Skip to main content
Hamburger Menu
Close
Edisi:
Navigasi ke edisi CNA lainnya di sini.
Iklan

Asia

ECRL Malaysia: Antara manfaat ekonomi bagi rakyat dan dinamika politik yang mengiringi

Dalam bagian ketiga dari empat seri tulisan tentang Jalur Kereta Pantai Timur Malaysia (ECRL), masyarakat dan pakar menyampaikan dampak riil dari proyek ini, termasuk apa pengaruhnya bagi dukungan politik terhadap partai. 

KOTA BHARU/KUALA TERENGGANU, Malaysia: Gan Chin Teng, warga Kota Bharu, negara bagian Kelantan, Malaysia, tidak ingin daerahnya tertinggal dari yang lain.

"Di sini berbeda," kata pria 60 tahun ini kepada CNA, berbicara soal kurangnya infrastruktur transportasi seperti jalan tol dan rel kereta di negara bagian pantai timur itu, jika dibandingkan dengan pantai barat. "Kelantan perlu lebih berkembang dan tidak terjebak di masa lalu. Jika memungkinkan, kami ingin maju."

Inilah mengapa, Gan yang memiliki usaha toko perangkat rumah tangga di pusat kota, tidak sabar menantikan rampungnya Jalur Kereta Pantai Timur Malaysia (ECRL).

Gan, pengusaha toko perangkat rumah tangga di Kota Bharu, Kelantan. (Foto: CNA/Fadza Ishak)

Ditargetkan selesai pada Januari 2027, ECRL adalah proyek transportasi orang dan barang yang bertujuan memangkas waktu perjalanan dari Kuala Lumpur ke Kota Bharu menjadi empat jam, dari yang sebelumnya tujuh jam menggunakan mobil.

Proyek ini juga bertujuan mempersempit kesenjangan sosial ekonomi antara pesisir barat dan timur Malaysia dengan memacu investasi serta pembangunan di negara bagian Kelantan, Terengganu, dan Pahang.

Beberapa kali dalam setahun, Gan ke Kuala Lumpur untuk mengunjungi anak-anaknya. Menurut dia, dibandingkan pesawat atau mobil, ECRL akan menjadi pilihan transportasi yang lebih aman dan nyaman menuju kota tersebut. 

Di luar manfaat yang riil tersebut, Gan merasa bahwa ECRL adalah proyek infrastruktur yang dibutuhkan untuk mendorong perekonomian Kelantan.

Dia mendesak pemerintah negara bagian Kelantan, yang dipimpin oleh Parti Islam Se-Malaysia (PAS) sejak 1990, untuk lebih getol dalam mengembangkan negara bagian tersebut.

"Semua orang di Kelantan akan mendukung proyek ini jika dapat dilakukan dengan cepat," tambahnya. "Kami ingin melihat kemajuan di sini dan peningkatan infrastruktur kami."

ECRL, yang diumumkan pada 2016 di bawah kepemimpinan Perdana Menteri Najib Razak, memiliki total 20 stasiun yang akan melintasi negara bagian Selangor, Pahang, Terengganu, dan Kelantan.

Lebih dari separuh stasiun itu terletak di negara bagian yang dikuasai koalisi oposisi Perikatan Nasional (PN), terdiri dari PAS dan Parti Pribumi Bersatu Malaysia (Bersatu).

Bendera Parti Islam Se-Malaysia (PAS) di Chukai, Terengganu selama pemilihan umum negara bagian Terengganu pada tahun 2023. (Foto: CNA/Fadza Ishak)

CNA menghabiskan dua minggu pada November tahun lalu untuk menelusuri jalur kereta yang sedang dibangun ini, berbicara dengan penduduk dan pemilik usaha di sekitar stasiun dan kota-kota di sekitarnya untuk mendengar pendapat mereka soal proyek tersebut, dan dampak politiknya.

Masyarakat yang diwawancarai CNA berharap ECRL dapat menciptakan lapangan kerja dan membantu usaha lokal, terutama di sekitar stasiun, serta memfasilitasi perjalanan di sepanjang pantai timur yang kurang terhubung dengan pantai barat.

