Dokumen rapat pleno PKC menyiratkan Xi Jinping akan jadi presiden China empat periode
Dokumen rapat pleno Partai Komunis China bertabur komitmen, tapi kurang terperinci. Pengamat mencermati penyebutan tahun 2029 di dalamnya sebagai petunjuk bahwa Xi berniat terus memimpin.
SINGAPURA: Kemungkinan Xi Jinping untuk menjadi presiden China untuk periode yang keempat semakin besar, tersirat dalam dokumen hasil rapat pleno ketiga Partai Komunis China (PKC), demikian ujar para pengamat.
Pengamat mengatakan, kemungkinan Xi tetap menjadi pemimpin tertinggi China setelah 2027 dapat dilihat pada penetapan tahun 2029 sebagai tenggat waktu mewujudkan berbagai komitmen hasil rapat pleno tersebut.
Menurut Dr Wu Guoguang, peneliti senior untuk politik China di Center for China Analysis (CCA), bagian dari lembaga riset Asia Society Policy Institute, tenggat waktu itu adalah "penanda kecil" bahwa Xi akan memimpin empat periode.
"Apakah Xi Jinping bersiap untuk memimpin empat periode? Jawaban saya, sudah jelas iya," kata dia.
Wu mempertanyakan apa pentingnya secara spesifik menetapkan 2029 sebagai tenggat waktu. PKC, kata dia, bisa saja mewujudkan komitmen-komitmen yang mereka tetapkan tanpa perlu ada tenggat waktu tertentu.
Pernyataan ini disampaikan Wu dalam webinar pada 25 Juli lalu bersama tiga pengamat China lainnya, membicarakan soal konteks, isi, dan konsekuensi dari rapat pleno ketiga PKC.
Diskusi satu jam ini berkisar pada keputusan ekonomi dari pleno ketiga tersebut. Mereka menyoroti betapa China mengedepankan teknologi tinggi sebagai solusi sapu jagat mengatasi berbagai masalah dalam negeri, seperti pengangguran dan tingkat konsumsi yang rendah.
"Pada dasarnya pemerintah Beijing melihat teknologi sebagai ramuan ajaib untuk semua masalah tersebut," kata Dr Lizzi C Lee, peneliti ekonomi China di CCA.
XI AKAN MEMIMPIN UNTUK PERIODE KEEMPAT?
Rapat pleno ketiga Komite Pusat PKC telah berlangsung pekan lalu, menghasilkan komunike 5.000 kata yang merupakan rangkuman dari komitmen mereka. Dokumen resolusi keseluruhan hasil rapat tersebut berisikan 22.000 kata.
Pengamat mengatakan, dokumen tersebut bertabur komitmen tapi tidak secara spesifik memberikan penjelasan. Ruang lingkup resolusinya adalah untuk meningkatkan reformasi demi memajukan modernisasi China, dengan 300-an janji reformasi di antaranya untuk bidang ekonomi, kemasyarakatan dan keamanan.
Meski minim detail, namun PKC memberikan tenggat waktu untuk reformasi ini, yaitu mesti terpenuhi pada 2029, bertepatan dengan peringatan 80 tahun Republik Rakyat China.
Para pengamat mengindikasikan penetapan 2029 sebagai sinyal bahwa Xi ingin memimpin untuk periode keempat sebagai sekretaris jenderal PKC sekaligus presiden.
Xi sudah mengamankan periode ketiganya sebagai ketua PKC pada Kongres Partai ke-20 pada Oktober 2022 lalu dan dilantik sebagai presiden beberapa bulan kemudian. Saat ini, Xi adalah pemimpin paling berkuasa di China setelah Mao Zedong.
Periode keempat kepemimpinan Xi akan dimulai pada 2027 hingga 2032, tumpang tindih dengan target 2029 yang ditetapkan dalam dokumen pleno.
Dr Chen Gang, asisten direktur dan peneliti senior di East Asian Institute (EAI), National University of Singapore, mengatakan kepada CNA bahwa penyebutan secara eksplisit mengenai target 2029 mengindikasikan rencana Xi untuk melanjutkan kepemimpinannya.
"Rapat pleno mengusulkan lebih dari 300 reformasi yang harus diselesaikan pada tahun 2029, mengindikasikan rencana kelanjutan kepemimpinan Sekretaris Jenderal Xi Jinping untuk periode keempat," katanya.
Secara terpisah, para pengamat China yang dikutip dalam sebuah laporan 25 Juli lalu oleh media Jepang, Nikkei Asia, mengisyaratkan kemungkinan strategi di balik penetapan target reformasi 2029.
Salah satunya adalah sebagai alasan untuk Xi bisa melanjutkan kepemimpinannya agar target reformasi tersebut terpenuhi.
Strategi lainnya adalah demi menghadapi hubungan antara China dengan AS yang kian memburuk. Xi ingin memastikan bahwa China sebagai negara perekonomian kedua terbesar di dunia dapat bertahan jika terjadi pemutusan hubungan total dengan AS.
Presiden AS berikutnya - entah Donald Trump, Kamala Harris, atau siapa pun - akan menjabat hingga 2029, tahun yang sama dengan target PKC. Pengamat kepada Nikkei Asia mengatakan, pemerintahan Xi ingin China bertahan terhadap tekanan eksternal ketika itu terjadi.
DEMI MENGATASI MASALAH YANG BERJIBUN
Selain politik, para pengamat di webinar CCA sepakat bahwa komitmen yang diambil China dalam rapat pleno adalah demi memastikan negara itu mampu mengatasi masalah di dalam dan luar negeri.
