Skip to main content
Hamburger Menu
Close
Edisi:
Navigasi ke edisi CNA lainnya di sini.

Iklan

Asia

Ingin pensiun di Malaysia? Sabah dan Sarawak berlomba tawarkan visa menarik bagi warga asing berduit

Semakin banyak warga asing yang berminat mengikuti program Malaysia My Second Home (MM2H) di dua negara bagian ini. Syaratnya juga lebih mudah ketimbang program di Malaysia Barat.

Ingin pensiun di Malaysia? Sabah dan Sarawak berlomba tawarkan visa menarik bagi warga asing berduit

Warga negara Amerika Serikat, Jeffrey Ho dan keluarganya berencana mengajukan permohonan visa MM2H-Sarawak untuk mewujudkan impian pensiun dini di Malaysia. (Foto: Jeffrey Ho)

KUCHING, Malaysia: Selama 10 tahun terakhir Jeffrey Ho, warga Amerika Serikat, telah merencanakan untuk menghabiskan masa pensiunnya di Malaysia lantaran biaya hidupnya yang rendah, infrastruktur yang memadai dan penggunaan bahasa Inggris.

Dia telah mencermati perkembangan soal program visa menetap dan pensiunan di Malaysia sejak beberapa tahun sebelum pandemi COVID-19. Rencananya, Ho akan mendaftar visa ke Malaysia saat menginjak usia 50 tahun dan tabungannya sudah mencukupi.

Sebelumnya, program Malaysia My Second Home (MM2H) menawarkan skema visa 10 tahun bagi orang asing berusia di atas 50 tahun. Syaratnya, mereka harus menanamkan deposito RM100.000 (Rp345 juta) dan menyerahkan bukti memiliki pendapatan di luar negeri sedikitnya RM10.000 (Rp34 juta) setiap bulannya.

Tapi setelah melalui beberapa kali peninjauan, pemerintah Malaysia pada 15 Juni mengeluarkan persyaratan terbaru MM2H yang menyebutkan pendaftar kelas terbawah atau silver - yang mendapat visa lima tahun - harus menanamkan deposito RM150.000 (Rp517 juta), selain itu wajib membeli properti senilai paling murah RM600.000 (Rp2 miliar).

Ho mengaku kecewa dengan persyaratan baru ini.

"Sekarang usia saya hampir 50 tahun dan tabungan hampir cukup, tapi persyaratan untuk program ini tidak sama seperti sebelum COVID," kata dia.

Ho menganggap kebijakan baru itu "konyol" karena mengharuskan deposito dalam jumlah besar seklaigus membeli properti baru yang tidak boleh dijual selama 10 tahun.

"Syarat ini hanya untuk mendapatkan MM2H yang berlaku untuk lima tahun. Secara keseluruhan ini adalah investasi yang buruk, saya tidak akan mengambilnya bahkan jika punya uang yang cukup."

Di tengah berbagai kritikan tentang persyaratan MM2H yang dinilai terlalu ketat dan disinyalir tidak akan mampu menarik orang asing untuk menetap, negara bagian Sarawak dan Sabah memberikan tawaran yang lebih menarik sebagai alternatifnya.

Sabah dan Sarawak di pulau Kalimantan memiliki otonomi terkait imigrasi dan bisa menjalankan program MM2H mereka sendiri. Warga asing yang berminat pensiun di dua negara bagian ini kian bertambah karena nilai deposito yang dipersyaratkan lebih rendah dan tidak mengharuskan membeli rumah.

Kementerian pariwisata Sarawak mengaku telah menerima 650 pendaftar yang ingin mengikuti program MM2H pada 2024. Angka ini meningkat dari rata-rata 148 pendaftar yang diterima setiap tahunnya sejak program MM2H itu mereka luncurkan pada 2007.

Sementara itu, kementerian pariwisata Sabah mengaku telah menerima banyak pertanyaan terkait skema MM2H mereka. Sabah sendiri baru meluncurkan skema ini pada 30 Juni lalu, yang mereka klaim lebih fleksibel ketimbang skema pemerintahan federal di Malaysia Barat.

SARAWAK DIANGGAP LEBIH MENARIK

Ho, yang bekerja di bidang pemasaran dan kini tinggal di San Diego, California, mengatakan dia, istri dan putranya yang berusia tiga tahun kemungkinan akan mendaftar pada program MM2H di Sarawak, ketimbang di pemerintahan pusat. Menurut dia, persyaratan di Sarawak lebih masuk akal secara finansial.

