Harap-harap cemas pengungsi Suriah di Malaysia yang merindu pulang usai lengsernya Assad
Para pengungsi Suriah di Malaysia khawatir keamanan masih belum stabil di negara mereka, atau bangkitnya kembali rezim otoriter baru yang membuat mereka belum berani untuk pulang.
KUALA LUMPUR: Ketika mendengar runtuhnya pemerintahan Bashar al-Assad pada awal Desember lalu, perasaan pengungsi Suriah Hukaima Somar campur aduk.
Somar memang gembira Assad telah berhasil digulingkan oleh pasukan pemberontak, tapi dia juga khawatir soal siapa yang akan menggantikan rezim tiran yang telah memimpin lebih dari dua dekade itu.
"Dalam benak saya, saya cemas soal siapa yang akan memimpin Suriah. Apakah akan lebih baik atau lebih buruk? Saya khawatir akan masa depan negara saya. Saat ini Suriah masih berantakan," kata dia dalam wawancara dengan CNA.
Musisi berusia 34 tahun asal kota Suwayda di selatan Suriah ini telah menetap di Malaysia sejak 2017.
Somar adalah satu dari 2.680 pengungsi dan pencari suaka asal Suriah yang terdaftar di Malaysia per November 2024, berdasarkan data Komisi Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR).
Runtuhnya rezim Assad menuai reaksi beragam dari jutaan pengungsi Suriah yang tersebar di seantero dunia.
Bagi mereka yang berada di Malaysia, kabar itu membawa harapan sekaligus ketidakpastian. Meski banyak yang gembira akhirnya rezim penindas itu telah sirna, namun para pengungsi masih harap-harap cemas akan masa depan tanah air mereka.
BELUM WAKTUNYA UNTUK PULANG
Pasukan pemberontak Suriah berhasil merebut Damaskus pada 8 Desember lalu, membuat Assad kabur ke Rusia. Peristiwa ini sekaligus mengakhiri 13 tahun perang sipil yang telah menewaskan 580.000 orang dan membuat 12 juta lainnya mengungsi, serta memunculkan kelompok teror ISIS.
Kelompok Islam Hayat Tahrir al-Sham (HTS) yang dikenal mengakar pada Al-Qaeda sayap Suriah telah memimpin serbuan ke Damaskus yang menggulingkan rezim Assad.
Dewan Keamanan PBB telah melabeli HTS sebagai teroris. Meski demikian, pemimpin HTS Ahmed al-Sharaa kini merupakan pemimpin sementara Suriah sebelum proses pemilihan berikutnya digelar.
Sementara itu, Diplomat Tinggi Amerika Serikat untuk Timur Tengah Barbara Leaf mengatakan pada 20 Desember lalu bahwa negaranya telah menghapuskan hadiah US$10 juta untuk penangkapan Ahmed. Dia juga menyambut baik "pesan positif" usai perbincangan dengan Ahmed, yang di dalamnya juga mencakup komitmen memerangi terorisme.
Namun Somar, pengungsi Suriah di Malaysia, masih belum yakin bahwa ini adalah waktu yang tepat bagi dirinya untuk pulang. Dia masih khawatir soal posisi HTS sebagai pemegang pemerintahan sementara.
"Saya takut Suriah akan pindah dari tangan diktator ke tangan jihadis, yang bisa jadi lebih buruk ... seperti keheningan sebelum badai," kata Somar.
Proses menjadi pengungsi di Malaysia
Ada jutaan pengungsi Suriah tersebar di seluruh dunia. Meski banyak dari mereka berkonsentrasi di negara-negara Eropa dan Timur Tengah, namun Malaysia juga menampung cukup banyak pengungsi Suriah.
Saat ini Malaysia menampung hampir 200.000 pengungsi dan pencari suaka, kebanyakan dari Myanmar. Warga Suriah mencakup 1,4 persen dari keseluruhan pengungsi di Malaysia.
Di kawasan Asia Tenggara, Malaysia adalah negara penampung pengungsi terbanyak.
Pada 2015, perdana menteri Malaysia ketika itu, Najib Razak, pada Sidang Umum PBB di New York mengatakan bahwa mereka akan menyambut 3.000 pengungsi Suriah dalam waktu tiga tahun.
Ketika seseorang melintasi perbatasan internasional untuk mencari perlindungan, mereka harus mendaftar agar bisa diakui secara resmi sebagai pengungsi. Di Malaysia, mereka ditandai dengan kepemilikan kartu UNHCR.
Mereka yang ingin mencari suaka biasanya datang dengan izin kunjungan sosial, meskipun ada juga yang masuk ke Malaysia secara ilegal. Â Â
Para pencari suaka adalah mereka yang mengajukan permohonan akan perlindungan internasional, atau menunggu keputusan soal permohonannya suakanya. Tidak semua pencari suaka akan diakui sebagai pengungsi.