Di antara permasalahan dalam negeri yang dihadapi China adalah utang pemerintahan daerah yang menumpuk, krisis properti dan menyusutnya jumlah tenaga kerja. Dari luar negeri, China menghadapi konflik geopolitik, mengakibatkan bermunculannya istilah-istilah seperti de-risking dan friendshoring beberapa tahun terakhir.
Di waktu bersamaan, target China untuk mencapai "modernisasi sosialis" dan menjadi "negara dengan tingkat perkembangan menengah" tinggal satu setengah dekade lagi.
"Target ekonomi China yang besar, tujuannya yang masif ... adalah untuk mencapai modernisasi ala China," kata Lee.
"Sebenarnya ada tenggat waktu untuk itu - 2035 - yang artinya mereka harus meningkatkan pendapatan per kapita menjadi sekitar US$25.000. Jadi untuk mencapai target itu, China perlu tumbuh sekitar 4,5-5 persen per tahun.
"Sekarang, pertumbuhannya ada di 4,7 persen, tapi biasanya proyeksi untuk tahun berikutnya menurun, di bawah 4 persen."
Baca:
Produk domestik bruto (PDB) terbaru China dirilis pada 15 Juli, bertepatan dengan dimulainya rapat pleno ketiga.
Pertumbuhan 4,7 persen yang tercatat pada Triwulan-II 2024 China turun dari 5,3 persen pada triwulan sebelumnya, jauh di bawah ekspektasi para ekonom dan menandai angka pertumbuhan triwulanan terendah sejak awal 2023.
Pada Oktober 2022, China menunda rilis data PDB di tengah kongres partai. Kongres tersebut diadakan dua kali dalam 10 tahun, yang semakin memantapkan kepemimpinan Xi.
"Pertumbuhan yang lebih rendah dari 5 persen ini bisa menjadi normal baru di tahun-tahun mendatang," kata Dr Chen dari EAI dalam wawancara terpisah, mengacu pada waktu rilis angka pertumbuhan PDB terbaru.
KEYAKINAN CHINA PADA TEKNOLOGI
Para pengamat dalam webinar CCA mengatakan China telah mempertegas bahwa mereka memandang teknologi sebagai alat untuk kemajuan ekonomi, setidaknya untuk jangka pendek hingga menengah. Teknologi, menurut mereka, juga merupakan alat yang tepat dalam upaya China mencapai swasembada.
"Ada penekanan yang besar untuk inovasi teknologi dalam kekuatan produksi yang berkualitas (xin zhi sheng chan li)," kata Lee, mengutip semboyan yang disampaikan Xi September tahun lalu.
Lee mengatakan, dalam dokumen resolusi rapat pleno PKC bertaburan istilah-istilah teknologi. Sebaliknya, hampir tidak disinggung soal properti dan perumahan.
"Sudah jelas bagi saya dari dokumen pleno ketiga ini bahwa kepemimpinan China memutuskan untuk mempertahankan tingkat pertumbuhan saat ini. China membutuhkan peningkatan sistemik di sepanjang rantai nilai global, bukan hanya stimulus jangka pendek," ujar Lee.
Dengan berfokus pada teknologi, China menegaskan bahwa manufaktur akan jadi andalan pembangunan negara mereka, kata Bert Hofman, profesor di EAI dan peneliti senior kehormatan di bidang ekonomi China di CCA.
"(Ini adalah) kebijakan untuk meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi, untuk kebijakan industri, dan mengaitkan keduanya, (dan) mencari semua cara untuk menghubungkannya.
"Pada dasarnya, ini bukan hanya tentang teknologi hari ini, tetapi juga teknologi masa depan, kekuatan produksi berkualitas tinggi."
Pada saat yang sama, para pengamat memperingatkan bahwa terlalu fokus pada peningkatan sektor teknologi dapat membuahkan hasil yang tidak diinginkan.
Lee mengatakan, ada ancaman semakin meluasnya kesenjangan pendapatan, yang akan menjadi momok bagi Xi yang ingin mewujudkan "kemakmuran bersama".
"(Kemakmuran bersama) masih menjadi salah satu prinsip utama filosofi ekonomi Xi Jinping... jika kita (melihat) negara maju lainnya, pekerjaan-pekerjaan teknologi dengan bayaran tinggi tidak terdistribusi secara merata, dan terkadang hal ini bisa menyebabkan kesenjangan sosial-ekonomi yang lebih jauh lagi," ujarnya.
Sementara itu, keengganan China menggunakan stimulus tradisional untuk membantu konsumen rumah rangga "jelas akan membuat upaya pemulihan semakin sulit dan kian tidak pasti," kata Lee.
Ketegangan di sektor perdagangan juga akan muncul lantaran tuduhan bahwa kapasitas China sudah berlebih. Misalnya, kendaraan listik China dijual di seluruh dunia harus menghadapi tarif impor yang dipatok tinggi oleh AS dan Eropa.
Dokumen pleno ketiga PKC menunjukkan bahwa kepemimpinan China menyadari adanya rintangan-rintangan ini, ujar Lee.
"Jelas ada penekanan pada China untuk beradaptasi dengan merelokasi rantai pasokan ke pasar-pasar negara berkembang dan menggeser ekonomi ke arah konsumsi dalam negeri," kata dia.
Namun, masih belum pasti seberapa efektif kebijakan-kebijakan ini akan diterapkan seiring dengan memanasnya iklim geopolitik. Selain itu, masih belum diketahui apakah fokus China pada keamanan nasional dan swasembada akan menarik atau malah mencegah masuknya investasi asing, kata Lee.
Dapatkan informasi menarik lainnya dengan bergabung di WhatsApp Channel CNA.id dengan klik tautan ini.