Skip to main content
Hamburger Menu
Close
Edisi:
Navigasi ke edisi CNA lainnya di sini.

Iklan

Asia

Jadi alat tawar politik?: Mengapa sulit sekali pulihkan hubungan pariwisata China-Taiwan

Pengamat mengatakan, baik China daratan dan Taiwan telah menjadikan pariwisata sebagai alat tawar-menawar politik.

SINGAPURA: Ringo Lee, seorang operator pariwisata di Taiwan dengan pengalaman lebih dari 30 tahun, pernah mengalami masa-masa ramainya turis dari China daratan.

"Saya pernah punya enam bus besar untuk membawa turis-turis dari China daratan keliling Taiwan setiap hari," kata dia kepada CNA.

Tapi itu tahun 2015. Dalam beberapa tahun terakhir ini, Lee harus menghadapi kenyataan baru.

"Saya tidak punya apa-apa sekarang, semuanya (bus-bus) sudah dijual," keluh dia. "Sekarang, hampir tidak ada turis yang datang menyeberangi selat (Taiwan)."

Pariwisata lintas selat antara China daratan dan Taiwan telah lesu dalam delapan tahun terakhir akibat kombinasi antara prahara politik dan pandemi. Namun pengamat mencermati adanya sinyal positif dari pembicaraan kedua pihak di Shanghai baru-baru ini untuk melonggarkan pembatasan perjalanan, meski hanya tingkat antar-kota.

Kepada CNA, para pengamat meyakini itu akan jadi langkah awal yang baik untuk memulai kembali wisata lintas-batas tersebut, sekaligus juga membangun rasa saling percaya. Namun mereka memperingatkan bahwa hal ini hanya bisa terwujud jika ada niatan baik dari kedua belah pihak.

Keuntungan ekonomi bagi Beijing dan Taipei memang sudah jelas jika keduanya kembali menjalin hubungan di sektor pariwisata, namun menurut pengamat hal tersebut akan ditingkahi dengan nuansa politis yang kental sehingga belum tentu bertahan lama. Selain itu, China tengah getol menyuarakan reunifikasi, sementara Taiwan bersikeras merdeka.

SINYAL HARAPAN DIBUKANYA PERJALANAN WISATA

Pariwisata antar-selat telah dibatasi sejak Partai Progresif Demokratik (PPD) memenangi pemilu Taiwan pada 2016. Ketegangan China dan Taiwan diperparah dengan pembatasan perjalanan ketika terjadi pandemi COVID-19.

Saat ini pemerintah Beijing masih menerapkan larangan bagi warganya bepergian dari China daratan ke Taiwan untuk wisata. Namun ada pengecualian bagi warga provinsi Fujian, itu pun hanya boleh berkunjung ke kota Kinmen dan Matsu.

Hal serupa dilakukan Taiwan yang melarang warganya menggelar perjalanan wisata ke China daratan. Setelah Beijing mengancam akan menghukum mati para separatis fanatik Taiwan, pemerintah Taipei meningkatkan peringatan berkunjung ke China hingga level tertinggi kedua bagi warganya - termasuk ke Hong Kong dan Makau.

Namun ada beberapa sinyal bahwa pelonggaran pembatasan berkunjung akan segera dilakukan.

Pada Shanghai-Taipei City Forum 2024 yang digelar 17 Desember lalu, Wakil Walikota Shanghai Hua Yuan mengundang warga Taiwan untuk mengunjungi kotanya. Dia juga berjanji akan membawa rombongan wisatawan dari Shanghai ke Taiwan, dengan Taipei sebagai tujuan utama.

Pernyataan Huang ini menjadi pertanda akan dilakukannya percobaan awal kunjungan warga Shanghai ke Taiwan, sekaligus membuka kembali perjalanan wisata lintas selat, kata Lee yang juga merupakan ketua Asosiasi Perjalanan Kualitas-Tinggi di Taipei dan asisten profesor studi pariwisata di Taipei City University of Science and Technology.

"Dimulainya saling berkunjung antarkota secara bertahap akan memunculkan rasa saling percaya. Langkah ini memberikan skenario ideal atas penyelesaian seteru di tingkat lokal, non-pusat, bebas dari campur tangan ideologi dan politik," kata dia.

Wakil Wali Kota Shanghai Hua Yuan (kiri) dan Wali Kota Taipei Chiang Wan-an bersulang dalam acara makan malam sebelum Shanghai-Taipei City Forum di Taipei, Taiwan, 16 Desember 2024. (Foto: Reuters/Ann Wang)

Uji coba perlintasan wisatawan dari kedua kota di China dan Taiwan akan menjadi "opsi yang masuk akal" untuk memulai kembali hubungan wisata lintas selat, kata Lim Tai Wei, pakar Asia Timur dan profesor dari fakultas bisnis Soka University kepada CNA. 