Seorang pengamat menunjukkan bahwa PN telah mendapatkan dukungan dari masyarakat Melayu di perdesaan negara-negara bagian pantai timur Malaysia, yang pemerintahannya akan menjadi penerima manfaat dari proyek ini, termasuk potensi peningkatan pendapatan.

"Hal ini menunjukkan bahwa kecil kemungkinan adanya penentangan berarti terhadap proyek tersebut dari kedua kubu politik yang berseberangan," tulis Qarrem Kassim dari Institute of Strategic and International Studies dalam East Asian Policy edisi Januari/Maret 2024.

Salah satu rumah di Kampung Sungai Chinchin di Gombak, Selangor yang akan digusur untuk pembangunan ECRL. (Foto: CNA/Fadza Ishak)

Namun, wawancara CNA di lapangan juga menemukan gambaran yang kurang menyenangkan. ECRL berpotensi memberikan dampak negatif bagi kubu pemerintah maupun oposisi.

Beberapa penduduk di Selangor - negara bagian yang dipimpin oleh koalisi Pakatan Harapan (PH) - mengeluh karena rumah mereka harus digusur untuk pembangunan real kereta. Sementara beberapa penduduk Kelantan mengatakan rumah mereka bisa kebanjiran akibat pembangunan ECRL.

PERSELISIHAN NEGARA BAGIAN DENGAN PUSAT

Nor Alina Abdul Rahim, pedagang kerupuk di pasar utama Pasar Payang di Kuala Terengganu, mengatakan bahwa ia mendukung ECRL karena menurutnya akan memberikan keuntungan bagi usaha lokal dengan menarik lebih banyak wisatawan ke ibu kota negara bagian.

Meskipun ia mengakui bahwa pembangunan proyek itu di Terengganu berjalan lambat, namun ia puas dengan kinerja pemerintah negara bagian.

"Mereka sedang mencoba melakukan perbaikan, dan saya rasa ECRL akan membantu mengurangi kemacetan di jalan-jalan menuju pantai timur," kata pria berusia 36 tahun itu kepada CNA.

Nor Alina Abdul Rahim, pedagang kerupuk di pasar utama Pasar Payang di Kuala Terengganu. (Foto: CNA/Fadza Ishak)

Namun ketika Nor Alina ditanya apakah kehadiran ECRL di Terengganu akan meningkatkan dukungannya kepada pemerintah negara bagian, ia mengaku tidak akan ada perubahan terkait hal tersebut.

"Apapun keputusan yang mereka ambil, kami akan terima. Politik di mana pun sama saja," kata dia.

Pengamat politik independen Adib Zalkapli mengatakan kepada CNA bahwa pemerintah federal Malaysia saat ini di bawah Perdana Menteri Anwar Ibrahim melanjutkan ECRL setelah berkuasa pada 2022 karena proyek ini akan memberikan "keuntungan politik".

ECRL akan meningkatkan kepercayaan politik kepada partai-partai pemerintah persatuan selama masa-masa krusial menjelang pemilihan umum berikutnya pada 2027, kata dia.

"Berdasarkan jadwal, layanan penumpang ECRL kemungkinan akan dimulai ketika seluruh negara berada dalam masa pemilihan umum, jadi penting bagi pemerintah persatuan untuk memastikan proyek ini berjalan sesuai rencana," kata Adib.

Pemandangan udara dari bagian jalur ECRL yang ditinggikan di Selangor. (Foto: CNA/Hari Anggara)

Proyek ECRL yang disokong oleh China sempat ditangguhkan di kepemimpinan mantan perdana menteri Mahathir Mohamad pada 2018 karena kekhawatiran Malaysia tidak dapat membiayainya. Setahun berikutnya, proyek ini kembali dihidupkan untuk menghindari biaya pemutusan hubungan kerja yang lebih besar.

Anwar yang melanjutkan proyek ECRL menunjukkan bahwa pemerintahannya tidak mendiskriminasi partai-partai atau konstituen oposisi, kata Adib. Padahal Barisan Nasional yang memimpin di tahun 1990-an selalu mengesampingkan negara-negara bagian yang dikuasai PAS.

