Dari China untuk dunia: Labubu dan Ne Zha 2 siap mendorong ekspansi global Pop Mart pada 2025
Setelah demam blind box, Labubu, dan lini mainan Ne Zha, Pop Mart membeberkan strategi pertumbuhan globalnya kepada CNA.

Seri blind box Ne Zha 2 Born Bonds dari Pop Mart terjual habis di China setelah film animasi ini sukses di box office dalam negeri. (Foto: WeChat/Pop Mart)
SINGAPURA: Sempat bercita-cita menjadi pesaing Disney di China, namun setelah satu tahun dengan pertumbuhan pesat di seluruh Asia, Pop Mart ingin memantapkan diri sebagai kekuatan global. Pendapatan luar negeri perusahaan di balik tren Labubu dan Ne Zha 2 ini diproyeksi melampaui 50 persen dari total pemasukan pada tahun 2025.
Dalam wawancara eksklusif dengan CNA, para eksekutif perusahaan Pop Mart membeberkan strategi pertumbuhan mereka.
Asia Tenggara kini menjadi pasar luar negeri terbesar Pop Mart. Pendapatan mereka di kawasan ini mencapai lebih dari 560 juta yuan (Rp1,2 triliun) untuk paruh pertama 2024, melonjak hampir 480 persen dari periode sebelumnya.
Tahun ini akan menjadi tahun yang "sangat menarik", kata Jeremy Lee, Direktur Bisnis dan Kepala Kemitraan Pop Mart untuk Asia Tenggara.
"Yang kita lihat saat ini hanyalah puncak gunung es dari produk-produk apa saja yang akan dirilis... tim kami bekerja sangat keras, jadi nantikan saja."
Tahun ini, para penggemar akan dimanjakan dengan lini produk baru, termasuk Labubu dan figurine edisi terbatas, toko-toko pop up yang menjual pakaian dan produk gaya hidup, serta kolaborasi dengan berbagai merek dan artis.
"Itulah cara Pop Mart - ketika mendatangi toko dari minggu ke minggu, bulan ke bulan, Anda tidak akan menemukan produk yang sama. Akan selalu ada sesuatu yang baru," kata Lee.
"Kami berharap bisa mengulang kesuksesan di tahun 2024 dan mengembangkan Pop Mart menjadi merek global," ujar Kepala Kemitraan Kevin Zhang, seraya menambahkan bahwa "kolaborasi lintas merek" yang akan datang akan membantu "meningkatkan kesadaran merek dan kekayaan intelektual".
KESUKSESAN NE ZHA
Perusahaan ini telah menjadi yang terdepan dalam tren "China chic" dan memanfaatkan budaya klasik Tiongkok untuk mempromosikan mainannya.
"Selama tiga tahun ke depan, Pop Mart akan terus merilis produk kolaborasi yang berkaitan dengan budaya tradisional dan warisan budaya takbenda," kata Wakil Presiden Chen Xiaoyun dalam komentar yang disampaikan oleh media pemerintah China pada bulan Januari.
"Dengan mengintegrasikan dan berinovasi antara budaya tradisional dan terkini, kami dapat menceritakan kisah China dengan lebih baik kepada para penggemar global," kata Chen.