Namun agar upaya ini sukses, Lim menekankan perlunya "atmosfer politik yang tepat". Terpilihnya kembali Donald Trump sebagai presiden Amerika Serikat pada pemilu tahun lalu bisa memperburuk keadaan, mengingat pandangannya soal hubungan China-Taiwan.

YANG PALING MENDERITA ADALAH OPERATOR PARIWISATA 

Hubungan China-Taiwan berada pada masa-masa terbaiknya antara tahun 2008 dan 2016 ketika Ma Yin-Jeou dari Partai Kuomintang menjadi presiden Taiwan. Saat itu, perjalanan langsung via udara dan laut serta pengiriman surat dilanjutkan kembali setelah enam dekade terlarang.

China daratan menjadi sumber pengirim wisatawan terbesar ke Taiwan dalam waktu setahun setelah penerbangan langsung dibuka kembali pada 2008. Pada 2014, lebih dari 3 juta turis China mengunjungi Taiwan setiap tahunnya, berdasarkan data resmi pemerintah. Pada 2016, turis China daratan mencakup hampir setengah dari 10 juta kedatangan per tahun ke Taiwan, kawasan yang memiliki 23 juta penduduk.

Namun sejak diperketatnya izin perlintasan, angka itu menurun tajam. Dalam 10 bulan pertama tahun 2024, hanya 14.000 turis China yang datang ke Taiwan, berdasarkan data resmi otoritas Taiwan.

Saat ini, hanya warga China dengan persyaratan khusus yang boleh pelesir ke Taiwan, termasuk harus masuk dari lokasi ketiga dan tidak menyewa pemandu wisata. Kelompok turis ini hanya mencakup satu persen dari pangsa pasar wisata di Taiwan, kata Lee.

Lee melanjutkan, industri wisata Taiwan saat ini tengah mengalami pukulan telak akibat mandeknya kedatangan turis asal China. Akibatnya, para operator wisata di Taiwan banyak yang gulung tikar dan menjual aset mereka yang sebelumnya laris manis saat booming kedatangan wisatawan Tiongkok.

"Fluktuasi ekstrem dalam jumlah kedatangan turis China telah mengganggu pasar dan mengguncang sektor terkait. Tidak ada destinasi wisata lainnya di seluruh dunia yang mengalami kondisi seperti ini," kata Lee.

Kawasan Ximending di Taipei, Taiwan, yang selalu ramai pengunjung. (iStock)

Penangguhan kedatangan grup wisatawan dari Taiwan ke China daratan juga sangat merugikan operator wisata di Taiwan. Lee mengatakan, 90 persen operator wisata Taiwan sebelumnya memberikan layanan perjalanan ke China.

pada Maret tahun lalu Taiwan memang telah mencabut pembatasan masa COVID-19. Rencana ini sebelumnya tertunda sebulan karena Taiwan tidak melihat itikad baik yang sama diperlihatkan China.

Lee mengatakan permintaan dari turis Taiwan untuk mengunjungi China masih cukup besar. Berdasarkan data imigrasi China, negara itu kedatangan 2,96 juta pengunjung dari Taiwan sejak awal tahun lalu hingga Oktober, meningkat 68,4 persen dibanding periode sebelumnya.

Pengamat mengatakan tren peningkatan ini terjadi berkat berbagai inisiatif China dalam menarik wisatawan Taiwan, termasuk memudahkan izin masuk hingga pemberian diskon atau tiket gratis di beberapa tempat wisata.

Menurut pengamat, di tengah lesunya wisata antar selat, setiap bentuk upaya peningkatan adalah berita baik bagi China dan Taiwan.

Taiwan saat ini tengah mengalami defisit jumlah wisatawan, dengan lebih banyak warganya yang berwisata ke luar negeri ketimbang kedatangan turis mancanegara. Membuka akses bagi turis China akan memperkecil kesenjangan tersebut dan mendongkrak perekonomian Taiwan.

Diperkirakan warga Taiwan yang wisata ke luar negeri mencapai 17,5 juta pada tahun lalu, sementara hanya sekitar 7,5 juta turis asing yang datang ke Taiwan. Kesenjangan sebesar 10 juta perjalanan dan defisit nilai perdagangan sebesar NT$738 miliar (Rp363 triliun) akan menjadi yang terbesar yang pernah tercatat.

Meskipun mengizinkan wisatawan China Daratan masuk ke Taiwan akan memberi keuntungan besar, namun Taiwan harus berhati-hati terhadap ketergantungan yang berlebihan terhadap China, kata Wu Se-chih, direktur Pusat Riset China di Taiwan Thinktank.

