Skip to main content
Hamburger Menu
Close
Edisi:
Navigasi ke edisi CNA lainnya di sini.

Iklan

Asia

Dari jualan vape hingga menjajakan seks: Sulitnya Singapura membendung grup-grup terlarang di Telegram

Mulai dari berjualan vape, hewan eksotis sampai menjajakan seks, Telegram telah jadi tempat nyaman bagi pelaku kejahatan di Singapura.
 

Dari jualan vape hingga menjajakan seks: Sulitnya Singapura membendung grup-grup terlarang di Telegram

Telegram mengatakan jutaan postingan dan saluran berbahaya dihapus setiap hari, tetapi grup-grup baru bermunculan dengan cepat. (Ilustrasi: CNA/Clara Ho)

SINGAPURA: Hanya perlu memasukkan kata kunci yang tepat - dana cepat, vape, SG, Geylang - lalu terbukalah akses ke dunia kriminal bawah tanah Singapura di aplikasi Telegram.

Ada puluhan grup dan channel atau saluran dengan ribuan pengikut di aplikasi ini. Mereka menjual rokok elektronik, Singpass atau rekening bank, bahkan menjajakan seks.

Grup Telegram lainnya menerima jasa tebus resep obat-obatan yang dibatasi penggunaannya, menjual hewan eksotis, sampai surat sakit palsu dari dokter. 

Semua aktivitas ini dianggap ilegal di Singapura.

Di antara grup dengan pengikut terbanyak adalah penjaja seks. Adminnya memajang foto-foto perempuan dengan pose seksi dan pakaian yang minim. Tidak lupa mereka sertakan tinggi dan berat badan, serta detail lainnya, termasuk bayaran per jamnya. 

Di salah satu saluran Telegram jenis ini dengan hampir 13 ribu pengikut, adminnya juga membubuhkan tangkapan layar dari percakapan dengan pelanggannya.

"Dia baik sekali," tulis seorang pelanggan. "100000/10".

MELAPORKAN GRUP TELEGRAM

Kurangnya moderasi konten dari Telegram menjadi sorotan tajam setelah pendiri dan CEO-nya Pavel Durov ditangkap di Prancis pada 24 Agustus lalu.

Dia dikenakan dakwaan berlapis karena dianggap gagal mencegah tersebarnya konten-konten ilegal dan ekstremisme di aplikasi miliknya.

Durov juga dituduh menolak membagikan dokumen dengan aparat, melakukan pelanggaran terkait pornografi anak, perdagangan narkoba, penipuan dan pencucian uang.

Grup dan saluran di Telegram yang menawarkan layanan seks dan obat resep.

Beberapa orang juga telah ditahan di Singapura karena melakukan aktivitas ilegal di Telegram, seperti menyebarkan konten seksual atau berdagang obat-obatan terlarang.

Kementerian Dalam Negeri (MHA) Singapura pekan lalu mengatakan kepada CNA bahwa penyalahgunaan Telegram untuk tindak kejahatan sudah "sangat mengkhawatirkan". MHA mengatakan, mereka rutin komunikasi dengan pihak Telegram terkait masalah ini.

"Untuk beberapa hal, Telegram telah merespons dengan positif, tapi tidak dengan hal lainnya," ujar MHA.

"Kami ingin Telegram meningkatkan upaya mencegah tindak kejahatan di platform mereka, seperti halnya yang dilakukan aplikasi lainnya."

Akhir Agustus lalu, wartawan melaporkan adanya beberapa grup di Telegram, tiga di antaranya menjual vape. Singapura sendiri telah melarang penjualan dan penggunaan vape atau rokok elektronik sejak 2018, dengan ancaman penjara dan denda bagi pelanggarnya.

Ketiga grup penjual vape yang masih aktif itu memiliki antara 18.000 sampai 26.000 pengikut. Keesokan harinya setelah dilaporkan, ketiga grup itu sudah tidak bisa diakses lagi.

Telegram juga memberikan pemberitahuan bagi mereka yang mengakses grup tersebut, berbunyi: "Grup ini tidak bisa ditampilkan karena melanggar peraturan."