Persyaratan untuk mendaftar MM2H Sarawak adalah deposito senilai RM150.000 dan pemasukan luar negeri per bulan RM7.000, tanpa harus membeli properti untuk pendaftar di atas usia 50 tahun. Program ini menawarkan visa selama lima tahun dan dapat diperpanjang untuk lima tahun berikutnya.

"Sepengetahuan saya, setidaknya untuk saat ini, pemerintah Sarawak tidak peduli apakah kita nantinya akan tinggal di bagian lain Malaysia, yang penting harus tinggal selama 30 hari di Sarawak (per tahunnya), dan ini beralasan," kata Ho yang berencana menyewa rumah di Kuala Lumpur dan menetap di sana.

"Saya bersedia mengambil risikonya. Jika ada perubahan dan tinggal di KL tidak lagi memungkinkan, risiko terburuknya saya pulang kembali ke San Diego."

Hal ini juga dikhawatirkan warga asing lainnya dalam grup Facebook MM2H. Para pemegang MM2H-Sarawak dan mereka yang ingin mendaftar, takut Sarawak atau pemerintah federal akan mengubah kebijakan yang dianggap sebagai "celah" ini.

Dalam surat pengumuman MM2H Sarawak yang baru memang termuat klausul yang mengatakan bahwa pemegang visa ini "boleh bepergian ke Malaysia Barat, tapi tidak boleh tinggal menetap di sana". Namun menurut para agen MM2H dan pemegang visa ini, klausul tersebut tidak diberlakukan secara aktif.

Menteri Pariwisata, Industri Kreatif dan Seni Penampilan Negara Bagian Sarawak, Abdul Karim Rahman Hamzah, mengaku dia tidak mempermasalahkan jika pemegang visa MM2H menghabiskan sebagian besar waktu mereka di wilayah lain semenanjung Malaysia.

"Pemegang visa Sarawak-MM2H dapat tinggal di mana saja di Malaysia dan mereka hanya perlu memenuhi masa tinggal minimum 30 hari dalam setahun di Sarawak," kata Abdul Karim dalam tanggapan tertulisnya kepada CNA.

Menteri Pariwisata, Industri Kreatif, dan Seni Pertunjukan Sarawak, Abdul Karim Rahman Hamzah, berbicara dalam sebuah konferensi pers di Kuching, Sarawak, pada 26 Juni 2024. (Foto: CNA/Fadza Ishak)

Abdul Karim mengatakan, "gila" jika mereka membatasi pemegang visa MM2H bepergian ke Malaysia Barat, karena Sarawak sendiri adalah bagian dari Malaysia.

"Lain halnya jika mereka memegang visa MM2H Sarawak, tapi bekerja di Malaysia Barat. Ini yang perlu kita sesuaikan lagi," kata dia.

Pemegang MM2H di Sarawak dilarang menjalankan usaha atau bekerja di Malaysia. Sementara pemegang visa MM2H tipe gold atau silver di Malaysia Barat boleh bekerja atau berinvestasi jika mendapatkan izin.

Hanya pemegang visa MM2H jenis platinum dengan masa berlaku 15 tahun yang boleh bekerja atau berinvestasi tanpa syarat. Namun sebelum mendapatkan visa ini, pendaftar harus mendepositokan uang minimum US$1 juta dan membeli properti paling tidak RM2 juta.

TARGET PASAR BERBEDA

Azreen Octavious, direktur pelaksana agen MM2H-Sarawak Arun Ami, mengatakan bahwa program MM2H Sarawak dan Malaysia Barat memiliki target pasar yang berbeda.

"MM2H (di Malaysia Barat) bukanlah pesaing kami. Demografinya berbeda: Mereka menargetkan orang asing yang kaya, kami menargetkan pensiunan kelas pekerja," katanya kepada CNA.

Azreen mengatakan 80 persen kliennya berusia di atas 50 tahun. Para pensiunan ini, kata dia, adalah orang yang ingin menjajal kehidupan di Sarawak.

Azreen Octavious, direktur pelaksana agen MM2H-Sarawak Arun Ami. (Foto: CNA/Fadza Ishak)

Azreen mengatakan saat ini permintaan visa MM2H Sarawak meningkat, dengan tiga hingga empat pendaftar setiap bulannya. Angka ini naik dari dua hingga tiga pendaftar per bulan pada 2022, ketika MM2H Malaysia Barat diluncurkan kembali dengan persyaratan yang lebih ketat.

Pendaftaran MM2H di Sarawak, kata Azreen, melonjak karena para pendaftar buru-buru mendaftar lantaran khawatir pemerintah pusat Malaysia akan mengintervensi kebijakan negara bagian yang dianggap lebih ringan persyaratannya.

