Menjelajah angkasa, menjejak Bumi: Rintangan mengadang ambisi besar China ke Mars dan Bulan
Misi penjelajahan luar angkasa China menghadapi tantangan di Bumi, di antaranya masalah geopolitik dan konsistensi anggaran untuk membiayai penerbangan ke luar orbit.

Roket Long March-2F yang membawa pesawat ruang angkasa Shenzhou-18 lepas landas untuk misi berawak ke stasiun ruang angkasa Tiangong, China, pada 25 April 2024. (Foto: China Daily via Reuters)
SINGAPURA: "Mimpi abadi kami adalah menjelajahi alam semesta yang luas, mengembangkan industri luar angkasa dan membangun China menjadi negara penjelajah antariksa."
Kata-kata ini disampaikan Presiden China Xi Jinping saat mengumumkan buku putih luar angkasa China yang dipublikasi pada awal 2022. Ketika itu, China tengah jemawa dengan pencapaian antariksa mereka, seperti menjadi negara pertama yang mendarat di sisi gelap bulan pada 2019 atau mendarat di Mars pada 2021.
Saat ini, pemerintah Beijing terus menggelorakan ambisi luar angkasa mereka. Dalam beberapa dekade ke depan, China akan terus menerbangkan roket ke luar angkasa dan menargetkan pendaratan di sisi lain bulan serta menjelajahi tata surya.
Pencapaian terbaru China terjadi pada 25 April lalu, ketika tiga astronot Tiongkok berhasil dikirim ke stasiun luar angkasa. Sepekan sebelumnya, militer China meningkatkan status unit antariksa mereka sebagai bagian dari reorganisasi pertahanan yang lebih luas.
Dari prestise politik dan kemajuan ilmu pengetahuan - para pengamat mengatakan China akan menangguk untung besar dari perjalanan luar angkasa. Permasalahannya adalah, apakah negara dengan perekonomian terbesar kedua dunia ini akan konsisten dalam pendanaan dan terus fokus dalam misi ini, di tengah tantangan besar di dalam dan luar negeri.
"Pertumbuhan ekonomi China yang melambat akan memengaruhi kemauan pemerintah dalam menggelontorkan anggaran untuk misi luar angkasa," kata Clayton Swope, wakil direktur Proyek Keamanan Luar Angkasa di lembaga riset Center for Strategic and International Studies (CSIS) kepada CNA.
Dengan alasan ini, para pengamat yang diwawancara CNA mengatakan seharusnya China lebih serius menjajaki faktor komersial dari penjelajahan angkasa. Tujuannya agar perusahaan swasta turut andil dalam pendanaan misi luar angkasa, tanpa mengganggu proses inovasi dan pengembangan.
Di waktu yang sama, China juga harus menjejak di Bumi dan menyelesaikan masalah hubungan internasional mereka, salah satunya dengan Amerika Serikat yang getol menuding Tiongkok akan mengancam keamanan, memata-matai dari orbit dan ingin menguasai angkasa luar. Jika masalah ini tidak disikapi, bisa berdampak pada ambisi antariksa mereka.
"Aktivitas nasional di angkasa luar akan mencerminkan ketegangan geopolitik di Bumi," kata Swope.
MEROKET LEBIH TINGGI
China merambah era antariksa setelah sukses meluncurkan satelit pertama mereka pada 1970. Sejak saat itu program luar angkasa China terus berkembang, namun peningkatan paling pesat terjadi dalam beberapa tahun terakhir.
Salah satu indikasinya adalah jumlah peluncuran roket ke orbit. Menurut laporan CSIS bertajuk China Power, China telah melakukan 207 kali peluncuran antara 2010 dan 2019, lebih banyak 1,5 kali dibanding empat dekade belakangan.
Jumlahnya bahkan kian meroket lagi. Antara 2020 hingga 2023, China telah meluncurkan roket sebanyak 225 kali. Tahun ini saja, China menargetkan 100 peluncuran - rekor tertinggi mereka - seperti yang diumumkan oleh Perusahaan Teknologi dan Sains Antariksa China (CASC), perusahaan milik negara untuk masalah luar angkasa.
China berada di posisi kedua secara global dalam hal jumlah peluncuran roket, di bawah AS yang mengorbit 269 kali antara 2020 hingga 2023. Rusia ada di posisi ketiga dengan 68 kali peluncuran di periode yang sama.
China juga mencetak sejarah dengan pendaratan kapal luar angkasa. Pesawat Chang'e berhasil mendarat di sisi gelap bulan pada 2019, menjadikan China sebagai negara pertama yang melakukannya. Pada Mei 2021, China jadi negara kedua setelah AS yang mendarat di Mars setelah kendaraan rover mereka, Zhurong, berhasil menginjak planet tersebut.
