Kronologi turbulensi hebat Singapore Airlines yang terjun 1,8 km selama 4 menit
Pesawat Singapore Airlines SQ321 mendadak menukik dari ketinggian 37.000 ke 31.000 kaki saat sedang melintasi Teluk Benggala.

BANGKOK: Pesawat Singapore Airlines SQ321 yang mengalami turbulensi hebat terjun selama 6000 kaki atau 1,8 km selama 4 menit.
Boeing 777-300ER itu mendadak menukik dari ketinggian 37.000 kaki ke 31.000 kaki saat sedang melintasi Teluk Benggala.
Foto-foto menunjukan kekacauan di dalam kabin pesawat.
Salah satu foto memperlihatkan lantai dapur pesawat yang berserakan wadah makanan.
Dzafran Amir, pelajar berusia 28 tahun, yang merupakan salah satu penumpang menceritakan kepada Reuters pesawat mendadak miring ke atas dan bergetar.
Tiba-tiba, lanjutnya, pesawat menukik dengan hebat sehingga penumpang yang duduk tanpa sabuk pengaman langsung terlempar ke langit-langit pesawat yang sedang mengangkut 229 orang itu.
Kepala beberapa penumpang menghantam kabin bagasi di atas sampai penyok, mereka mengenai tempat lampu dan masker yang langsung rusak.

Seorang penumpang tewas akibat kejadian ini dan puluhan luka-luka.
SQ321, yang berangkat dari Bandara Heathrow London pukul 10.38 malam waktu setempat pada hari Senin, telah melakukan pendaratan darurat di Bandara Suvarnabhumi, Bangkok pada pukul 3.45 sore waktu setempat.
MENGAPA TURBULENSI DAPAT TERJADI
Turbulensi terjadi ketika pesawat terjebak dalam perubahan mendadak aliran udara, yang dapat menyebabkan pesawat berguncang.
Shantanu Gangakhedkar, konsultan senior penerbangan di perusahaan riset pasar Frost dan Sullivan, mengatakan kepada CNA938 bahwa turbulensi dapat disebabkan oleh beberapa alasan mulai dari badai, awan, hingga arus jet.
Jenis turbulensi yang paling tidak dapat diprediksi adalah turbulensi udara jernih (CAT), yang bisa terjadi tanpa tanda-tanda apapun.
CAT sering menjadi penyebab cedera karena bisa terjadi tanpa peringatan. Dalam kejadian ini, awak pesawat mungkin sekali tidak memiliki waktu menginstruksikan penumpang untuk kembali ke kursi mereka dan mengencangkan sabuk pengaman.
"Turbulensi udara jernih terjadi ketika langit benar-benar cerah. Kita tidak bisa melihatnya dan terjadi tiba-tiba. Saat ini kita tidak memiliki teknologi untuk memprediksi (atau mendeteksinya) - apalagi pada ketinggian 36.000 kaki," jelas Gangakhedkar.
"Jika seseorang sedang berjalan, mereka bisa terlempar jika turbulensi tiba-tiba terjadi. Ini bisa menyebabkan cedera parah. (Inilah sebabnya) disarankan untuk mengencangkan sabuk pengaman selama ketinggian jelajah bahkan jika tanda pasang sabuk pengaman tidak dinyalakan."
Dapatkan informasi menarik lainnya dengan bergabung di WhatsApp Channel CNA.id dengan klik tautan ini.