"Ketika layanan penumpang diluncurkan, pasti akan mendongkrak popularitas pemerintah, sehingga kubu oposisi akan membutuhkan lebih dari sekadar retorika politik untuk bisa menandingi pemerintah," tambahnya.

Anggota parlemen negara bagian Terengganu, Hanafiah Mat (Foto: CNA/Fadza Ishak)

Namun seorang politisi di Terengganu, negara bagian yang dikuasai oposisi, mengatakan pembangunan ECRL akan menyebabkan perebutan pendanaan antara pemerintah federal dan negara bagian. Jika sudah begini, kata dia, akan ada ketegangan politik.

Dikhawatirkan, pengembangan ECRL jadi terhambat di tingkat negara bagian karena pemerintah federal enggan mencairkan dana milik negara dengan segera.

Hanafiah Mat, politisi PAS, mendesak pemerintah federal untuk menyalurkan sisa royalti minyak Terengganu langsung ke kas negara bagian sehingga mereka dapat mulai mendanai pembangunan terkait ECRL.

Pemerintah negara bagian telah merencanakan proyek-proyek seperti pembangunan campuran, pusat perbelanjaan, industri kecil dan taman di sekitar stasiun ECRL di Chukai, Terengganu, untuk menciptakan lapangan kerja bagi penduduk setempat dan peluang bagi usaha kecil, kata dia.

"Hambatan kami sekarang adalah pendanaan," katanya kepada CNA di pusat layanan konstituennya di Chukai. "Apa yang memperlambat proses ini adalah alokasi federal yang tidak dibayarkan."

Jembatan gantung Kuala Terengganu yang terkenal seperti yang terlihat dari pantai di dekatnya. (Foto: CNA/Fadza Ishak)

Terengganu, negara bagian penghasil minyak, saat ini sedang berupaya mengklaim royalti lebih dari RM1 miliar (Rp3,6 triliun) dari pemerintah federal.

Hingga Oktober 2023, pemerintah federal seharusnya membayar royalti sebesar RM1,5 miliar kepada Terengganu. Namun, pemerintah negara bagian dilaporkan hanya menerima RM510 juta, menurut artikel New Straits Times pada Juni lalu.

Terengganu mengatakan bahwa semua pengeluarannya yang melibatkan royalti minyak sekarang membutuhkan persetujuan satu per satu dari Kementerian Keuangan. Pemerintah federal juga disebut menerapkan "pembatasan selektif" pada royalti, sebuah tuduhan yang dibantah oleh pemerintah federal.

"Kami hanya ingin memastikan bahwa semua alokasi langsung sampai ke proyek-proyek yang dituju... Hal ini memastikan kelancaran pelaksanaan proyek dan juga menghindari masalah dalam pengelolaan dana," kata Menteri Komunikasi Fahmi Fadzil November lalu seperti dikutip oleh media lokal.

Para pedagang di Pasar Payang di Kuala Terengganu. (Foto: CNA/Fadza Ishak)

Terlepas dari kurangnya dana, Hanafiah - yang juga menjabat di dewan eksekutif negara bagian untuk infrastruktur, utilitas, dan pembangunan perdesaan - mengatakan bahwa pemerintah negara bagian bertekad untuk menyelesaikan proyek ECRL.

"Karena kami tahu bahwa ECRL akan membantu perekonomian lokal," tambahnya.

PEMBANGUNAN ECRL SEBABKAN BANJIR?

Fatah Salleh, penjual makanan ringan tradisional di sebuah pasar di Chukai, berharap keberadaan stasiun ECRL akan mendorong lebih banyak turis domestik untuk singgah di kotanya.

Para turis saat ini melewati daerah tersebut karena mereka biasanya melakukan perjalanan di sepanjang jalan raya utama menuju kota-kota besar di pantai timur, kata dia kepada CNA.

