Johor akan bangun fasilitas pengolahan air bersih Rp18,6T, siap akhiri ketergantungan Malaysia pada Singapura?
Pemerintah negara bagian Johor juga masih harus mengelola pertumbuhan industri pusat data yang membutuhkan pasokan air dalam jumlah besar, ujar para pakar.

Pemandangan udara Sungai Johor dengan jembatan Senai-Desaru. (Foto: CNA/Zamzahuri Abas).
JOHOR BAHRU: Pemerintah negara bagian Johor di Malaysia mengungkapkan rencana lima tahun untuk pembangunan tiga waduk dan tiga fasilitas pengolahan air bersih, dengan harapan pada 2030 mereka tidak lagi bergantung pada Singapura. Menurut para pakar, ini adalah rencana yang ambisius, namun mewujudkan rencana itu dalam waktu lima tahun akan sulit.
Para pakar mengatakan, rencana yang diperkirakan akan memakan biaya lebih dari RM5 miliar (Rp18,6 triliun) itu membutuhkan kolaborasi dan kerja sama erat antara pemerintah negara bagian, pusat dan berbagai lembaga pemerintahan di Malaysia.
Sementara para pengamat lingkungan menekankan bahwa kebutuhan swasembada air bersih sangat mendesak bagi negara bagian selatan Malaysia tersebut. Terlebih karena industri pusat data yang butuh pasokan air banyak tengah berkembang di Johor, ditambah lagi dengan masalah polusi di sungai utama yang memicu masalah kesehatan bagi masyarakat setempat.
Pada Minggu lalu (9/3), harian lokal News Straits Times melaporkan bahwa pemerintah Johor yang bekerja sama dengan pusat telah mengalokasikan RM1,6 miliar untuk membangun tiga waduk air baru di sepanjang Sungai Johor, Pontian Besar dan Sedili Besar.

Pejabat Johor dalam laporan tersebut mengatakan bahwa waduk dan fasilitas pengolahan air adalah bagian penting dari Proyek Ketergantungan Nol yang bertujuan mengurangi kebergantungan Johor terhadap pasokan air bersih dari Singapura.
Di bawah Perjanjian Air 1962 yang ditandatangani kedua negara, Singapura boleh membeli 250 juta galon air Sungai Johor per hari dengan harga 3 sen per 1.000 galon.
Sebagai gantinya, Malaysia berhak membeli kembali air bersih hasil olahan Singapura hingga 2 persen dari jumlah air mentah yang dipasok, dengan harga 50 sen per 1.000 galon.
Saat ini Johor mengimpor rata-rata 16 juta galon air bersih setiap harinya (mgd) dari Singapura. Angka ini jauh di atas kewajiban Singapura untuk menjual kembali ke Malaysia di bawah perjanjian 1962, yaitu 5 mgd.
Pada Rapat Pemimpin Malaysia-Singapura pada 2023, Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim dan PM Singapura ketika itu Lee Hsien Loong sepakat kedua negara akan melanjutkan diskusi soal harga air mentah dan bersih.
Disepakati juga kelanjutan diskusi soal menjaga kualitas air, termasuk soal memastikan debit air di Sungai Johor demi keberlangsungan pasokan.
MENDORONG UPAYA JOHOR MENCAPAI SWASEMBADA AIR BERSIH
Para pakar kepada CNA mengatakan, Johor tengah mengupayakan swasembada air bersih dengan cara mengurangi volume impor dari Singapura dan tidak terlalu bergantung dengan negara itu untuk pengadaan air.
Charles Santiago, ketua Komisi Layanan Air Nasional (SPAN), mengatakan kepada CNA bahwa tiga waduk baru — yang dikenal sebagai Takungan Air Pinggiran Sungai (TAPS) — akan meningkatkan ketersediaan air mentah bagi negara bagian tersebut.
SPAN adalah lembaga regulasi yang bertanggung jawab atas industri air dan sanitasi di Semenanjung Malaysia.
Ia menambahkan bahwa fasilitas pengolahan air yang akan datang — yang terhubung dengan tiga waduk tersebut — akan meningkatkan kemampuan Johor dalam menyediakan air bersih bagi warganya serta memenuhi kebutuhan industri pusat data.
Dia mengatakan, jika program ini sukses, maka pasokan air bersih di Johor akan meningkat sekitar total 1.200 mgd, 75 kali lipat dibanding impor dari Singapura saat ini.
"Proyek ini mengalami kemajuan sesuai dengan rencana dan diharapkan bisa selesai sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan," kata Santiago kepada CNA.
"Target lima tahun sangat ambisius, kesuksesannya akan bergantung pada implementasi praktik-praktik keberlanjutan yang efisien dan kolaborasi yang kuat antara pemerintah negara bagian dan pusat, pengembang, badan regulasi dan aparat setempat," kata Santiago lagi.