Pada Agustus 2022, pemerintah Sarawak mengubah persyaratan wajib tinggal di negara bagian itu dari 15 hari menjadi 30 hari per tahun, membuat para pendaftar semakin waswas karena menyadari kebijakan MM2H bisa berubah sewaktu-waktu.

Azreen mengatakan, meski terjadi perubahan, namun para pendaftar tetap ingin mengajukan diri dengan persyaratan yang ada saat ini.

"Ini mudah sekali. Mereka bisa mendapatkan visa Sarawak dan bepergian ke mana pun yang mereka mau, baik itu Malaysia Barat atau negara lainnya, tapi harus kembali ke Sarawak selama 30 hari setiap tahunnya," kata dia.

Sebuah kapal wisata mengarungi sungai di Kuching, Sarawak, melintasi kantor Dewan Legislatif Sarawak. (Foto: CNA/Fadza Ishak)

Abdul Karim mengatakan bahwa program MM2H di Sarawak berhasil menarik para pensiunan "bermutu" ke negara bagian tersebut. Sejak diluncurkan pada 2007 hingga Juni tahun ini, sudah lebih dari 2.593 pendaftar yang dikabulkan visanya.

Sebagian besar pemegang visa ini di Sarawak berasal dari China (373), diikuti oleh Inggris (342), Taiwan (258), Hong Kong (251), Amerika Serikat (198), dan Singapura (194).

Pemerintah Sarawak berharap tren ini akan terus naik, dan mereka memproyeksi akan ada 650 pendaftar di akhir 2024.

"Kami berharap kedatangan pengunjung dan wisatawan bisa meningkat dengan promosi Sarawak sebagai destinasi internasional untuk rumah kedua," kata Abdul Karim.

Patung kucing yang terkenal di Kuching, Sarawak. (Foto: CNA/Fadza Ishak)

Berdasarkan data kementerian pariwisata Sarawak, negara bagian itu menerima sekitar 1,2 juta kunjungan orang asing dari Januari hingga Mei 2024, meningkat 40 persen dari 881.000 pengunjung pada periode yang sama tahun lalu.

Pemasukan di sektor pariwisata dari pengunjung asing dan domestik pada Januari hingga Mei 2024 mencapai RM5,2 miliar, meningkat 26 persen dari RM4,1 miliar pada periode yang sama tahun lalu.

Abdul Karim mengatakan mereka menargetkan dunia pariwisata berkontribusi 11 persen bagi produk domestik bruto (PDB) Sarawak pada 2030. PDB Sarawak pada 2023 adalah RM146 miliar, menjadikannya salah satu dari empat kontributor utama PDB Malaysia, bersama dengan Kuala Lumpur, Selangor, dan Johor.

"Biaya hidup yang lebih rendah di Sarawak, dibandingkan dengan negara bagian lainnya di semenanjung Malaysia, akan menjadi keuntungan bagi para peserta (MM2H), terutama para pensiunan dengan sumber daya ekonomi yang terbatas sehingga mereka dapat meningkatkan daya beli," tambah Abdul Karim.

Menurut data yang disampaikan Menteri Pariwisata, Seni dan Budaya pemerintah (MOTAC) federal Malaysia Tiong King Sing pada Maret lalu, ada lebih dari 56.000 pemegang visa MM2H di Malaysia Barat per 31 Januari.

Warga negara China yang terbanyak dengan 24.765 orang, atau 44 persen dari pemegang MM2H di Malaysia Barat, disusul oleh Australia (9.265), Korea Selatan (4.940), Jepang (4.733), Bangladesh (3.604), dan Inggris (2.234).

Tiong ketika itu mengatakan bahwa pemerintah tengah memperbaiki persyaratan program visa tersebut setelah mendengar masukan dari berbagai pemangku kepentingan dan para pemain di industri wisata. Menurut dia, hal ini akan meningkatkan jumlah peserta program MM2H dan mendorong turis serta wisatawan asing mengunjungi Malaysia.

Namun anggota parlemen Kepong, Lim Lip Eng, pada 6 Juni lalu mengatakan persyaratan yang semakin ketat membuat MM2H Malaysia Barat tidak menarik lagi.

Di antara persyaratan yang bertambah adalah pembelian properti dengan larangan menjualnya selama 10 tahun dan deposito bank dalam jumlah lebih besar. Menurut Lim, negara tetangga seperti Thailand dan Indonesia memiliki program yang lebih fleksibel.