Fatah Salleh, pedagang pasar di Chukai, Terengganu. (Foto: CNA/Fadza Ishak)

Pria 68 tahun ini mengatakan bahwa ia ingin menjadi salah satu orang pertama yang menaiki ECRL, dan ia menghitung mundur hari demi hari hingga tahun 2027 ketika layanan ini dimulai.

"Jauh lebih mudah dan lebih cepat bagi kami untuk pergi ke Kuala Lumpur atau Kota Bharu. Semoga saya masih hidup untuk melihat hari itu," tambahnya.

"Bisnis sekarang lebih lambat karena musim hujan. Dengan adanya stasiun, orang akan lebih banyak datang."

Namun di pelosok utara, tepatnya di Pasir Puteh, Kelantan, musim penghujan telah menyebabkan banjir di sebuah desa. Penduduknya mengatakan, desa mereka tidak pernah banjir sebelum adanya proyek pembangunan ECRL.

Kasiah Mat Isa, 43 tahun, pemilik toko serba ada di Kampung Permatang Sungkai tepat di sebelah jalur ECRL, mengatakan kepada CNA bahwa desanya kebanjiran dua kali pada Juli saat hujan lebat.

Penduduk Kampung Permatang Sungkai di Pasir Puteh, Kelantan mengatakan bahwa pembangunan ECRL telah menyebabkan banjir, terlihat di sini pada 22 November 2024. (Foto: Kasiah Mat Isa)

Banjir pertama kali terjadi pada tengah malam, setinggi lutut di dalam tokonya dan sepinggang di luar. Mat kehilangan barang dagangannya. Saat banjir kedua terjadi pada siang hari, ia berhasil menyelamatkan barang-barangnya.

Ia merasa bahwa pembangunan rel kereta di atas platform yang ditinggikan menghalangi aliran air hujan yang melintasi desanya sehingga membuatnya tergenang.

"Kami diberitahu akan mendapatkan ganti rugi, tetapi sudah berbulan-bulan dan kami belum mendapat apa-apa," kata dia, seraya menekankan bahwa ia telah memulai proses pembayaran ganti rugi dengan membuat laporan polisi dengan persetujuan kepala desa.

Warga Kampung Permatang Sungkai, Hasnah Abas, mengatakan bahwa banjir telah mencapai mata kaki, dan kini ia harus meninggikan perabotan dan peralatan rumah tangganya. (Foto: CNA/Fadza Ishak)

CNA juga mengunjungi rumah lain di desa tersebut yang terkena dampak banjir. Kertas dinding di beberapa ruangan telah terkelupas parah, sementara kaki-kaki perabotan kayu yang rusak telah dipotong untuk menyelamatkan apa yang tersisa.

Hasnah Abas, pensiunan berusia 67 tahun yang tinggal di sana, juga mengonfirmasi bahwa ia belum menerima kompensasi atas kerusakan rumahnya.

Dalam sebuah pernyataan November lalu yang dilaporkan oleh media lokal, pemilik proyek ECRL, Malaysia Rail Link (MRL), menegaskan bahwa tidak semua banjir di sepanjang jalur ECRL disebabkan oleh proyek mereka.

MRL mengatakan bahwa mereka berkomitmen untuk memastikan proyek ini tidak mengganggu aliran air dan menerapkan langkah-langkah mitigasi untuk mengurangi risiko banjir. "MRL akan selalu bertanggung jawab atas segala kerusakan yang terjadi jika terbukti disebabkan oleh proyek ECRL," tambahnya.

Para pekerja di lokasi pembangunan ECRL di sebelah Kampung Permatang Sungkai. (Foto: CNA/Fadza Ishak)

Menanggapi pertanyaan CNA soal ganti rugi terhadap warga yang rumahnya banjir akibat pembangunan ECRL, Menteri Transportasi Anthony Loke mengatakan pada Desember lalu bahwa MRL harus memperhatikan daerah-daerah yang rawan banjir dan memperkenalkan langkah-langkah mitigasi banjir selama konstruksi.

"Setiap rumah yang terkena dampak tentu saja akan diurus oleh kontraktor," katanya.

