Skip to main content
Hamburger Menu
Close
Edisi:
Navigasi ke edisi CNA lainnya di sini.

Iklan

Asia

Harga rumah selangit, anak-anak muda Hong Kong pilih tinggal di hostel

Waktu tunggu untuk mendapatkan rumah jatah subsidi dari pemerintah Hong Kong mencapai 5,8 tahun.

Harga rumah selangit, anak-anak muda Hong Kong pilih tinggal di hostel

Morgan Chan, 26 tahun, warga Hong Kong, di hostel pemuda di pinggiran kota.

HONG KONG: Morgan Chan mendambakan punya rumah sendiri. Tapi harga properti yang selangit membuat dia terpaksa mencari alternatif lain - tinggal di hostel pemuda milik pemerintah.

Warga Hong Kong berusia 26 tahun ini membayar sekitar US$447 (Rp7,2 juta) per bulan untuk sebuah kamar hostel dengan fasilitas bersama. Harga sewa ini setengah dari harga sewa satu kamar kost di kawasan tersebut.

Penyewa seperti Chan boleh tinggal di hostel itu hingga lima tahun, sembari menabung untuk uang muka membayar rumah idaman.

Tapi Chan sangsi dia akan mampu memiliki rumah sendiri.

"Apakah (lima tahun menabung) cukup untuk membeli rumah yang layak di Hong Kong," kata dia.

"Mungkin bisa jika harga rumah turun sedikit? Mungkin itu bisa membantu, tapi saya masih ragu bisa membeli rumah di tengah kota."

Meski pemerintah Hong Kong telah menghapus pembatasan penjualan properti, namun kepemilikan rumah tetap hampir mustahil bagi anak-anak muda di kota tersebut.

Harga properti yang tinggi bagi sebagian besar orang adalah kendalanya. Untuk memiliki rumah, rata-rata keluarga di Hong Kong harus menabung seluruh pemasukan mereka selama hampir 19 tahun.

Rasio harga rumah rata-rata terhadap pendapatan tahunan rata-rata di Hong Kong memang telah turun sedikit dalam beberapa tahun terakhir, tetapi masih berada di angka 18,8 menurut survei tahun 2023. Inilah yang menjadikan Hong Kong sebagai salah satu pasar perumahan yang paling tidak terjangkau di dunia.

Demi meningkatkan pasar perumahan yang lesu, pemerintah Hong Kong pada Februari lalu telah menghapus semua pajak transaksi properti. Kebijakan berhasil membuat harga rumah sedikit turun.

Namun tetap saja, tingkat suku bunga diperkirakan masih akan tinggi sehingga banyak pembeli yang menahan diri.

MENABUNG UNTUK RUMAH MASA DEPAN

Pada 2022, Presiden China Xi Jinping menyerukan agar anak-anak muda Hong Kong mendapatkan bantuan untuk membeli rumah, kuliah, pekerjaan dan kewirausahaan.

"Hong Kong hanya akan makmur jika para pemudanya berkembang," kata Xi.

Tidak lama setelah pernyataan Xi, proyek untuk pengadaan rumah yang lebih terjangkau dan berkualitas bagi anak-anak muda Hong Kong dikebut - termasuk pembangunan hostel pemuda yang dihuni Chan di pinggiran kota.

Sementara itu, jenis perumahan lain di Hong Kong telah banyak dicibir selama bertahun-tahun.

Banyak orang, termasuk anak-anak muda, telah beralih ke rumah bersama (satu apartemen disekat menjadi beberapa kamar tinggal) atau 'rumah kandang' karena persediaan perumahan yang tidak mencukupi. Rata-rata waktu tunggu untuk mendapatkan perumahan subsidi pemerintah saat ini adalah 5,8 tahun.

Lebih dari 214 ribu orang tinggal di apartemen yang sempit dan sesak itu. Beberapa di antaranya bahkan seukuran ruang parkir mobil, seperti yang ditinggali oleh Sophie Li.

Kepada CNA, perempuan berusia 32 tahun ini mengaku terpaksa mencari tempat tinggal sendiri karena anggota keluarganya telah meninggal dunia atau meninggalkan Hong Kong selepas lulus kuliah.

Ia membatasi ongkos tempat tinggal hingga sepertiga dari penghasilannya, yaitu sekitar HK$6.000 (Rp12,4 juta) per bulan. Apartemen bersama adalah satu-satunya pilihan yang sesuai dengan anggarannya jika Li ingin tinggal dekat pusat kota.

"Saya berpenghasilan sekitar HK$20.000 (Rp41 juta) per bulan, dan biaya sewa di sini adalah HK$5.300 (Rp10,9 juta). Sekitar HK$5.500 per bulan jika saya memasukkan biaya air dan listrik. Setiap bulannya, saya bisa menabung beberapa ribu dolar," tambah Li, yang bekerja di industri media.

Zerlina Zeng, kepala korporasi Asia Timur di perusahaan riset keuangan CreditSights, mengatakan kepada CNA bahwa meskipun ada intervensi pemerintah, perumahan masih belum terjangkau oleh anak-anak muda di Hong Kong.

Otoritas Hong Kong telah berupaya meningkatkan ketersediaan lahan baik untuk rumah pribadi maupun perumahaan subsidi.

Sophie Li, 32, tinggal di apartemen bersama di Hong Kong.

SULIT BERKENCAN DI HOSTEL

Bagi Chan, hostel pemuda adalah pilihan terbaik, lantaran terlalu mahal untuk menyewa tempat tinggal sendiri.

Meski hostel memberikan rasa kebersamaan dan menawarkan berbagai aktivitas, namun Chan mengatakan tinggal di tempat tersebut membuat kehidupan asmaranya sulit. Pasalnya, ada peraturan orang luar hanya boleh menginap lima kali per bulan. Setiap hostel punya aturan yang berbeda, setidaknya itu adalah larangan di tempat Chan tinggal.

Tingkat fertilitas di Hong Kong adalah salah satu yang terendah di dunia. Untuk mendorong peningkatan angka kelahiran, pemerintah Hong Kong menawarkan bonus uang tunai bagi keluarga muda. Selain itu keluarga yang baru memiliki anak juga menjadi prioritas dalam kepemilikan rumah.

Tapi karena lamanya masa tunggu kepemilikan rumah subsidi, banyak pasangan yang akhirnya terpaksa mengontrak rumah.

Li mengatakan, jika ada kesempatan dia ingin sekali meninggalkan Hong Kong sehingga tidak harus lagi berurusan dengan peliknya masalah perumahan.

Beberapa anak muda seperti dia juga telah berubah pikiran tentang pentingnya kepemilikan rumah dalam kondisi sosial Hong Kong saat ini. "Saya tidak janji akan tetap tinggal di Hong Kong selama puluhan tahun ke depan," tambahnya.

Di Hong Kong, kata Li, sebuah apartemen seluas 300 meter persegi saat ini sudah dijual dengan harga HK$4 juta (Rp8,3 miliar).

Ketika ditanya apakah dia mampu membelinya, dia menjawab: "Mungkin tidak dalam kehidupan ini."

Source: CNA/da

Juga layak dibaca

Iklan

Iklan