China juga telah membangun pangkalan permanen di orbit Bumi. Stasiun Luar Angkasa Tiangong telah beroperasi secara penuh sejak akhir 2022 dan dijadwalkan beroperasi lebih lama dari Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS) yang lebih tua dan besar.
Pengamat mengatakan, berbagai pencapaian ini adalah cerminan yang gamblang akan kedigdayaan China di luar angkasa.

"Bagi saya sudah jelas, China telah menjadi kekuatan luar angkasa yang utama, tidak hanya dalam jumlah peluncuran per tahun ... tapi juga dalam pentingnya misi yang dijalankan dan portfolio dari pencapaian-pencapaian besar mereka," kata Profesor Quentin Parker, direktur Laboratorium Penelitian Luar Angkasa Universitas Hong Kong (HKU), kepada CNA.
Pemerintah Beijing masih memiliki berbagai misi luar angkasa dalam daftar mereka. Di antaranya adalah ekspedisi perdana pengambilan sampel dari sisi gelap bulan, yang direncanakan pada paruh pertama tahun ini. Selain itu, mereka juga merencanakan misi pendaratan manusia ke bulan yang diagendakan pada 2030.
Lebih jauh lagi, misi penjelajahan planet lain juga direncanakan oleh China sekitar tahun 2030.
DARI ORBIT, CHINA MENINGKATKAN KEAMANAN
Para pengamat mengatakan bahwa China menyadari betul keuntungan yang akan diperoleh dari eksplorasi ruang angkasa. Hal ini bisa dilihat dari target program antariksa nasional yang ditetapkan pemerintah Beijing.
Salah satu targetnya adalah "memenuhi tuntutan perkembangan ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi, keamanan nasional, dan kemajuan sosial". Serta juga, untuk meningkatkan "taraf kemampuan sains dan kebudayaan rakyat China, melindungi kepentingan dan hak nasional China, dan membangun kekuatan negara secara menyeluruh".
Keuntungan dari eksplorasi luar angkasa telah didokumentasikan dengan baik oleh China. Selain itu, kemajuan di bidang antariksa juga dapat memberikan keuntungan di Bumi.
Sebagai contoh, Juni lalu Badan Penerbangan dan Antariksa AS (NASA) menunjukkan bahwa mereka bisa mencapai tingkat pemulihan air di ISS hingga 98 persen, ambang batas untuk kemandirian perikehidupan di stasiun luar angkasa.
Badan Antariksa Eropa dalam sebuah artikelnya mengatakan, teknologi pemurnian air di ISS bisa juga diadaptasi di Bumi dan akan membawa "perubahan yang menyelamatkan nyawa" masyarakat di kawasan kering.
Perluasan wilayah rambahan China di luar angkasa telah terlihat membuahkan hasil, terlihat dari perkembangan sistem navigasi BeiDou, di tengah dominasi GPS (Global Positioning System) buatan AS.
Sistem BeiDou yang rampung pada 2020 memiliki hampir 60 satelit, jauh lebih banyak dibanding GPS yang punya 31 satelit di orbit.
Sebagai pengakuan atas keandalannya, BeiDou telah menjadi standar global untuk penggunaan pada penerbangan komersial sejak akhir tahun lalu. Dewan penasihat pemerintah AS pada Januari tahun lalu mengatakan bahwa "kemampuan GPS sekarang ada di bawah BeiDou milik China".
Layanan pemosisian dan pengaturan waktu BeiDou telah digunakan lebih dari 100 miliar kali dalam sebulan pada Maret 2022, menurut laporan media pemerintah China, People's Daily. Sistem ini juga terbukti menguntungkan - seorang pejabat senior Tiongkok mengatakan pada 2021 bahwa nilai industri yang terkait dengan sistem BeiDou diperkirakan akan melampaui satu triliun yuan (Hampir Rp2.500 triliun) pada 2025.
"(China) menyadari bahwa pengaplikasian BeiDou secara komersial dapat meningkatkan tujuan PKC (Partai Komunis China) di bidang politik, ekonomi dan keamanan," ujar laporan Belfer Center di AS pada 2023.

Swope dari CSIS mengatakan tujuan utama China memfokuskan diri pada antariksa adalah demi keamanan nasional mereka, di tengah ketegangan geopolitik dan perebutan pengaruh antara Beijing dan Washington DC.
"Luar angkasa memiliki konsep operasi informasi," kata Swope. "China telah meluncurkan lebih dari 400 satelit dalam dua tahun terakhir, setengahnya adalah satelit penginderaan jarak jauh. Satelit-satelit ini meningkatkan kemampuan China dalam kekuatan pelacakan dan aset di seluruh kawasan Indo-Pasifik."
Namun China mengatakan bahwa satelit pengintaiannya sebagian besar untuk tujuan komersial dan sipil, sebuah dalih yang diragukan oleh AS.