Seiring dengan semakin intensifnya musim hujan, Kasiah khawatir ketinggian air akan naik lagi. Benar saja, pada 22 November dan 28 November tahun lalu, ia mengirimkan video kepada CNA yang menunjukkan daerahnya kembali terendam banjir setinggi mata kaki.

"Orang-orang dari pemerintah negara bagian datang mengunjungi kami, tetapi sejauh ini belum ada bantuan," kata dia, mengakui bahwa komunitas lain di pantai timur mungkin terkena dampak yang lebih parah sehingga lebih membutuhkan bantuan.

Ketika ditanya apakah keadaan yang dialaminya akan mempengaruhi dukungannya kepada pemerintah negara bagian, ia mengatakan tidak: "Saya tidak tahu."

KURANGNYA PENDEKATAN KE MASYARAKAT

Di Pahang, warga di konstituen yang dikuasai kubu oposisi yang memiliki stasiun ECRL memiliki harapan tinggi bahwa jalur kereta api ini akan mendorong pariwisata.

Muhd Qaiyum Ismail, penjual minuman buah kering di pasar malam tepi pantai di Temerloh, mengatakan ECRL akan membantu usahanya dengan menarik lebih banyak pengunjung ke kota yang terkenal dengan hidangan ikan patin itu.

"Saat ini tidak ada layanan kereta api di sini, jadi ECRL akan memudahkan orang-orang dari pantai timur serta Kuala Lumpur dan Selangor untuk datang," ujar pria berusia 38 tahun ini.

Pedagang pasar malam Temerloh, Muhd Qaiyum Ismail. (Foto: CNA/Fadza Ishak)

Jalur ECRL juga merambah jauh ke pantai timur Malaysia, berhenti di dekat kota-kota kecil seperti Maran.

Rosli Amrai, pemilik toko serba ada di pinggir jalan Maran, mengatakan bahwa dia tidak yakin apakah ECRL akan menguntungkannya.

"Saya rasa tidak akan banyak membantu karena ini hanya sebuah stasiun. Mereka yang mengunjungi toko saya adalah pengemudi truk dan orang-orang yang tinggal di sekitar sini," kata pria berusia 46 tahun ini kepada CNA, seraya menambahkan bahwa ia bahkan tidak tahu di mana tepatnya stasiun tersebut akan berada.

"Orang-orang di sini tidak mau naik kereta, saya juga tidak mau. Kami hanya naik mobil. Di masa mendatang, beberapa orang mungkin akan berhenti di sini, tapi tidak banyak."

Pemilik toko serba ada di pinggir jalan Maran, Rosli Amrai. (Foto: CNA/Fadza Ishak)

Rencana induk penggunaan lahan terpadu ECRL menunjukkan bahwa stasiun Maran akan digunakan sebagai pusat logistik untuk melayani kawasan industri kelapa sawit dan otomotif di sekitarnya, meskipun rencana tersebut juga menyoroti peluang ekowisata di dekatnya.

"Jika kawasan industri baru dibangun di sekitar stasiun, mungkin toko saya akan semakin ramai," tambah Rosli.

Sebuah studi pada Juni 2023 tentang proyek-proyek Belt and Road Initiative (BRI) dan keterlibatan mereka dengan masyarakat setempat, yang diterbitkan oleh lembaga think-tank Malaysia, Institute for Democracy and Economic Affairs, memperkuat beberapa sentimen ini.

ECRL adalah proyek BRI yang sebagian besar didanai oleh China.

Para pedagang menyiapkan makanan di sebuah pasar malam di Temerloh, Pahang. (Foto: CNA/Fadza Ishak)

Studi ini juga mencatat bahwa upaya pihak berwenang sedikit sekali dalam menjelaskan alasan ekonomi di balik proyek-proyek BRI seperti ECRL.

"Selama diskusi kelompok terfokus kami di Pahang, salah satu peserta mengamati bahwa alasan ekonomi di balik ECRL 'sangat meragukan', karena Malaysia telah memiliki jalan dan jalur kereta api yang menghubungkan pantai timur dan barat," kata studi tersebut.

