Prancis Emmanuel Macron tetap memberlakukan kebijakan tersebut.
Jika tetap ingin menerapkannya, Peng menyarankan China untuk menggunakan model seperti Australia. Tidak ada batasan usia pensiun di Australia, namun warganya bisa memutuskan pensiun jika sudah memasuki usia yang ditentukan, yaitu 67 tahun - naik dari 65 pada tahun lalu.
"Australia juga mengatakan mereka akan melakukannya bertahap, dan disesuaikan dengan keinginan masyarakat.
"Di kampus-kampus Australia, jika profesor ingin mengajar lebih lama, mereka bisa, dan tidak dipaksa pensiun. Saya yakin China bisa belajar dari sini," kata Peng, mencontohkan bahwa dosen pembimbing studi doktoralnya masih mengajar di usia 78 tahun, enam hari sepekan.
Negara-negara di Asia Tenggara juga mulai mengambil tindakan untuk mengatasi populasi mereka yang menua dengan cepat.
Sejak 2021, Vietnam telah lebih dulu meningkatkan usia pensiun menjadi 62 tahun untuk lelaki dan 60 tahun untuk perempuan. Sementara angka pensiun di Singapura akan naik satu tahun menjadi 64 pada 2026, dan secara bertahap akan naik menjadi 65 pada 2030.
EFEKTIF UNTUK JANGKA PENDEK
Tertundanya peningkatan usia pensiun menyusul ramai kritikan di internet berpotensi juga menunda cairnya dana pensiun bagi publik.
Pengamat mengatakan bahwa menaikkan usia pensiun - meski belum tahu kapan akan diimplementasikan - akan meringankan beban pemerintah pada sistem pensiun di China.
"Karena (China) memiliki populasi yang menua dengan cepat, maka dana pensiun bisa mengalami defisit dan defisit itu akan bertambah besar dengan sistem yang ada sekarang. Hal ini akan memberi tekanan yang besar kepada pemerintah. Ini sangat tidak berkelanjutan," kata Peng.
Lembaga riset Chinese Academy of Social Sciences pada 2019 memperkirakan dana pensiun di China akan habis pada 2035. Perkiraan itu dibuat sebelum pandemi COVID-19 yang menghantam perekonomian China.
Dengan meningkatkan usia pensiun, kata Peng, berarti orang yang akan mengambil dana pensiun akan lebih sedikit, sementara jumlah tenaga kerja akan bertambah.
"Ini baik untuk keberlanjutan sistem pensiun, mengurangi beban keuangan pemerintah."
Namun tidak semua pengamat menganggap meningkatkan usia pensiun akan membawa perubahan positif. Beberapa dari mereka mengatakan akan ada tantangan bagi China untuk menerapkannya.
Peng meyakini bahwa meningkatkan usia pensiun adalah "kebijakan yang sangat efektif" untuk jangka pendek. Namun untuk jangka panjang, kata dia, "pemerintah juga harus meningkatkan angka kelahiran".
Sementara Huang dari Peterson Institute for International Economics mengatakan bahwa dari dokumen hasil rapat pleno PKC, pemerintah China terlihat "terlalu banyak fokus pada kemajuan teknologi, swasembada, teknologi dalam negeri, ketahanan rantai pasok dan keamanan nasional". Menurut Huang, ini adalah pendekatan yang keliru.
"Mereka tidak membahas soal rumah tangga, memprioritaskan tenaga kerja, dan sejujurnya, itulah yang harus menjadi strategi pemerintah China dalam menyikapi tantangan ekonomi saat ini."
Seperti negara ekonomi besar lainnya, misalnya Amerika Serikat, China akan memasuki era AI. Menurut Huang, China belum siap menghadapi masuknya AI yang akan menggantikan banyak pekerjaan dan membuat pekerja dengan keterampilan rendah tersingkir.
"Di antara semua pilihan kebijakan yang menguntungkan, saya kira meningkatkan usia pensiun bukanlah solusi paling efektif dalam mengatasi perlambatan ekonomi," kata dia.
"Mungkin mereka (pemerintah China) hanya ingin menggulirkan wacananya dan melihat reaksi publik. Jika publik tidak suka, maka akan dibatalkan."
Apa pun keputusan pemerintah nantinya, Chen dan Zhu sebagai pekerja hanya bisa berusaha semampunya untuk bertahan - entah nantinya usia pensiun akan ditingkatkan atau tidak.
"Semua orang harus memiliki rencana sendiri untuk masa depan mereka mulai dari sekarang," kata Chen.
Zhu mencoba memandang masa depannya dengan optimistis.
"Kalau saya tidak bisa mendapat pekerjaan yang layak, saya bisa bertahan hidup dengan mengajar gitar paruh waktu. Tapi saat ini perusahaan mendukung saya, dan sepertinya saya akan memiliki karier yang stabil selama yang saya mau," kata lelaki 24 tahun ini.
"Di China, persaingannya ketat, dan sebagai anak muda saya hanya bisa pasrah. Karena buat saya, tidak masalah stres karena bekerja, selama saya punya pekerjaan tetap. Jadi sekarang saya bekerja dengan mengerahkan 120 persen kemampuan."
Ayahnya, yang setahun lagi akan memasuki usia pensiun, memberikannya nasihat: "Tegarlah nak, masa depan ada di tanganmu."
Dapatkan informasi menarik lainnya dengan bergabung di WhatsApp Channel CNA.id dengan klik tautan ini.