Rakyat Timor-Leste memupuk asa untuk bergabung dengan ASEAN, tapi apakah negara ini sudah siap?
Timor-Leste, negara termuda di Asia, telah mengajukan diri menjadi anggota ASEAN sejak 2011. Sebagian rakyatnya berharap mereka bisa jadi anggota tahun ini, sementara yang lainnya mengatakan Timor-Leste perlu meningkatkan kapasitas dalam negeri dulu.

Pemuda Timor-Leste Alda Femerini (tengah) dan Cristovao Reinato Estelita (kanan) yakin negara mereka akan mendapat manfaat dengan bergabung di ASEAN, namun peneliti Febe Gomes (kiri) percaya bahwa negaranya belum siap. (Foto: CNA/Wisnu Agung Prasetyo)
DILI: Di masa mudanya, Maria do Ceu Lopes da Silva tidak tertarik sama sekali dengan Tais, kain tenun tradisional khas Timor-Leste.
Barulah ketika Timor-Leste merdeka pada 2002, Ceu mulai belajar soal kain tersebut dan posisinya dalam budaya Timor.
Perempuan yang kini berusia 68 tahun itu mempelajari bahwa Tais tidak hanya dikenakan pada pakaian tradisional pria dan wanita, tapi juga untuk dekorasi pada upacara-upacara adat atau kelahiran bayi.
Pada 2019, Ceu bahkan bekerja sama dengan pemerintah Timor untuk mendaftarkan Tais ke Daftar Warisan Budaya Takbenda yang Membutuhkan Perlindungan Mendesak UNESCO. Dua tahun kemudian, kain tenun itu resmi masuk daftar tersebut.
Organisasi non-pemerintahan yang dipimpinnya, Timor Aid, juga melatih para perempuan Timor-Leste menenun Tais untuk menambah penghasilan mereka, sekaligus melestarikan budaya.

Jika Timor-Leste menjadi anggota penuh ASEAN, Ceu yakin para penenun kain Tais akan semakin diuntungkan lantaran terbukanya akses pasar baru.
"Saya yakin bahwa bekerja sama dengan yang lain, terutama dengan komunitas ASEAN, jelas akan meningkatkan akses bagi para penenun Timor ke pasar dan peluang yang lebih luas," kata Ceu, yang pernah menjadi calon presiden Timor-Leste pada pemilu 2012.
Sepuluh negara anggota ASEAN adalah rumah bagi lebih dari 660 juta orang, dengan produk domestik bruto (PDB) gabungan hampir US$4 triliun.
Timor-Leste mengajukan diri menjadi anggota ASEAN pada 2011 dan mendapatkan persetujuan prinsip untuk bergabung dengan diberikannya status negara pengamat pada 2022. Dalam wawancara eksklusif CNA, Presiden Timor-Leste Ramos-Horta berharap negaranya bisa menjadi anggota ASEAN ke-11 pada 2025.
KESEMPATAN BELAJAR DI LUAR NEGERI
Ceu bukan satu-satunya orang yang memupuk asa Timor-Leste bisa bergabung dengan ASEAN.
Anak muda seperti Alda Femerini, 18, meyakini bahwa mereka akan diuntungkan jika Timor-Leste berada di ASEAN, sebuah komunitas besar dengan perekonomian yang kaya dan hubungan erat antar masyarakatnya.
"Sangat penting bagi Timor-Leste untuk menjadi anggota ASEAN karena akan membuka banyak kesempatan bagi anak-anak mudanya," kata Alda yang saat ini menempuh studi di fakultas pertanian Universidade Nacional Timor Lorosa’e (UNTL). Â
Menurut catatan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), lebih dari setengah populasi Timor-Leste berusia di bawah 40 tahun.

"Anak-anak muda bisa mendapatkan akses jejaring yang lebih baik, mereka bisa punya peluang lebih besar untuk belajar di luar negeri, dan mereka bisa melakukan kolaborasi internasional serta mengembangkan sistem perekonomian," kata dia.
Alda adalah anggota organisasi NextGen Innovation Hub, sebuah wadah diskusi dan pembangunan kapasitas para pemuda Timor-Leste dalam menghadapi tantangan yang dihadapi negara.
Pendiri organisasi tersebut, Cristovao Reinato Estelita, 22, mengatakan bahwa Timor-Leste perlu meningkatkan sistem kesehatan, infrastruktur, ekonomi dan pendidikan.
Negara ini, lanjut dia, juga perlu mengatasi kesenjangan antara masyarakat perkotaan dan perdesaan. Menurut dia, 65 persen warga Timor yang tinggal di desa kurang mendapat akses pendidikan dan informasi.
Namun, tidak semua akademisi dan pengamat masyarakat sipil di Timor Teste percaya bahwa negara itu sudah siap menjadi anggota baru ASEAN.
Baca:
"PERKUAT KAPASITAS DULU"
Timor-Leste - negara dengan PDB per kapita sekitar US$1.500 pada 2023 berdasarkan data Bank dunia - masih kekurangan kemampuan ekspor dan keragaman ekonomi, kata Febe Gomes dari lembaga La’o Hamutuk yang fokus pada isu-isu pembangunan.
Saat ini Timor-Leste sangat bergantung pada barang-barang impor dan "tidak punya produk lokal yang bisa mendukung kerja sama antara Timor-Leste dan negara-negara ASEAN", kata dia.
Timor-Leste, lanjut dia, memang ingin bergabung dengan ASEAN untuk menumbuhkan perekonomian negaranya, "tapi faktanya adalah, jika kita ingin menjadi anggota, harus ada sesuatu yang bisa ditawarkan," kata Febe.