"Mereka juga mencatat bahwa potensi lalu lintas kargo hanya akan berdampak kecil pada kota mereka, karena kota ini bukan merupakan pusat manufaktur atau industri, sementara jarak stasiun dari kota membuat potensi keuntungan dari pariwisata juga dipertanyakan."

Sebuah jalan di Cherating, Pahang. (Foto: CNA/Fadza Ishak)

Ada lebih banyak optimisme di Cherating, sebuah kota kuno di pantai timur Pahang yang dulu populer di kalangan turis asing tetapi kini telah pudar daya tariknya lantaran kurangnya inovasi dan promosi.

Mohd Nordin Muhammad, yang tumbuh besar di Cherating pada masa kejayaannya di tahun 80-an dan 90-an dan sekarang mengelola sebuah toko cinderamata yang telah berdiri selama 20 tahun, berharap ECRL dapat mengembalikan kota ini sebagai tujuan wisata pilihan.

Sejak sekitar satu dekade yang lalu, jauh sebelum COVID-19 melanda, dia memperkirakan bisnis di tokonya telah turun 30 persen hingga 40 persen.

Pemilik toko suvenir Cherating, Mohd Nordin Muhammad. (Foto: CNA/Fadza Ishak)

"Saya sangat berharap ECRL membawa Cherating kembali ke masa kejayaannya," kata pria 59 tahun ini.

"Cherating tidak memiliki infrastruktur wisata seperti ATM. Semoga saja, ketika stasiun dibuka, fasilitas seperti ini akan dibangun di sana."

Meskipun demikian, Mohd Nordin mengatakan bahwa tidak ada seorang pun dari MRL atau pemerintah negara bagian yang datang ke Cherating untuk menjelaskan rencana ECRL. Warga, kata dia, hanya mendapatkan informasi tentang proyek tersebut dari berita.

Di penghujung musim hujan, banyak wisatawan ke Cherating untuk belajar selancar. (Foto: CNA/Fadza Ishak)

Hal ini sejalan dengan penelitian Institute for Democracy and Economic Affairs, yang mencatat bahwa bagi penduduk Pahang, upaya pelibatan masyarakat dalam ECRL hanya dilakukan ketika "proyek tersebut secara langsung berdampak pada pemilik lahan, sementara masyarakat lainnya tetap tidak mendapat informasi dan tidak dilibatkan dalam prosesnya".

"Kekhawatiran utama mereka adalah mereka tidak diajak berkonsultasi selama tahap perencanaan dan pelaksanaan proyek, yang berarti mereka tidak memiliki rencana atau setidaknya menyadari dampak negatif terhadap mata pencaharian mereka," ungkap studi tersebut.

Benjamin Loh, dosen senior di Taylor's University yang turut menulis studi tersebut, mengatakan kepada CNA bahwa berbagai permasalahan ini tidak akan sampai memberikan dampak politik di tingkatan akar rumput.

Para tokoh masyarakat bertindak hati-hati agar tidak membuat kekisruhan karena mereka takut dianggap "menghambat", kata dia.

Pandangan udara dari stasiun ECRL yang direncanakan untuk Cherating, Pahang. (Foto: CNA/Hari Anggara)

"Jadi, banyak keluhan yang muncul lebih kepada sikap dan perilaku (para politisi dan pejabat ECRL), bukannya dampak negatif terhadap lingkungan, ekonomi, dan sebagainya," tambahnya.

"Pada dasarnya, segala jenis pembangunan akan selalu menghasilkan keuntungan ekonomi bagi perdesaan mana pun, kecuali masyarakat dipaksa untuk pindah, mereka akan menyambut baik pembangunan ini."

PEMBEBASAN LAHAN YANG KONTROVERSIAL

Proses pembebasan lahan dan relokasi ECRL telah menimbulkan kontroversi, terutama di Selangor. Masyarakat mengatakan bahwa mereka tidak punya cukup waktu sebelum penggusuran, masuknya personel ECRL tanpa izin, dan kompensasi yang tidak memadai.