Pemerintah Beijing telah menegaskan betapa pentingnya informasi bagi mereka, terutama untuk tujuan pertahanan. Pada 19 April lalu, Tentara Pembebasan Rakyat China (PLA) mengumumkan cabang strategis baru yang dikhususkan untuk operasi informasi. Ini adalah perombakan pertahanan terbesar China dalam sembilan tahun terakhir.
Menurut Swope, China juga menggunakan program luar angkasa mereka untuk menjalin persahabatan diplomatik. Seperti ketika China membentuk koalisi dengan Rusia untuk pembangunan Stasiun Penelitian Bulan Internasional dan penjelajahan permukaan bulan.
Pada Maret lalu, China dan Thailand juga menandatangani kesepakatan terkait proyek antariksa. Bulan lalu, Presiden Xi Jinping mengatakan China siap meningkatkan kerja sama dengan Amerika Latin dan negara-negara Karibia di bidang teknologi dan antariksa.
BISNIS DI LUAR ANGKASA
Di saat China berkeinginan meraup keuntungan dari eksplorasi jagat raya, para pengamat mempertanyakan apakah Tiongkok memiliki anggaran yang cukup untuk itu di tengah situasi yang bergejolak di Bumi.
China, kata para pengamat, adalah negara kedua dengan anggaran antariksa terbesar di dunia setelah AS. Jumlahnya bahkan naik dua kali lipat dalam beberapa tahun terakhir ini. "Pada 2022 saja, China menghabiskan sekitar USD16,1 miliar untuk urusan luar angkasa," kata Svetla Ben-Itzhak, asisten profesor bidang ruang angkasa dan hubungan internasional di School of Advanced International Studies, Johns Hopkins University.
Tapi China sebagai negara perekonomian terbesar kedua dunia tengah mengalami berbagai masalah, di antaranya penurunan penjualan properti, lesunya belanja dalam negeri, dan menyusutnya jumlah tenaga kerja. Ketegangan geopolitik juga jadi beban tersendiri, ketika negara-negara Barat melakukan strategi pengurangan risiko atau de-risking.
Masih perlu dilihat ke depannya apakah kemajuan China di bidang antariksa bisa diterjemahkan sebagai peningkatan ekonomi yang berkelanjutan, kata Swope dari CSIS kepada CNA.
Dengan alasan ini, para pengamat menyarankan untuk memberi ruang bagi perusahaan swasta di bidang. Mereka diharapkan dapat menyumbang anggaran bagi pemerintah China untuk memastikan inovasi dan penelitian terus berlanjut.
"Kita hanya perlu menengok pencapaian apa yang telah dilakukan Amerika Serikat ... untuk melihat apa dampak yang diberikan perusahaan komersial di bidang antariksa," kata Prof Parker.
"NASA masih pemain kunci, tapi mereka mengalihkan sebagian besar pekerjaan - baik secara harfiah dan kiasan - kepada perusahaan swasta. Perusahaan-perusahaan ini tidak khawatir dengan risiko dan membuat kemajuan lebih cepat," kata Parker, sembari menyinggung SpaceX sebagai contoh.
Didanai oleh Elon Musk pada 2002, SpaceX telah memiliki porsi yang cukup besar untuk sektor komersial di luar angkasa. Tahun lalu, perusahaan ini melakukan 98 dari 109 percobaan peluncuran roket AS ke orbit, membuat AS tetap memimpin dalam perkara ini.

SpaceX juga telah menjadi bagian tak terpisahkan dari program luar angkasa AS. Menurut lembaga The Planetary Society, SpaceX telah membantu AS dengan menerbangkan kru dan kargo ke ISS, meluncurkan pesawat ulang alik ilmu pengetahuan NASA dan menerbangkan kargo untuk Kementerian Pertahanan.
Kondisi ini berbeda dengan apa yang terjadi di China. Industri antariksa di China didominasi oleh perusahaan milik negara, CASC.
Konferensi Kerja Ekonomi Pusat China pada Desember tahun lalu mengidentifikasi industri ruang angkasa komersial sebagai salah satu dari beberapa industri yang sedang berkembang dan strategis untuk dikembangkan. Laporan kinerja pemerintah Beijing pada bulan Maret juga menjadikan sektor ini sebagai prioritas.
Data statistik dari Asosiasi Kualitas Industri Kedirgantaraan China menunjukkan, pasar kedirgantaraan komersial negara ini meningkat dari 376,4 miliar yuan pada 2015 menjadi 1,02 triliun yuan pada 2020.
"Mungkinkah muncul orang China yang setara dengan Elon Musk?" kata Parker dari HKU.

PERGOLAKAN GEOPOLITIK
Pengamat mengatakan, program antariksa China yang tengah berkembang akan menghadapi persaingan ketat dan berbagai rintangan. Pasalnya, negara-negara dengan kekuatan antariksa besar juga telah menyadari kemajuan China.
