Tur Asia Tenggara Xi Jinping: Strategi tebar pesona China di tengah serangan tarif Trump
Para pakar mengatakan rencana kunjungan Xi Jinping ke Malaysia, Vietnam dan Kamboja adalah demi keuntungan China. Namun negara-negara tuan rumah jangan sampai terjebak di tengah rivalitas China dan AS.

FOTO FILE: Presiden China Xi Jinping menghadiri sesi pleno kedua Kongres Rakyat Nasional (NPC), di Aula Besar Rakyat di Beijing, 8 Maret 2025. (Foto: Reuters/Tingshu Wang/File Photo)
SINGAPURA: Di tengah ketidakpastian global yang menerpa akibat tarif dagang yang diterapkan Donald Trump, Presiden China Xi Jinping akan melakukan tur ke negara-negara Asia Tenggara, sebuah perjalanan yang menurut para pengamat tepat waktu dan strategis.
Pengamat juga mengatakan, tur ini bertujuan memperkuat hubungan dengan kawasan dan demi memoles citra China sebagai mitra ekonomi yang bisa diandalkan, mengingat negara-negara Asia Tenggara adalah yang paling dirugikan oleh tarif Trump.
"Kunjungan Xi jelas diatur waktunya untuk merespons pemberlakuan tarif oleh Trump di semua negara, terutama karena Asia Tenggara adalah mitra dagang terbesar China," kata Carlyle Thayer, profesor emeritus di University of New South Wales (UNSW), Canberra.
Lim Tai Wei, pengamat Asia Timur dan profesor di Fakultas Bisnis Universitas Soka, mengatakan kunjungan itu adalah bagian dari upaya tebar pesona China terhadap negara-negara yang "dianggap paling menderita akibat tarif".
Kamboja adalah salah satu negara yang diganjar tarif terbesar oleh Trump, yaitu 49 persen, sementara Vietnam dan Malaysia masing-masing 46 dan 24 persen.
Xi direncanakan mengunjungi Malaysia pada 15 hingga 17 April mendatang dan dilaporkan juga akan menyambangi Vietnam dan Kamboja. Ini adalah kunjungan pertama Xi keluar negeri di tahun ini dan yang pertama ke Asia Tenggara sejak kunjungan ke Vietnam pada Desember 2023.
Awal pekan ini, Xi berkomitmen untuk memperkuat hubungan strategis dengan negara-negara tetangga dengan mengelola perbedaan dengan baik dan meningkatkan rantai pasok.
Namun menurut Lim, kunjungan Xi nanti dan juga penyambutannya oleh tuan rumah akan lebih terukur. Pasalnya, respons yang dianggap berlebihan bisa mengganggu negosiasi yang tengah berlangsung antara AS dengan beberapa negara soal tarif.
Lim mengatakan, Malaysia, Vietnam dan Kamboja "sepertinya akan sangat berhati-hati mengeluarkan pernyataan dan tidak menyinggung siapa pun". Ketiga negara itu, kata dia, akan menghasilkan pernyataan yang bersifat "luas dan umum, ketimbang tegas", mencerminkan gagasan kolektif ASEAN.
Malaysia dan Vietnam yang terutama akan sangat berhati-hati dalam gestur dan penampilannya dengan Xi, pasalnya mereka tengah bernegosiasi dengan AS.
"Negosiasi ini rumit dan sensitif, terutama karena Trump tidak bisa diprediksi," kata Lim kepada CNA. "Kedua negara akan berhati-hati dalam penyambutan pemimpin tertinggi China."
Lye Liang Fook, peneliti senior di ISEAS-Yusof Ishak Institute, Singapura, mengatakan ini adalah kunjungan dengan jumlah negara terbanyak Xi sejak 2013.
Dia mencatat Xi telah 10 kali menyambangi negara-negara Asia Tenggara sejak memimpin di tahun 2013. Biasanya, dia tidak pernah berkunjung ke lebih dari dua negara dalam satu kali tur, dan acapkali diiringi dengan menghadiri KTT global besar.
