Mantan Presiden Filipina Duterte ditangkap atas tuduhan pembunuhan ribuan terduga bandar narkoba

Mantan presiden Filipina Rodrigo Duterte menyampaikan pidato dalam pengumuman kandidat senator dari partai politiknya, PDP-Laban, menjelang pemilu paruh waktu, di Club Filipino di San Juan, Metro Manila, Filipina, 13 Februari 2025. (REUTERS/Eloisa Lopez / File Photo)
MANILA: Mantan Presiden Filipina Rodrigo Duterte ditangkap pada Selasa (11/3) atas perintah Makmah Pidana Internasional (ICC). Dia akan diselidiki terkait pembunuhan ribuan orang dalam perang negara melawan narkoba di bawah kepemimpinannya.
Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr dalam pernyataannya mengatakan bahwa Interpol telah mengeluarkan perintah penahanan ketika Duterte tiba di bandara Manila dan langsung ditangkap.
Duterte, mantan wakil walikota Davao yang terpilih presiden Filipina pada 2016, memang menyuarakan retorika kekerasan terhadap bandar narkotika di negara itu.
Bahkan dalam salah satu kampanyenya, Duterte mengatakan: "Lupakan hak asasi manusia. Jika saya jadi presiden, saya akan melakukan apa yang selama ini saya lakukan sebagai walikota. Kalian bandar narkotika, penjahat, sebaiknya keluar. Karena saya akan membunuh kalian."
"Saya katakan, ayo bunuh lima penjahat setiap minggu, biar mereka musnah," kata dia lagi.
Duterte yang saat ini berusia 79 tahun mengatakan tindakan itu perlu dilakukan. Dia membantah telah memerintahkan pembunuhan orang-orang yang diduga terlibat narkotika tanpa adanya peradilan, hanya meminta polisi menembak untuk mempertahankan diri.
Penangkapan ini terjadi setelah Duterte bertahun-tahun menentang keputusan ICC dan mengeluarkan Filipina dari mahkamah tersebut pada 2019 setelah penyelidikan dugaan pembunuhan sistematis di bawah kepemimpinannya dimulai.
Filipina baru tahun lalu menyatakan bekerja sama dengan ICC dalam dugaan kejahatan terhadap kemanusiaan. Duterte mempertanyakan penangkapan dirinya.
"Apa hukum dan apa kejahatan yang saya lakukan?" kata Duterte dalam video yang diposting oleh putrinya Veronica Duterte di tempat penahanannya di Pangkalan Udara Villamor.
"Saya dibawa ke sini bukan atas keinginan saya, tetapi atas keinginan orang lain. Sekarang kalian harus bertanggung jawab atas perampasan kebebasan ini."
PEMBUNUHAN DI PERMUKIMAN KUMUH
Menurut laporan polisi Filipina, ada 6.200 terduga pelaku kejahatan narkotika yang dibunuh dalam operasi anti-narkoba yang berujung baku tembak.
Namun para aktivis hak asasi manusia mengatakan jumlahnya lebih banyak dari itu, ribuan di antaranya adalah para pengguna narkoba di permukiman kumuh yang masuk daftar pengawasan polisi yang tewas secara misterius.
Kepolisian Filipina membantah tuduhan bahwa mereka telah melakukan pembunuhan sistematis dan berusaha menutupinya.
Orang dekat Duterte sekaligus mantan penasihat hukumnya, Salvador Panelo, menyebut penangkapan tersebut tidak sah dan menuduh polisi telah melanggar hak hukum mantan presiden dengan tidak memberinya akses ke pengacara.
"Surat perintah penangkapan dari ICC berasal dari sumber yang tidak sah. ICC tidak memiliki yurisdiksi atas Filipina," kata Panelo dalam sebuah pernyataan.
Sementara itu, Human Rights Watch menyebut penangkapan Duterte sebagai "langkah krusial bagi akuntabilitas di Filipina" dan mendesak pihak berwenang untuk segera menyerahkannya ke ICC.
"Penangkapannya bisa membawa para korban dan keluarga mereka lebih dekat pada keadilan, serta mengirimkan pesan jelas bahwa tidak ada seorang pun yang berada di atas hukum," kata organisasi itu dalam sebuah pernyataan.
Ikuti Kuis CNA Memahami Asia dengan bergabung di saluran WhatsApp CNA Indonesia. Menangkan iPhone 15 serta hadiah menarik lainnya.