Menurut Refugee Malaysia - situs informasi pengungsi dan pencari suaka di Malaysia - mereka yang ingin mendaftar ke UNHCR Malaysia perlu mengajukan pendaftaran baru melalui situs resmi.
Mereka kemudian akan dihubungi oleh UNHCR Malaysia untuk mengatur janji wawancara di kantor pusat UNHCR.
Informasi pada situs Refugee Malaysia secara resmi disediakan oleh UNCHR sebagai layanan bagi para pengungsi dan pencari suaka di Malaysia.
Malaysia bukan penandatangan Konvensi Pengungsi PBB 1951 dan protokol 1967 yang terkait. Artinya para pengungsi tidak bisa bekerja secara sah di negara itu dan dianggap sebagai pendatang ilegal atau tanpa dokumen di bawah Undang-undang Imigrasi Malaysia.Â
Kendati demikian, banyak para pengungsi yang bekerja di sektor informal. Pemerintah Malaysia juga bisa menerbitkan izin kerja sementara atau IMM13 bagi para pengungsi Suriah. Dengan izin ini, para pengungsi bisa bekerja untuk menghidupi diri dan keluarganya.
Pengungsi Suriah lainnya yang hanya ingin disebut Ammar juga menyampaikan kebahagiaannya akan tergulingnya Assad.
"Orang yang telah dia bunuh sudah tidak terhitung jumlahnya, dia telah memaksa banyak orang pergi dari negaranya, termasuk saya," kata pria 29 tahun ini sembari memperlihatkan video dan foto ketika para pengungsi Suriah di Kuala Lumpur merayakan jatuhnya rezim Assad.
Ammar meninggalkan Suriah pada 2012 untuk menghindari wajib militer. Dia mengaku masih takut dipenjara karena lari dari kewajibannya berperang.
Di Suriah, wajib militer berlangsung antara 18 hingga 21 bulan. Namun karena negara itu tengah perang saudara, maka durasinya bisa lebih lama lagi.
Ammar tiba di Malaysia seorang diri pada 2012 ketika dia masih remaja. Ketika baru datang dan tak ada yang dikenalnya, dia terpaksa makan sekali sehari.
Dia kemudian berhasil menghidupi diri dengan bekerja di sebuah restoran di pulau Langkawi selama beberapa tahun. Pandemi COVID-19 yang terjadi pada tahun 2020 akhirnya memaksa Ammar kembali ke Kuala Lumpur.
"Anda bisa melihat saat ini orang-orang bergembira. Sudah terlalu lama warga Suriah menangis. Tentu saja sekarang belum 100 persen, mungkin hanya sekitar 30 persen. Saya ingin pulang suatu hari nanti, tapi tidak sekarang," kata Ammar.
"TIDAK AKAN JADI LEBIH BURUK"
Pengungsi Suriah lainnya adalah Adnan Hadad, 29, yang kini tinggal di Penang. Kepada CNA, dia mengatakan kabur dari Suriah pada 2017 ketika dia dan kakaknya dipaksa ikut wajib militer.
Adnan mengatakan bahwa kakaknya yang menolak wajib militer akhirnya dipenjara, lalu ditempatkan di garis terdepan pertempuran.
Dia mengatakan bahwa mereka harus menyuap tentara agar kakaknya tidak usah ikut berperang. Adnan juga bercerita bahwa kakeknya yang seorang sopir taksi tewas tertembak setelah tidak sengaja masuk jalur tentara Assad biasa melintas.
"Saya sangat senang ketika rezim runtuh, dan saya tidak bisa tidur semalaman hanya untuk memantau berita itu. Negara itu telah dipimpin oleh para penjahat selama 53 tahun, dan kami senang mereka bisa disingkirkan," kata dia, merujuk pada Assad dak keluarganya.
Assad memimpin Suriah menggantikan ayahnya Hafez al-Assad yang berkuasa pada 1971 setelah melakukan kudeta militer. Hafez meninggal dunia pada tahun 2000.
Selama tujuh tahun mengungsi di Suriah, Adnan memiliki banyak waktu untuk merenungi tujuan hidupnya. Kini dia ingin mengambil studi psikologi agar suatu saat nanti bisa turut membangun negaranya.
"Apa pun yang akan terjadi nanti, yang jelas tidak akan lebih buruk dibanding sebelumnya, ketika para pemimpinnya memimpin dengan cara-cara brutal," kata dia, seraya mengatakan bahwa pemimpin baru nantinya memang tidak akan sempurna, tapi dia berharap rakyat Suriah tidak membiarkan kekejian di masa lalu terulang kembali.