Saat ini berbagai mitologi Tiongkok memang telah menjadi sorotan dunia sehingga strategi Pop Mart tepat waktunya.
Pahlawan klasik seperti Dewa Kera Sun Wukong sedang digarap ulang dan diceritakan kembali dalam video game dan film yang laris manis.
Kesuksesan luar biasa dari animasi China Ne Zha 2, si anak dewa yang nakal, juga telah mendorong daya jual Pop Mart ke tingkat yang lebih tinggi.
Seri blind box Ne Zha 2 Born Bonds telah terjual habis di toko-toko di seluruh China - hanya beberapa hari setelah animasinya dirilis pada 30 Januari.
Sejak saat itu, saham Pop Mart di Bursa Efek Hong Kong meningkat sekitar 20 persen, mencapai rekor tertinggi pada 18 Februari.
Dalam sebuah laporan yang dirilis Januari lalu oleh bank investasi Morgan Stanley, Pop Mart dinobatkan sebagai salah satu yang diunggulkan dan diharapkan menjadi "mitra utama bagi pemilik hak cipta besar global yang ingin menghasilkan cuan dan memperluas popularitas mereka melalui mainan".
"Ne Zha 2 menjadi hit box office (sehingga) kami berkolaborasi dengan pemegang hak cipta film tersebut dan itu menjadi produk menguntungkan lainnya bagi kami," kata Zhang.
Film ini akan mulai ditayangkan di Singapura dan Malaysia pada bulan Maret.
Soal kapan mainan Ne Zha 2 akan dirilis secara internasional, Pop Mart mengatakan bahwa "waktu adalah kuncinya" dan mereka akan meluncurkannya setelah filmnya tayang di luar negeri. Â
DAYA BELI DARI "KONSUMSI EMOSIONAL"
Industri mainan China terus mengalami pertumbuhan pesat, menurut statistik yang dirilis pada Desember lalu oleh Guosen Securities, sebuah perusahaan jasa keuangan milik negara yang berbasis di Shenzhen. Â
Ukuran pasar domestiknya tumbuh dari 6,8 miliar yuan pada tahun 2015 menjadi 60 miliar yuan tahun lalu. Pop Mart sendiri memegang pangsa pasar yang cukup besar, sekitar 8,5 persen. Â
Antusiasme para penggemar yang didorong oleh meningkatnya "nafsu berbelanja" di kalangan konsumen Gen Z dan milenial, telah menghasilkan keuntungan besar bagi perusahaan, ujar para pengamat industri. Â
Nostalgia dan penjualan yang berfokus pada "nilai emosional" adalah alat pemasaran yang penting dan kuat, kata Lee kepada CNA, terutama dalam menarik audiens target utama mereka, yaitu pembeli "kidult" (orang dewasa pecinta mainan) yang berusia antara 19 hingga akhir 30-an. Â
“(Mainan ini) menghubungkan orang dengan tempat mereka tinggal,” kata Lee. “Itulah mengapa nilai emosional sangat penting.” Â

Zhang mencatat bahwa berakhirnya pandemi adalah momen yang sangat tepat bagi perusahaan karena menandai kembalinya kebiasaan berbelanja di kalangan Gen Z dan milenial sebagai cara untuk mengatasi tekanan dan "menyembuhkan jiwa kekanak-kanakan dalam diri mereka." Â
“Sudah setahun sejak dunia terbebas dari COVID-19, dan orang-orang kembali ke pola pikir pra-pandemi,” kata Zhang. Â
“Dengan tekanan ekonomi (dan kehidupan sehari-hari), semua orang merasa stres, jadi kami beruntung bisa memberikan (sedikit) nilai emosional, yaitu 15 detik kebahagiaan.” Â
“(Produk kami) adalah sesuatu yang menyenangkan, sesuatu yang menarik, dan sesuatu yang imut—yang bisa terhubung dengan Anda, di saat suka maupun duka,” tambahnya. Â
“Semua karakter kami, yang diciptakan oleh seniman individu, hidup di semesta mereka sendiri dan mengekspresikan emosi tertentu atau menghubungkan para penciptanya dengan dunia.” Â
“Jadi pada akhirnya, nilai emosional itulah yang kami coba hadirkan.”Â

Seorang penggemar berat Pop Mart, Ariel Faye, eksekutif e-commerce digital berusia 30 tahun di Singapura, telah menghabiskan ribuan dolar untuk memborong mainan. Â
"Nilai emosional" adalah faktor utama yang mendorong hasratnya dalam membeli dan memajang mainan Pop Mart, katanya kepada CNA. Â
“Desainnya lucu dan memberikan rasa nyaman serta kebahagiaan,” kata Faye, yang menyebut karakter seperti Labubu, Molly, dan Dimoo sebagai favoritnya. Â
Dalam waktu hanya empat bulan, dia dan suaminya telah menyiapkan tiga lemari pajangan di rumah baru mereka untuk menampilkan lebih dari 160 koleksi yang beragam. Â
“Memiliki mainan favorit memberi saya rasa pencapaian, dan memajangnya setelah hari yang melelahkan membawa kenyamanan,” katanya.
SETELAH LABUBU, APA LAGI?
Di luar mainan blind box dan koleksi lainnya, Pop Mart juga berencana memperluas serta meningkatkan taman hiburan Pop Land yang sudah ada di China, termasuk menambahkan wahana ke taman mereka di Beijing. Â
Pop-up store telah diluncurkan di seluruh China tahun lalu untuk membawa pengalaman Pop Land ke para penggemar di luar Beijing. Â
“Itulah yang ingin kami kembangkan, yaitu menghadirkan pengalaman Pop Land kepada konsumen di luar Beijing,” kata Zhang. Â
Tim Pop Mart telah bekerja untuk "menyempurnakan formula" sebelum mempertimbangkan ekspansi lebih lanjut, kata Lee kepada CNA. Â
Ketika ditanya tentang kemungkinan meluncurkan taman hiburan pertamanya di luar China, dia mengatakan: "Dalam jangka panjang, mungkin saja." Â

