KPK Malaysia bidik pengusaha Singapura terkait kasus korupsi mantan Menkeu Mahathir
Akbar Khan, seorang pengembang properti raksasa, ditahan sementara dan diperiksa oleh Komisi Anti Korupsi Malaysia. Dia diketahui memiliki hubungan dekat dengan mantan menteri keuangan Daim Zainuddin.
SINGAPURA: Pengusaha Singapura yang juga pengembang properti terkemuka di Malaysia, Akbar Khan, sedang diselidiki atas dugaan pencucian uang dan korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi Malaysia atau yang kerap disebut MACC.
Pengusaha berusia 83 tahun itu diselidiki terkait dengan kasus korupsi yang melilit Daim Zainuddin, mantan menteri keuangan Malaysia di era perdana menteri Mahathir Mohamad. Daim dikenal sebagai orang kepercayaan Dr M, julukan khas Mahathir.
MACC menahan sementara Akbar yang merupakan pemegang saham utama pengembang mewah BRDB Developments Sdn Bhd, untuk dimintai keterangan minggu lalu setelah menggeledah rumah dan kantornya di ibu kota Kuala Lumpur, sumber senior dari MACC dan pengacara yang mengetahui kasus ini memberitahu CNA.
Selain membekukan rekening bisnis dan pribadi Akbar, MACC juga memerintahkan Akbar untuk mendeklarasikan asetnya dan kepemilikan finansial keluarganya, tambah sumber tersebut.
Akbar menolak berkomentar mengenai penyelidikan MACC ketika dihubungi oleh CNA. Dia disebut-sebut memegang peran penting dalam repatriasi saham yang sebelumnya dibekukan bernilai US$4 miliar yang  terdaftar di pasar luar bursa Singapura yang kini sudah tidak ada, yang ketika itu dikenal dengan nama Central Limit Order Book, atau CLOB.
Namanya juga terkait dengan transaksi kontroversial yang melibatkan perubahan kepemilikan saham di perusahaan konglomerat Multi-Purpose Holdings Bhd (MPHB) pada akhir tahun 1990-an dan 2000.
HUBUNGAN AKBAR DAN DAIM
Akbar adalah sosok terbaru yang diselidiki MACC dari sederetan pengusaha yang telah dipanggil terkait dengan kasus korupsi Daim.
Penyelidikan terhadap Daim dimulai pada Mei 2023 dan merupakan salah satu kasus korupsi korporat terbesar dalam sejarah negeri “Jiran”.
Politisi berusia 85 tahun itu didakwa pada 29 Januari 2024 karena tidak mematuhi perintah untuk mendeklarasikan asetnya berdasarkan undang-undang anti-korupsi Malaysia.
Akbar menjalin persahabatan dengan Daim pada akhir tahun 1980-an, selama masa jabatan pertama Daim sebagai menteri keuangan antara 1984 dan 1991.
Kerajaan bisnis Akbar melesat ketika Daim menjabat sebagai menteri keuangan untuk kedua kalinya pada tahun 1999.
Pada awal tahun 1999, Akbar mendapatkan dukungan tidak langsung dari pemerintahan Mahathir untuk mengambil alih MPHB, konglomerat yang bergerak di bidang perbankan, asuransi, pengembangan properti, perjudian, dan lotere.
Akuisisi bisnis ini menimbulkan kontroversi yang kemudian menjadi fokus investigasi MACC.
Transaksi bisnis MPHB dianggap pada saat itu sebagai upaya menyingkirkan perusahaan dan pengusaha yang memiliki hubungan dekat dengan mantan wakil perdana menteri Anwar Ibrahim yang dipecat oleh Mahathir pada September 1998 dan kemudian dipenjara.
Taipan Lim Thian Kiat, sekutu dekat Anwar, yang memegang kendali MPHB ketika itu diarahkan oleh pemerintahan Mahathir untuk hanya bernegosiasi dengan Akbar atas penjualan konglomerat tersebut.
Pejabat pemerintah yang mengetahui kasus ini mengatakan kepada CNA bahwa penyelidikan terhadap pengambilalihan MPHB berfokus pada alur bagaimana kesepakatan tersebut diatur.
Para penyelidik sedang mencari tahu bagaimana sebuah unit perusahaan MPHB memberikan pinjaman sebesar US$140 juta kepada perusahaan yang terkait dengan Akbar di Kepulauan Virgin Inggris bernama Eightybridge United SA dan Strykers Development Inc.
Pinjaman tersebut kemudian digunakan untuk mengakuisisi blok saham krusial yang dikendalikan Lim, demikian sumber menceritakan.
Hukum korporat Malaysia melarang perusahaan yang memiliki kepentingan finansial untuk memberikan pinjaman kepada pihak terkait.
Akbar yang pada saat itu memiliki bank komersial dan asuransi tidak hanya menerima pendanaan dari pihak terkait. Pinjaman tersebut juga dijaminkan dengan saham MPHB yang merupakan pelanggaran lain terhadap hukum korporat Malaysia.
Sambil menyiapkan pengambilalihannya atas MPHB, Akbar juga mendapatkan hak eksklusif dari Kementerian Keuangan yang dipimpin Daim untuk menangani repatriasi saham beku senilai lebih dari US$4 miliar yang terdaftar di CLOB.
Saham-saham112 perusahaan Malaysia dibekukan ketika Malaysia menerapkan pengendalian arus modal pada September 1998 untuk melindungi mata uang Ringgit yang terpuruk karena krisis moneter.
Setelah berbulan-bulan negosiasi, perusahaan Akbar bernama Effective Capital ditunjuk untuk mengatur repatriasi saham-saham yang dibekukan kembali ke bursa Malaysia.
Para pejabat pemerintah mencatat bahwa penunjukan ini membuat Effective Capital meraup hampir RM300 juta untuk merepatriasi saham-saham CLOB kepada lebih dari 172.000 investor.