Adnan yang saat ini bekerja sebagai peracik parfum di Penang mengatakan akan berkunjung ke Suriah pada Maret mendatang ketika pekerjaannya sudah mulai lowong.
"Saya ingin menghabiskan setidaknya beberapa bulan di rumah. Saya tidak peduli soal politik, selama saya bebas berekspresi dan mengatakan apa pun tanpa perlu takut dipenjara.
"Di Suriah, dindingnya punya telinga dan orang-orang dicuci otaknya agar tidak berbicara jelek tentang pemerintah. Bahkan sekarang, mereka masih takut bersuara," kata dia.
Pengungsi Suriah lainnya, Somar, mengatakan bahwa keluarganya adalah rakyat biasa yang hanya ingin kedamaian dalam hidup. Mereka berharap akan adanya pemimpin yang jujur dan adil.
Dia sempat enam tahun merasakan perang sebelum akhirnya memutuskan mengungsi. Somar ingat betul betapa dia tidak bisa keluar rumah karena bom dan pertempuran terjadi di mana-mana.
“Semoga rakyat Suriah akhirnya bisa tiba di suatu masa ketika bahasa yang digunakan adalah bahasa cinta, bukan senjata,” katanya.Â
“Saya ingin pulang jika sudah aman dan mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Yang saya inginkan adalah harapan, itu adalah motivasi terpenting umat manusia.”
BUTUH WAKTU UNTUK REPATRIASI
Menurut situs Refugee Malaysia, para pengungsi bisa meninggalkan Malaysia melalui repatriasi sukarela, namun mereka harus terlebih dulu mengabarkannya kepada UNHCR.
UNHCR kemudian akan mengatur jadwal konseling untuk memastkan para pengungsi benar-benar telah memutuskan untuk pulang ke kampung halaman.
Dalam pernyataannya yang dirilis bulan ini, UNHCR mengatakan bahwa mereka tidak mendorong adanya repatriasi sukarela dalam skala besar, mengingat masih banyaknya tantangan yang terjadi di Suriah.
Rema Jamous Imseis, direktur UNHCR untuk Timur Tengah dan Afrika Utara, pada 17 Desember lalu mengatakan bahwa perubahan rezim di Suriah bukan berarti krisis kemanusiaannya telah berakhir.
"Warga Suriah di dalam dan luar negeri masih membutuhkan dukungan dan perlindungan."
Dia menambahkan: "Penting untuk terus melindungi mereka yang telah mendapatkan suaka di negara penampung dan mereka tidak dipaksa pulang ke Suriah. Setiap kepulangan pengungsi harus secara sukarela, aman dan bermartabat."
Senada dengan UNHCR, M. Ramachelvam, ketua Komite Dewan Pengacara Malaysia untuk Migran dan Pengungsi, mengatakan bahwa situasi di Suriah masih berubah-ubah dan para pengungsi tidak boleh dipaksa untuk kembali ke negara asal mereka.
“Apa yang kita hadapi adalah situasi di mana rezim lama telah lengser, namun belum ada kejelasan pada pemerintahan yang baru. Masih harus dilihat apakah negara ini akan jatuh ke dalam kekacauan sipil lagi,” katanya kepada CNA.
Ramachelvam menambahkan, Malaysia tidak boleh memulangkan secara paksa pengungsi Suriah yang masih ingin tinggal di negara ini.
“Kami tidak dapat memulangkan sisanya secara paksa sampai ada kejelasan. Itu akan memakan waktu. Bahkan pemulangan pun harus dilakukan dengan cara yang teratur dengan persetujuan negara dan individu yang bersangkutan. Anda harus mendapatkan persetujuan dari mereka,” kata dia.Â
CNA telah menghubungi Kedutaan Besar Suriah di Kuala Lumpur untuk meminta komentar namun belum mendapat balasan.Â
Sementara itu, Ammar - yang sudah mengungsi selama 12 tahun - mengatakan bahwa Malaysia telah sangat baik kepada dirinya. Selain itu, di negara ini dia menemukan cinta pertamanya dan belajar banyak hal. Tapi meski begitu, Ammar masih merindu untuk pulang.
"Saya ingin pulang. Adik saya masih bayi waktu saya pergi. Sekarang dia sudah sekolah dan bisa bercerita kepada saya soal beda tembakan (senapan) M16 dan senapan lainnya hanya dari suaranya.
"Saya harus pulang untuk tahu nasib negara saya dan bertemu keluarga. Saya tidak bisa tenang sampai itu terwujud," kata dia.
Ikuti saluran WhatsApp CNA Indonesia untuk dapatkan berita menarik lainnya. ​​​​​