Warga tinggal di dekat ujung barat jalur ECRL yang direncanakan, di daerah padat penduduk di Gombak dan dekat Pelabuhan Klang. Upaya penggusuran yang terjadi menjelang pemilihan umum negara bagian Selangor pada Agustus 2023 akan menjadi duri politik bagi pemerintah negara bagian tersebut.

Sementara PH akhirnya mempertahankan kendali atas kubu tradisionalnya di Selangor, PN hampir melipatgandakan jumlah kursinya di negara bagian tersebut.

Pembangunan ECRL di Gombak, Selangor juga telah menyebabkan beberapa masalah banjir di Kampung Sungai Chinchin, terlihat di sini dengan penanda ketinggian air kanal yang baru saja dipasang. (Foto: CNA/Fadza Ishak)

Zuriana Zulkifli, 44 tahun, adalah salah satu warga Selangor yang harus merelakan rumah mereka. Dia tinggal di dekat Pelabuhan Klang di Taman Sungai Sireh, di mana 89 rumah akan digusur untuk jalur ECRL.

"Saya merasa sedih dan kecewa," ujar ibu rumah tangga ini kepada CNA di depan pintu gerbang rumahnya yang bertuliskan "tidak untuk ECRL".

"Saya dibesarkan di sini, jadi kalau bisa saya ingin tinggal di sini seumur hidup saya. Saya suka suasana kampung dan ada masjid dan sekolah di dekat sini. Tetapi jika saya menolak untuk pindah, saya bisa dituntut."

Warga Pelabuhan Klang, Zuriana Zulkifli. (Foto: CNA/Fadza Ishak)

Zuriana, yang telah tinggal di rumah tersebut bersama suaminya - seorang pekerja pelabuhan - dan lima anaknya selama delapan tahun, mengatakan bahwa ia pertama kali mengetahui ada sesuatu yang tidak beres saat ia dipanggil ke balai kota pada awal 2023.

Di sana, ia dan warga lainnya diberitahu bahwa mereka harus menyerahkan rumah mereka dan menerima kompensasi untuk pembangunan ECRL.

Warga menolak tawaran tersebut, dan setelah beberapa kali pertemuan, pihak berwenang mengatakan bahwa mereka tidak punya pilihan lain. Warga kemudian meminta diberikan rumah pengganti, tetapi ini juga gagal, kata Zuriana.

Dia mengatakan bahwa warga ditawari kompensasi antara RM400.000 dan RM700.000 (Rp1,3-2,3 miliar, tergantung pada ukuran dan kondisi rumah mereka. Rumahnya lebih besar, jadi dia mendapat RM900.000 (Rp3 miliar).

"Saya merasa lebih tenang sekarang setelah mendapatkan uang dan menemukan tempat baru," katanya, menjelaskan bahwa dia harus pindah pada Desember dan telah membeli tanah untuk membangun rumah baru, masih di Klang.

"Harga rumah sekarang sangat mahal."

Nazreen Abdul Kadir, 31, warga Pelabuhan Klang yang terpaksa digusur rumahnya untuk pembangunan ECRL. (Foto: CNA/Fadza Ishak)

Warga lain di Selangor menantikan bagaimana ECRL dapat meningkatkan nilai rumah mereka.

Raman Rajalingam, yang tinggal di Kapar dekat dengan rencana pembangunan stasiun ECRL, menyambut baik opsi transportasi tambahan ke Kuala Lumpur dan Klang, daripada harus melewati jalan yang sering macet.

"Jauh lebih mudah bagi saya untuk pergi ke mana saja. Mereka juga membangun rumah sakit di sebelah stasiun, yang menurut saya bagus," kata pekerja pabrik berusia 57 tahun itu kepada CNA.

"Proyek-proyek besar seperti ini akan meningkatkan daya tarik rumah-rumah di daerah sekitarnya. Nilai rumah saya pasti akan naik."

Ikuti Kuis CNA Memahami Asia dengan bergabung di saluran WhatsApp CNA IndonesiaMenangkan iPhone 15 serta hadiah menarik lainnya.

Source: CNA/da

Juga layak dibaca

Iklan
Iklan