Langkah ini terdengar menjanjikan - seakan menunjukkan bahwa Telegram menanggapi masalah konten ilegal dengan serius.

Tapi tetap saja, grup-grup dengan aktivitas yang ilegal seakan tidak berkurang jumlahnya di aplikasi itu. Per 29 Agustus lalu, CNA melaporkan 20 grup dan saluran untuk melihat apakah Telegram juga akan menghapusnya.

Grup-grup itu aktif memposting konten, dan memiliki ribuan pengikut. Mereka menjual obat terlarang hingga vape, menawarkan surat dokter atau resep obat, hingga mengiklankan pekerja seks.

Grup-grup itu bersifat terbuka atau publik, artinya pengguna Telegram bisa mengakses pesan-pesan di dalamnya tanpa perlu bergabung. 

Melaporkan grup-grup ini ke Telegram cukup mudah. Ada berbagai kategori laporan - mulai dari spam, akun palsu, kekerasan, pornografi, pelecehan anak, pelanggaran hak cipta dan lainnya.

Setelah mengajukan laporan, notifikasi akan muncul di bagian bawah layar, bertuliskan: "Moderator Telegram akan meninjau laporan Anda. Terima kasih!"

Tapi selang dua pekan kemudian, tidak ada respons lagi dari Telegram. Dari 20 grup yang dilaporkan, 17 di antaranya masih aktif.

Bukan hanya tidak dihapus, grup-grup itu juga terus berkembang. Setengah bulan setelahnya, salah satu grup penjaja seks memiliki tambahan 3.300 pengikut, grup penjual hewan eksotis memiliki 300 pengikut tambahan.

Anggota grup hewan eksotis bahkan aktif berkirim pesan setiap harinya. Di antara hewan yang diperjualbelikan adalah rakun, marmoset - sejenis kera asli Brasil - dan sugar glider.

Sugar glider termasuk dalam daftar hewan yang tidak boleh dipelihara oleh Dinas Hewan dan Kedokteran Hewan Singapura.

Hewan lainnya yang ditawarkan adalah ular, tarantula, landak, dan kalajengking. Hewan-hewan itu sudah tersedia atau mesti dipesan terlebih dulu melalui grup Telegram.

Beberapa yang ditawarkan di grup ini termasuk dalam daftar hewan terancam punah, seperti tokek harlequin.

Selain grup perdagangan hewan, grup penjual vape juga berkembang pesat di Telegram Singapura, bertambah 200 pengikut dalam dua pekan.

Admin grup itu menawarkan berbagai promosi dan kemudahan, seperti gratis ongkos kirim ke Singapura.

CNA bertanya kepada pihak Telegram soal proses moderasi dan bagaimana mereka menanggapi pelaporan soal konten ilegal.

Juru bicara Telegram Remi Vaughn mengatakan moderator biasanya tidak memberitahukan hasil dari pelaporan pengguna.

"Tapi setiap laporan diperiksa dan setiap konten yang melanggar ketentuan Telegram dihapus," kata dia.

Vaughn tidak menanggapi pertanyaan tentang berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk memeriksa laporan pengguna. 

Dia menambahkan bahwa moderator memantau "bagian terbuka" dari Telegram secara proaktif dan juga mengandalkan kecerdasan buatan dan laporan pengguna untuk menghapus konten yang melanggar persyaratan layanan. 

"Tim moderasi ini terdiri dari ratusan profesional yang dikontrak dengan jangkauan dan kemampuan yang diperluas menggunakan kecerdasan buatan," kata Vaughn.

Vaughn menambahkan bahwa memperkuat kemampuan moderasi telah menjadi prioritas Telegram di sisa tahun ini.

"Telegram saat ini sedang memperluas tim moderasi dan berbagai organisasi yang bekerja sama dengan kami untuk memerangi penyalahgunaan platform dan memperkaya kumpulan data moderasi dengan data pihak ketiga," katanya.

MENGAPA KEJAHATAN TUMBUH SUBUR DI TELEGRAM

Di situsnya, Telegram mengatakan bahwa mereka ingin menciptakan "aplikasi berbagi pesan yang benar-benar bebas".