KEMUNGKINAN TIDAK ADA KESEPAKATAN BESAR
Asia Tenggara, dengan populasi 680 juta jiwa, telah menjadi semakin penting bagi AS dan Tiongkok.
ASEAN, terdiri dari 10 negara anggota, adalah mitra dagang terbesar China. Pada 2024, perdagangan dengan negara-negara ASEAN menyumbang 15,9 persen dari total perdagangan luar negeri China - dengan perdagangan bilateral mencapai US$962,98 miliar, menurut statistik resmi.
Sebagai perbandingan, Amerika Serikat adalah mitra dagang terbesar kedua ASEAN, dengan total perdagangan diperkirakan mencapai US$476,8 miliar pada 2024.
Namun, persepsi dan dukungan di kawasan ini terhadap kedua negara adidaya tersebut masih terpecah belah, menurut hasil survei tahunan terbaru yang diterbitkan oleh lembaga think tank ISEAS-Yusof Ishak Institute.
Para pengamat memperkirakan hubungan antara China dan Asia Tenggara akan semakin kuat akibat tarif Trump. Namun kesepakatan besar diperkirakan tidak akan tercipta atau ditandatangani dalam kunjungan Xi kali ini.

Lim mengatakan, Xi jarang mengamankan kesepakatan bisnis dalam kunjungannya ke negara lain. Kunjungan kenegaraan Xi biasanya lebih ke simbolik dan terstruktur.
"Dia sepertinya ingin menunjukkan bahwa China adalah sahabat bagi kawasan," kata dia.
"Mungkin akan ada pengumuman soal memperkuat hubungan bisnis, tapi belum tentu ada kesepakatan politik."
Menurut Lim, pada kunjungan ini Xi juga akan menunjukkan bahwa China adalah mitra yang stabil dan bisa diandalkan di kawasan, berbeda dengan AS yang tidak terduga dan tidak konsisten.
"Trump menjadi semakin tidak terduga untuk diajak berunding, dibanding periode pertamanya," kata Lim. "Tuntutannya sekarang jauh lebih sulit lagi."
Selama kunjungan nanti, Xi juga akan mencoba mencari titik temu untuk mengurangi dampak tarif Trump, kata Thayer.
Ia menambahkan bahwa Tiongkok kemungkinan akan berusaha memastikan rantai pasokan utama di kawasan tetap terbuka dan hambatan perdagangan yang ada ditangani dalam kerangka kerja perjanjian perdagangan bebas Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (RCEP), yang terdiri dari 10 negara ASEAN serta mitra Australia, China, Jepang, Korea Selatan, dan Selandia Baru.
Daripada hanya berfokus pada penawaran insentif ekonomi, delegasi China kemungkinan besar lebih tertarik untuk memahami bagaimana tiga negara tuan rumah, Malaysia, Vietnam, dan Kamboja - dan ASEAN secara keseluruhan - "berencana untuk merespons langkah-langkah perdagangan yang diberlakukan oleh AS", kata Thayer.
Delegasi China kemungkinan akan memprioritaskan upaya mengamankan pasar baru di kawasan ini untuk meredam dampak tindakan AS terhadap pertumbuhan ekonomi mereka, kata diplomat veteran Malaysia, Dr Ilango Karuppannan, yang juga merupakan mantan Komisioner Tinggi untuk Singapura dan Duta Besar untuk Lebanon.
"Saat ini, China membutuhkan mitra ekonomi dan dukungan politik," tambahnya.
"Lawatan ini penting bagi China karena mereka sedang mencari cara membebaskan diri dari kendala-kendala yang muncul akibat kebijakan-kebijakan Trump yang merugikan."
Pilihan Xi bertandang ke tiga negara Asia Tenggara - Kamboja, Vietnam, dan Malaysia - mencerminkan keselarasan kepentingan, kata para analis.