Dia mengatakan, bahwa berdasarkan pengalaman di masa lalu, China sangat membatasi perjalanan wisatawan mereka dengan persyaratan yang ketat, termasuk kewajiban hanya menggunakan operator pariwisata yang ditunjuk dan mematuhi rencana perjalanan wisata yang telah ditetapkan.

“Praktik ini cenderung hanya menguntungkan sekelompok kecil pelaku industri, dengan sedikit sekali dampaknya terhadap komunitas bisnis yang lebih luas,” katanya.

“Selain itu, pihak berwenang China memiliki kemampuan untuk 'mematikan keran' kapan pun mereka mau, dalam hal mengizinkan turis masuk ke Taiwan. Hal ini menimbulkan risiko dan ketidakpastian yang signifikan bagi sektor ini.”

Sementara itu, China tengah berupaya meningkatkan perekonomian yang terpuruk akibat ketegangan geopolitik dan perdagangan dengan Barat. China juga tengah didera masalah di dalam negeri, seperti tingginya harga properti dan meningkatnya populasi lansia.

“Taiwan, sebagai entitas di Asia Timur Laut, saat ini memiliki pendapatan per kapita tertinggi di kawasan, tidak termasuk Hong Kong dan Makau. Hal ini menjadikannya sumber konsumsi pariwisata yang signifikan bagi China, yang mewakili konvergensi kepentingan yang jelas antara kedua belah pihak,” kata Lim dari Soka University.

PARIWISATA SEBAGAI ALAT TAWAR-MENAWAR

Meskipun keuntungan ekonomi sudah jelas, para pengamat memperingatkan bahwa setiap langkah yang diambil untuk meningkatkan pariwisata lintas selat pasti akan memiliki dimensi politik.

Wu dari Taiwan Thinktank menegaskan bahwa baik China daratan maupun Taiwan telah secara strategis menggunakan pariwisata sebagai alat tawar-menawar, terutama dalam upaya mereka untuk mendapatkan “keunggulan politik” satu sama lain.

“Kami telah melihat kedua belah pihak secara terbuka menyatakan kesediaan untuk memfasilitasi lebih banyak kunjungan pariwisata bagi warga mereka, tetapi meskipun waktu telah berlalu, hanya ada sedikit atau bahkan tidak ada kemajuan,” katanya.

Hal ini karena setiap langkah potensial dari kedua belah pihak terkait dengan agenda politik masing-masing, kata Wu.

“Bagi China, mereka memandang kedatangan orang China daratan sebagai 'hadiah ekonomi' bagi Taiwan. Sementara bagi Taiwan, di bawah kepemimpinan PPD, ini adalah soal mempertahankan sikap tegas mereka terhadap pendekatan lintas selat China,” jelasnya. 

Beijing sampai saat ini memandang Taiwan sebagai bagian dari China dan telah bersumpah untuk menyatukannya kembali suatu saat nanti, jika perlu dengan kekerasan.

Pada Shanghai-Taipei forum, juru bicara Kantor Urusan Taiwan China menyatakan bahwa mereka menyambut baik pemulihan perjalanan pariwisata ke Taiwan untuk penduduk China daratan.

Pada saat yang sama, dia mendesak PPD Taiwan yang berkuasa untuk menghapus pembatasan dan hambatan yang ada pada pertukaran dan kerja sama lintas selat.

Distrik Wanhua di Taipei yang menjadi salah satu destinasi wisata di Taiwan. (iStock)

Menteri Transportasi Taiwan Chen Shih-kai mengatakan pada hari berikutnya bahwa mereka akan meninjau dan mempertimbangkan pelonggaran larangan tur kelompok dan perjalanan pariwisata lainnya, dengan syarat China daratan mencabut pembatasan politiknya.

Lee, operator pariwisata dan akademisi, berharap Beijing dan Taipei dapat mengesampingkan masalah politik, setidaknya dalam urusan pariwisata lintas selat.

“(Kami) di industri ini sering berharap bahwa politik tidak akan mengganggu perkembangan perjalanan pariwisata dengan China daratan. Kami mengharapkan pasar yang terbuka dan bebas, seperti pada destinasi wisata lainnya,” tambahnya.

Namun, harapan seperti itu hanyalah mimpi belaka, kata Lim dari Universitas Soka.

"Untuk perkara lintas selat, tidak mungkin kedua belah pihak mengesampingkan sudut pandang politik dan perbedaan mereka demi membangun pasar yang bebas dan terbuka,” jelasnya.

Ikuti saluran WhatsApp CNA Indonesia untuk dapatkan berita menarik lainnya. ​​​​​

Source: CNA/da

Juga layak dibaca

Iklan

Iklan