Pengamat lainnya mengatakan bahwa Timor-Leste memiliki defisit perdagangan dengan ASEAN dan sangat bergantung pada pemasukan di sektor minyak dan gas.
Menurut data Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), hampir 92 persen ekspor Timor-Leste pada 2021 adalah bahan bakar dan produk-produk pertambangan.
"Dari tahun 2016 hingga 2019, lebih dari setengah belanja impor Timor-Leste sebesar US$2,05 miliar mengalir ke lima negara ASEAN, sementara ekspor barang jasa Timor-Leste di periode yang sama ke ASEAN hanya US$95 juta," tulis lembaga riset ISEAS-Yusof Ishak Institute pada 2022.
Gomes juga mengatakan bahwa sistem pendidikan dan sumber daya manusia Timor-Leste juga belum siap.
"Hanya sebagian dari kami yang punya kesempatan (mendapat pendidikan yang lebih baik) karena orangtuanya mampu menyekolahkan anak keluar Timor," kata dia.
Di perdesaan, sekolah-sekolahnya kekurangan fasilitas seperti perpustakaan dan laboratorium, selain itu standar sanitasi dan kesehatannya juga masih kurang, ujar Gomes.
"Jika kita melihat di tingkatan akar rumput ... Timor-Leste masih belum siap karena banyak hal yang perlu lebih dulu difokuskan pemerintah, seperti memperkuat kapasitas, memperkuat kemampuan (dalam mengatasi) kondisi ekonomi dan dalam negeri."
Tapi jika memang Timor-Leste diterima bergabung dengan ASEAN, lanjut Gomes, negara ini bisa menawarkan pengalamannya dalam "menegakkan demokrasi atau mempertahankan hak asasi manusia".
Dosen hubungan internasional Mica Barreto Soares dari UNTL setuju bahwa "tidak perlu terburu-buru" bergabung dengan ASEAN karena masih banyak hal yang harus diselesaikan lebih dahulu oleh pemerintah Timor-Leste di dalam negeri. Namun, dia juga beranggapan bahwa keanggotaan Timor-Leste "tinggal menunggu waktu".
Timor-Leste memang pasar yang kecil, negara yang masih mencoba berkembang dengan populasi sekitar 1,4 juta orang. Namun menurut Mica, ASEAN akan mendapatkan keuntungan dengan keanggotaan Timor-Leste.

Warisan Timor-Leste sebagai negara bekas koloni Portugis selama lebih dari 400 tahun akan memperkaya budaya ASEAN, kata Soares dari UNTL, satu-satunya universitas negeri di negara ini.
"Pengalaman Timor-Leste dalam menciptakan perdamaian bisa berkontribusi bagi menyelesaikan dan memitigasi masalah di kawasan ASEAN," kata dia.
Terlepas dari pendudukan Indonesia di Timor-Leste antara tahun 1975 dan 1999, Ramos-Horta mengatakan kepada CNA bahwa ia ingin bekerja sama dengan Presiden Prabowo Subianto untuk memperluas perdagangan, investasi dan keamanan. Dia bahkan secara resmi mengundang Prabowo untuk berkunjung.
Bagi Pio Jackelly de Jesus, anggota NextGen Innovation Hub yang berusia 21 tahun, Timor-Leste dapat belajar banyak dari sistem pendidikan di negara-negara ASEAN.
Mahasiswa teknik, sains dan teknologi di UNTL ini merasa bahwa sekolah-sekolah di negaranya terlalu fokus pada pembelajaran hafalan dan "tidak mengajarkan bagaimana cara menerapkan apa yang mereka pelajari dalam kehidupan nyata".

Dari apa yang dia baca, Singapura lebih menekankan pada ilmu pengetahuan, teknologi, teknik, dan matematika sejak usia dini.
"Saya berharap bergabung dengan ASEAN, dapat meningkatkan kualitas pendidikan di Timor-Leste," katanya.
"Kami dapat mentransfer pengetahuan dan mendapatkan pengalaman yang beragam dari masing-masing negara dengan mengadopsi kurikulum yang membantu siswa (menjadi) lebih produktif, mendapatkan keterampilan berpikir kritis dan menerapkan pengetahuan tersebut di dunia nyata."
Ikuti Kuis CNA Memahami Asia dengan bergabung di saluran WhatsApp CNA Indonesia. Menangkan iPhone 15 serta hadiah menarik lainnya.