AS misalnya, telah secara gamblang menyuarakan keresahan mereka terhadap China. Awal tahun ini, kepala NASA Bill Nelson mengatakan bahwa AS dan China terikat para persaingan antariksa. Dalam wawancara dengan media Politico, Nelson juga memperingatkan bahwa China bisa menguasai lokasi paling kaya sumber daya di bulan.
"Kita harus waspada agar China tidak mendapatkan tempat di bulan dengan alasan penelitian ilmiah. Dan bukan tidak mungkin mereka akan berkata 'Jangan mendekat, kami ada di sini, ini wilayah kami.'" kata dia.
April lalu, Nelson kepada parlemen AS di Capitol Hill, Washington DC, mengaku yakin bahwa China menutupi aktivitas militer mereka di luar angkasa.
Pemerintah Beijing membantah tuduhan-tuduhan tersebut. Editorial Global Times pada Januari lalu mengatakan bahwa perlombaan luar angkasa adalah "imajinasi orang Amerika", dan China tidak ada niat terlibat di dalamnya.
"Pengembangan teknologi antariksa China menekankan pada tiga aspek: pemanfaatan secara damai, keuntungan bersama yang setara, dan pembangunan inklusif," tulis artikel tersebut.
Ketika ditanya apa yang menjadi ancaman utama bagi ambisi ruang angkasa Tiongkok, Prof Parker mengatakan bahwa kebijakan anti keterlibatan "aktor negara yang kuat" di luar negeri akan memainkan peranan negatif.
Meski tidak menyebutkan siapa sosok dimaksud, namun Prof Parker meyakini kebijakan itu
"pada akhirnya akan merugikan diri sendiri". Dia mencontohkan undang-undang AS yang melarang NASA bekerja dengan pemerintah China. UU bernama "Wolf Amandment" ini diberlakukan pada 2011 dan diperbarui setiap tahun melalui RUU anggaran yang baru.
UU ini membuat China dilarang terlibat di ISS. Parker mengatakan, larangan ini malah justru mendorong China meningkatkan program antariksa mereka.

Swope dari CSIS mengatakan kondisi di Bumi akan tercermin pada aktivitas negara-negara di luar angkasa. Kendati demikian, kata dia, pertanyaan besar yang belum terjawab adalah bagaimana negara-negara menjaga kemampuan antariksa mereka siaga ketika keamanan negara terancam.
Aktivitas di luar atmosfer Bumi telah diatur oleh Perjanjian Ruang Angkasa 1967, ditandatangani oleh semua negara berkemampuan penjelajahan antariksa. Perjanjian ini mengikat para pihak untuk hanya menggunakan ruang angkasa untuk tujuan damai dan tidak adanya pengakuan wilayah.
Di bawah perjanjian ini, pengujian senjata dan pangkalan militer terlarang di seluruh benda angkasa. Negara-negara juga berjanji tidak akan menempatkan senjata pemusnah massal - termasuk nuklir - di orbit Bumi atau benda langit lainnya.
Perlindungan satelit adalah tanggung jawab masing-masing negara karena satelit sebagian besar tidak punya sistem pertahanan. Meski rentan, setelit memiliki fungsi yang penting, seperti misalnya untuk komunikasi, navigasi dan menentukan posisi sampai prediksi cuaca.
"Dapatkah (perlindungan kemampuan ruang angkasa) dilakukan menggunakan kerangka internasional yang disetujui bersama, mengatur norma perilaku di luar angkasa? Mungkin saja berhasil di hari-hari biasa, tapi tidak saat terjadi konflik," kata Swope.
Svetla dari Universitas Johns Hopkins mengatakan bahwa China adalah salah satu dari empat negara yang telah berhasil memiliki kemampuan anti-satelit kinetik. Negara lainnya adalah India, Rusia, dan AS.
Pada akhirnya, ketika negara-negara membuat kemajuan dan ruang angkasa menjadi lebih ramai atau bahkan berpotensi berbahaya, Svetla percaya bahwa China sendiri-lah yang akan menentukan apakah ambisi antariksa mereka berkembang atau terhenti.
"Masa depan saat ini tidak lagi hanya tentang siapa yang lebih dulu mencapai ruang angkasa atau benda angkasa, tetapi tentang siapa yang berhasil bertahan dan berkembang dalam kerasnya lingkungan angkasa luar," katanya kepada CNA.
"Untuk melakukannya dengan sukses dan berkelanjutan, kuncinya adalah dedikasi jangka panjang, sumber daya dan jaringan kawan serta sekutu."
Dapatkan informasi menarik lainnya dengan bergabung di WhatsApp Channel CNA.id dengan klik tautan ini.