Namun para pengamat mengatakan akan sulit memenuhi tenggat waktu lima tahun karena skala konstruksinya yang besar. Menurut mereka, rata-rata pembangunan waduk membutuhkan waktu delapan tahun.
Tapi tidak sedikit juga yang optimistis target lima tahun akan terpenuhi karena adanya dukungan dari pemerintahan Putrajaya.
"Memenuhi target pembangunan waduk dalam lima tahun adalah tantangan besar, tapi bukannya mustahil," kata pakar modeling dan kualitas air Zaki Zainuddin kepada CNA.
Ia menekankan bahwa sangat mendesak bagi Malaysia untuk memastikan Johor mencapai swasembada pasokan dan sumber daya air bersih.
"Ini sangat relevan bagi Johor, yang sering dianggap sebagai negara bagian paling maju kedua atau ketiga di Malaysia. Urgensinya semakin meningkat dengan ambisi Johor dalam meningkatkan sektor pusat data," kata Zaki, yang merupakan panelis ahli di Departemen Lingkungan Malaysia serta penasihat bagi perusahaan konsultasi lingkungan.
Ilmuwan konservasi Serina Rahman, yang juga dosen di Departemen Studi Asia Tenggara, Universitas Nasional Singapura (NUS), menyampaikan pandangan serupa.
Ia mengatakan kepada CNA, "Johor telah mengalami lonjakan investasi dalam beberapa tahun terakhir, jadi saya rasa dukungan finansial untuk percepatan proyek ini mungkin bukan masalah — terutama jika ada dukungan langsung dari Putrajaya."
Serina menambahkan bahwa perjanjian air dengan Singapura akan berakhir pada tahun 2061, dan dalam menghadapi hal tersebut, sangat penting bagi Malaysia dan Johor untuk mandiri dalam pengolahan air bersih sendiri.
"Kebutuhan air bersih di Johor akan meningkat, terutama dengan investasi terkait kawasan ekonomi khusus (KEK) yang diperkirakan menarik lebih banyak orang untuk tinggal dan bekerja di Johor. Mungkin Johor kini berada pada tahap pembangunan yang memungkinkan untuk mengolah airnya sendiri," katanya.
Awal tahun ini, Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim dan Perdana Menteri Singapura Lawrence Wong menyaksikan pertukaran perjanjian mengenai Kawasan Ekonomi Khusus Johor-Singapura (KEK-JS) dalam Pertemuan Pemimpin Malaysia-Singapura ke-11 di Putrajaya.
KEK-JS akan dijalankan bersama oleh Malaysia dan Singapura, dengan target menciptakan 20.000 lapangan kerja terampil dalam lima tahun pertama.
PAKAR: PENGEMBANGAN PUSAT DATA HARUS BISA DIKELOLA
Jika pun rencana pembangunan waduk dan fasilitas pengolahan air bersih selama lima tahun terpenuhi, para pengamat kepada CNA mengatakan bahwa pemerintah Johor harus cermat dalam mengelola perluasan industri pusat data.
Pasalnya industri tersebut menghabiskan banyak energi dan membutuhkan jumlah air yang besar serta pasokan yang konsisten untuk sistem pendinginannya.
Berbicara dalam sebuah acara pada Juli 2024, wali kota dewan kota Johor Bahru saat itu, Mohd Noorazam Osman, menekankan bahwa fokus "masalah sebenarnya" di Johor adalah pasokan air dan listrik.
"Sebagai otoritas lokal, saya percaya menarik investasi itu penting, tetapi hal itu tidak boleh mengorbankan kebutuhan masyarakat," katanya.
Johor sedang dalam perjalanan menjadi pusat data utama untuk Asia Tenggara. Menurut situs intelijen pusat data DC Byte, kapasitas pusat data Johor ini telah tumbuh dari hanya 10 megawatt (MW) pada 2021 menjadi 1.500MW pada 2024.