Tahun 2025 menandai ulang tahun ke-15 Pop Mart sejak didirikan pada tahun 2010 sebagai perusahaan mainan kecil yang belum tenar. Â
Kesuksesannya, meskipun lambat, terjadi secara “organik”, kata perusahaan tersebut. Â
Dukungan spontan dari selebritas dan keterlibatan penggemar memperkuat statusnya sebagai trendsetter di Asia, kata Zhang, dan telah menghasilkan kolaborasi menguntungkan dengan merek global seperti Gong Cha (bubble tea asal Taiwan), L'OrĂ©al, Uniqlo, serta Samsung Electronics di Thailand. Â
Meskipun China tetap menjadi pasar terbesar, namun ini diperkirakan akan berubah seiring ekspansi global untuk bersaing dengan merek yang lebih mapan seperti Disney dan Sanrio.
Pendapatan luar negeri pada tahun 2025 diproyeksikan akan melebihi 50 persen dari total pendapatan, melampaui pendapatan domestik. Â
“Kami tidak hanya fokus pada identitas sebagai merek China,” kata Zhang. “Kami masih berkembang dan berekspansi, jadi kami membutuhkan dukungan dari mitra merek dan komunitas penggemar.” Â
Baik itu peri berbulu yang nakal atau boneka bayi bertema astronot yang warna-warni, permintaan akan mainan dan koleksi Pop Mart masih tetap tinggi di seluruh Asia Tenggara.

Sepanjang tahun 2024, para penggemar Labubu di Singapura mengantre selama berjam-jam di toko Pop Mart untuk mendapatkan rilisan terbaru. Â
Kekacauan terjadi di sebuah konvensi mainan di Marina Bay Sands pada Agustus lalu ketika para penggemar berebut mendapatkan mainan dan aksesori Labubu yang baru dirilis, termasuk gantungan boneka Labubu Merlion edisi terbatas. Â
Kegandrungan ini bahkan memicu terjadinya pencurian dan perjudian, dengan tiga remaja tertangkap kamera CCTV mencuri lima Labubu dari mesin capit di Yishun. Â
Labubu serta karakter Pop Mart lainnya seperti figur Dimoo dan boneka Crybaby juga sangat populer di Thailand—bahkan Labubu berbulu ini telah ditampilkan dalam kampanye pariwisata resmi. Â
Permintaan yang besar ini semakin meningkat dengan dukungan selebritas Thailand seperti Lisa Blackpink dan aktor Mario Maurer, mendorong pasar jual kembali yang berkembang pesat di negara tersebut. Â

Boneka Labubu, yang awalnya dijual seharga sekitar 99 yuan, dapat dijual kembali dengan harga jauh lebih tinggi, apalagi yang edisi terbatas. Â
Di Vietnam, para penggemar berbondong-bondong mengunjungi kastil Pop Mart setinggi tiga lantai di atas atraksi wisata Sun World Ba Na Hills, yang dibuka pada Mei lalu. Â
Bagian riset dan pengembangan akan menjadi “lebih krusial dari sebelumnya” di tahun 2025 untuk menjaga momentum penjualan, kata Pop Mart. Â
Tidak ada tren yang bisa bertahan selamanya, kata Lee. “Pertanyaan yang lebih penting adalah, apa tren berikutnya? Apa yang akan menjadi populer selanjutnya? Apa yang akan menarik perhatian?” Â
“Itulah peran inovasi.” Â
“Jika kami tidak melakukan riset untuk mengubah figur blind box menjadi gantungan boneka setengah vinyl, Lisa mungkin tidak akan pernah memilih Labubu dan memajangnya di medsos.”
Ikuti Kuis CNA Memahami Asia dengan bergabung di saluran WhatsApp CNA Indonesia. Menangkan iPhone 15 serta hadiah menarik lainnya.