Kamboja telah lama menjadi salah satu sekutu setia China di kawasan. Kedua negara telah mempertahankan aliansi yang kokoh selama beberapa dekade, ditandai oleh kesepakatan investasi infrastruktur yang menguntungkan dan dukungan militer.
Xi belum pernah mengunjungi Kamboja sejak tahun 2016 dan perjalanannya nanti adalah yang pertama sejak Hun Manet menjabat presiden. Menurut pengamat, kunjungan bulan ini bertujuan untuk memperkuat hubungan dengan kepemimpinan baru negara tersebut.
Hubungan antara Vietnam dan China telah semakin tegang karena saling klaim wilayah di Laut China Selatan, yang telah menjadi katalisator hubungan AS-Vietnam.
Namun dengan pengenaan tarif tinggi baru-baru ini, Beijing melihat peluang untuk mendekatkan diri dengan Vietnam, kata Lim.
"Sebagai pusat manufaktur, Vietnam memandang perdagangan sebagai hal yang sangat penting bagi kelangsungan hidupnya. Kepemimpinannya diperkirakan akan melanjutkan pendekatan 'diplomasi bambu' terhadap hubungan luar negeri (dengan China)," kata Lim, menambahkan bahwa Hanoi kemungkinan besar akan "terlibat dalam tindakan penyeimbangan antara Beijing dan Washington untuk melindungi kepentingannya sendiri".
Sementara pada kunjungan ke Malaysia pada 15 April mendatang, Xi diperkirakan akan memberikan kesan yang kuat, kata mantan diplomat Karuppannan, yang sekarang mengelola "Diplomatify", sebuah saluran YouTube yang membahas masalah-masalah regional dan global.
Malaysia saat ini menjabat sebagai ketua ASEAN, sebuah posisi yang "memberikan kekuatan dan pengaruh dalam hal penyusunan agenda, penyelenggaraan pertemuan, dan penyusunan pernyataan bersama", kata Karuppannan.
"Di sinilah China menganggap Malaysia penting, untuk mendapatkan dukungan politik yang mereka inginkan," tambahnya. Dia juga menyoroti hubungan ekonomi Malaysia yang kuat dengan China, seperti proyek-proyek infrastruktur yang didanai oleh Tiongkok, salah satunya jalur kereta api.
TETAP BERHATI-HATI
Trump secara dramatis melakukan perubahan kebijakan dengan mengumumkan jeda 90 hari untuk sebagian besar negara yang terkena tarif AS.
Namun, ia tetap menekan China, bahkan menaikkan tarif hingga 125 persen, semakin memicu ketegangan kedua negara.
Ketiga negara yang didatangi Xi harus tetap berhati-hati agar tidak terlihat "memihak China di masa sensitif ini" - terutama dengan prinsip netralitas ASEAN yang sejak lama berlaku dalam menyikapi rivalitas AS-China, kata para ahli.

Ke depannya, kata Karuppannan, rivalitas antara China dan AS sebagai dua negara terkuat di dunia tidak akan melonggar, malah semakin ketat.
"Selama beberapa dekade, dunia telah mendukung AS dalam mempertahankan sistem perdagangan global yang terbuka, karena khawatir bahwa negara-negara seperti China akan melakukan praktik perdagangan yang tidak adil atau proteksionisme demi kepentingan mereka sendiri."
"Tapi saat ini situasinya berbalik. Beijing sekarang mendorong sistem perdagangan global agar tetap terbuka, sementara Washington memainkan peran yang dulu kita khawatirkan akan diambil oleh China."
"Kunjungan Xi kali ini sangat penting karena kita tetap berada di jalur perjuangan yang sama dalam mempertahankan keterbukaan sistem perdagangan global," tambahnya.
Ikuti saluran WhatsApp CNA Indonesia untuk dapatkan berita menarik lainnya. Pastikan fungsi notifikasi telah dinyalakan dengan menekan tombol lonceng.