Kesibukan warga di pusat kota Kuala Lumpur. (Foto: CNA/Fadza Ishak)

Padahal menurut Lim, skema MM2H sebelumnya yang berhasil menarik para pensiunan dan ekspatriat dengan kondisi keuangan yang lebih rendah telah berkontribusi hingga RM58 miliar bagi perekonomian lokal selama 17 tahun.

"Kesimpulannya, skema MM2H perlu ada keseimbangan antara menarik individu berpenghasilan tinggi dan memberikan fleksibilitas untuk menjadikan Malaysia sebagai destinasi pensiun yang menarik," kata Lim.

SABAH IKUT MEMBUKA MM2H

Pemerintah negara bagian Sabah meluncurkan skema MM2H mereka sendiri pada 30 Juni lalu meski belum mendapatkan restu dari pemerintah pusat. Hal ini sempat memicu ketegangan setelah MOTAC di pusat menegaskan bahwa mereka tidak pernah menerima permohonan atau mengizinkan persyaratan MM2H di Sabah.

MOTAC dalam pernyataannya pada 4 Juli lalu mengatakan bahwa mereka berharap MM2H yang ditetapkan kementerian pariwisata Sabah patuh terhadap hukum, termasuk Undang-undang Industri Pariwisata 1992 dan turunannya.

Sebelumnya Menteri Kebudayaan dan Lingkungan Hidup Sabah Christina Liew telah mengatakan bahwa mereka tetap akan meluncurkan MM2H kendati menuai protes dari pusat. Sehari setelah peluncuran pada 30 Juni lalu, Sabah membuka pendaftaran.

Seperti Sarawak, MM2H Sabah juga menawarkan visa lima tahun yang dapat diperpanjang untuk lima tahun berikutnya, mensyaratkan deposito tetap minimum RM150.000 dan pendapatan bulanan di luar negeri sebesar RM10.000 untuk pemohon perorangan.

Bedanya dengan Sarawak, Sabah mensyaratkan pemohon MM2H untuk membeli properti mewah di negara bagian tersebut dengan harga setidaknya RM600.000. 

Wakil Ketua Menteri II Sabah, Joachim Gunsalam, sebelumnya telah menyatakan harapannya bahwa MM2H dapat mengatasi masalah tingginya harga properti di negara bagian tersebut. Namun menurut para agen MM2H, syarat pembelian rumah ini akan menjadi penghambat dan pemohon akan lebih memilih membeli rumah di Malaysia Barat.

MM2H BAGI WARGA LOKAL

Warga Kuching, Azie Nurazrin Aziz, yang memiliki sebuah kafe dengan menu Timur Tengah, mengatakan MM2H adalah program yang bagus karena memberikan pemasukan dari wisatawan untuk tempat usaha lokal.

Perempuan 36 tahun ini mengaku senang melihat wajah-wajah baru di tempat usahanya. Bahkan, para pemegang visa MM2H adalah pelanggan tetap kafenya, dan warga lokal jadi terbiasa dengan kehadiran orang-orang dengan ras dan budaya yang berbeda.

Warga Kuching, Azie Nurazrin Aziz, mengatakan bahwa beberapa pelanggan tetap di kafe masakan Timur Tengah miliknya adalah pemegang MM2H Sarawak. (Foto: CNA/Fadza Ishak)

Meski demikian, Azie mengakui adanya ketidakadilan dalam hal perolehan visa bagi warga Malaysia yang memiliki suami atau istri warga asing. 

Family Frontier, lembaga swadaya masyarakat yang memperjuangkan persatuan keluarga di Malaysia, mempertanyakan cara pemerintah meninjau permohonan izin tinggal permanen (PR). Beberapa orang asing, kata mereka, harus menunggu selama 4 tahun tanpa adanya kejelasan.

"Tiadanya status PR di antara orang asing yang menikahi warga Malaysia terus menciptakan narasi tentang masalah finansial, kesulitan mendapat kerja dan ketidakpastian hidup," kata mereka dalam pernyataan yang dirilis di New Straits Times pada Desember 2023.

Azie sendiri memiliki suami warga negara Suriah yang telah mengajukan PR dua tahun lalu, tapi belum dikabulkan. Dia mengaku kesulitan dan menghadapi diskriminasi dalam proses tersebut.

"Program MM2H hanya menguntungkan mereka yang punya uang, tapi saya merasa ada ketidakadilan terhadap mereka yang menikahi orang asing," kata dia.

Dapatkan informasi menarik lainnya dengan bergabung di WhatsApp Channel CNA.id dengan klik tautan ini. 

Source: CNA/da

Juga layak dibaca

Iklan

Iklan