Johor juga puluhan fasilitas pusat data, termasuk investasi dari perusahaan multinasional seperti YTL, Yondr, dan AirTrunk.
S. Piarapakaran presiden lembaga riset air dan energi Association of Water and Energy Research Malaysia (AWER) mengatakan bahwa peningkatan agresif dalam pasokan air Johor selama lima tahun ke depan mungkin dapat membantu Johor mencapai potensinya dalam industri pusat data, tetapi konsumsi air untuk penduduk tetap harus menjadi prioritas.
Dia menambahkan bahwa pemerintah harus lebih selektif terhadap proyek-proyek yang memiliki permintaan berlebihan terhadap air bersih dan harus ada undang-undang yang lebih ketat terkait konsumsi air.
"Undang-Undang Industri Layanan Air 2006 memberi wewenang kepada regulator untuk memberlakukan aturan konsumsi air yang lebih ketat untuk operasional yang sangat bergantung pada air bersih. Arahannya harus berasal dari regulator pusat untuk diterapkan oleh pemerintah negara bagian," kata Piarapakaran.
Ketua SPAN, Santiago, telah mendesak pemerintah pusat Malaysia dan negara bagian untuk memberlakukan batas penggunaan air bagi industri pusat data serta mendorong perusahaan-perusahaan ini untuk mempertimbangkan sumber alternatif.
"SPAN mendorong daur ulang dan penggunaan kembali air buangan dari sistem menara pendingin untuk mendorong pengelolaan air yang berkelanjutan," katanya kepada CNA.
Serina dari NUS mencatat bahwa pemerintah negara bagian telah membentuk komite koordinasi pengembangan pusat data yang meninjau aplikasi untuk pusat data.
Menurut laporan The Straits Times, Johor menolak empat dari 14 permohonan dari operator pusat data luar negeri yang diajukan antara Juni dan November 2024.
"Pemerintah negara bagian menyadari hal ini dan memiliki sistem untuk mengevaluasi proposal investasi guna melihat apakah organisasi dapat beroperasi dengan lebih berkelanjutan," kata Serina.
INSIDEN PENCEMARAN AIR SUNGAI
Para ahli juga mengatakan kepada CNA bahwa pembangunan lebih banyak waduk dan instalasi pengolahan air akan membantu Johor mengurangi risiko gangguan pasokan air akibat polusi.
Zaki, spesialis kualitas dan pemodelan air, mengatakan kepada CNA: "Pada dasarnya, air bersih dapat disimpan dan digunakan selama insiden polusi terjadi. Strategi serupa, seperti penyimpanan sungai di luar lokasi, telah diterapkan di beberapa negara bagian, seperti Selangor."
Selama Pertemuan Pemimpin Malaysia-Singapura 2019, Lee – yang saat itu merupakan perdana menteri Singapura – telah mengungkapkan kekhawatiran tentang polusi dan hasil jangka panjang air dari Johor.
Dia mengatakan bahwa instalasi pengolahan air PUB – pabrik pengolahan air Singapura di Kota Tinggi – harus ditutup saat itu karena tingginya kadar amonia, akibat adanya kebocoran pada penampungan air di pusat bio-komposit di Sedenak.
Insiden itu tidak mempengaruhi pasokan air Singapura tetapi mengganggu pasokan air ke sekitar 17.000 rumah tangga di Kulai, Johor.
Hal ini terjadi setelah insiden pembuangan limbah beracun secara ilegal di Sungai Kim Kim di Pasir Gudang yang memicu asap beracun, berdampak terganggunya kesehatan ribuan penduduk dan menyebabkan sekitar 100 sekolah ditutup.
"Jika Sungai Johor mengalami insiden seperti yang baru-baru ini terjadi di Sungai Kim Kim, saya pikir itu akan menjadi bencana bagi kedua negara," kata Lee saat itu.

Fenomena polusi pada sungai-sungai di Johor seringkali terjadi. Pada Oktober 2021, penguasa Johor, Sultan Ibrahim Sultan Iskandar, mengkritik warga karena membuang sampah ke saluran air, menyebabkan banjir di berbagai bagian Johor Bahru.
Baru-baru ini, pada September tahun lalu, polusi kimia beracun di sepanjang sungai di Johor menyebabkan penutupan tiga sekolah, mengarah pada pembentukan satuan tugas khusus untuk menangani masalah tersebut.
Presiden AWER, Piarapakaran, mengatakan bahwa organisasi non-pemerintah telah mengangkat masalah polusi di sungai ini, dan pemerintah telah mengamandemen undang-undang yang ada untuk meningkatkan hukuman bagi perusahaan yang membuang limbah beracun secara ilegal.
Namun, dia mengakui bahwa dalam kasus Johor, masih banyak yang bisa dilakukan untuk menekan masalah ini, karena penegakan hukum yang ketat harus terus berlanjut untuk memastikan waduk-waduk baru tidak tercemar.
Hal ini mencakup pengembangan mekanisme indikator untuk mencatat "waktu henti dari layanan air" sehingga pemasok air memiliki tolok ukur yang harus dipatuhi.
Dia menambahkan bahwa instalasi pengolahan air bersih dan waduk juga harus dilengkapi dengan fasilitas penghilangan amonia untuk menangani polusi.
"Kolaborasi antara lembaga pusat dan negara bagian sangat penting agar langkah-langkah ini dapat diterapkan," kata Piarapakaran.
Ikuti saluran WhatsApp CNA Indonesia untuk dapatkan berita menarik lainnya. Pastikan fungsi notifikasi telah dinyalakan dengan menekan tombol lonceng.