Telegram mengatakan, dua hal teerpenting soal privasi internet yang mereka prioritaskan adalah perlindungan percakapan pribadi dari pantauan pihak ketiga dan perlindungan data pribadi dari iklan dan pemasaran.

Fungsi obrolan rahasianya menggunakan enkripsi ujung-ke-ujung dan mendukung pesan yang dapat terhapus secara otomatis.

WhatsApp juga memiliki fitur yang sama. Namun karena WhatsApp bagian dari keluarga Meta, muncul kekhawatiran soal cara mereka menggunakan data pengguna, kata profesor Crystal Abidin, seorang antropolog digital di Curtin University, Australia.

"Ada ketidakpercayaan terhadap kejujuran dan privasi WhatsApp serta kredibilitas dan integritas aplikasinya," kata Crystal.

Crystal melanjutkan, Telegram telah menjadi aplikasi pilihan para aktivis untuk mengorganisir aksi tanpa perlu khawatir data mereka diserahkan ke aparat.

Tapi fitur ini juga bisa disalahgunakan oleh Telegram, kata Crystal.

"Dengan semua janji manis yang diumbar tentang keamanan dan enkripsi, tidak mengherankan jika aplikasi ini - jujur saja, seperti kebanyakan aplikasi lainnya - tidak benar-benar bertanggung jawab atas konten dan praktik penggunanya," tambahnya.

Jiow Hee Jhee, lektor kepala dari Singapore Institute of Technology, mengatakan masyarakat kini semakin terdigitalisasi. Maka tidak heran, jika tindak kejahatan juga beralih ke dunia maya.

"Tindak kejahatan bisa terjadi di mana saja, di media sosial atau aplikasi komunikasi," kata dia.

"Jika ada fitur yang menawarkan anonimitas dan kemampuan menjangkau orang yang lebih banyak, maka itu sarana yang menarik bagi pelaku kejahatan. Saya tahu bahwa Telegram memiliki fitur tersebut," kata dia.

Grup di Telegram dapat beranggotakan hingga 200.000 orang, sementara saluran dapat menyiarkan ke audiens yang tidak terbatas.

Gambar yang dibagikan oleh pengguna Twitter Mishap_bella menunjukkan grup obrolan Telegram "SG Nasi Lemak" diblokir di iPhone.

Dalam beberapa tahun terakhir, salah satu kasus yang menjadi perhatian adalah adanya grup chat bernama SG Nasi Lemak. 

Di grup ini dibagikan gambar-gambar tidak senonoh, seperti video perempuan sedang ganti baju atau rekaman kamera tersembunyi di toilet dan ruang ganti.

Menurut dokumen pengadilan, grup itu diciptakan pada November 2018 dan berkembang dengan sekitar 44 ribu anggota.

Untuk bisa tetap berada di grup tersebut, para anggotanya harus aktif turut serta mengunggah atau membagikan materi-materi cabul.

Pada 2019, polisi Singapura menerima puluhan laporan terkait grup ini dan menangkap serta mengadili empat tersangka. Salah satu di antara mereka adalah Liong Tianwei yang mengiklankan jasa pekerja seks di grup SG Nasi Lemak dan mendapatkan upah tiap pekan.

Telegram juga digunakan sebagai sarana jual beli obat-obatan yang peredarannya diatur di Singapura. Biro Narkotika Sentral Singapura mengatakan praktik ini telah terjadi sejak 2019.

Kepada CNA, aparat pada tahun lalu mengatakan telah menahan lebih dari 500 penjual narkotika yang menggunakan Telegram untuk bisnis ilegal mereka.

Di situsnya, Telegram mengatakan bahwa mereka memproses setiap permintaan yang sah untuk menghapus konten ilegal jika dibagikan secara publik.

"Mohon dicatat, hal ini tidak berlaku untuk pengekangan kebebasan berbicara yang diterapkan di sebuah tempat. Misalnya, jika mengkritik pemerintah dianggap ilegal di sebuah negara, maka Telegram tidak akan ambil bagian dalam sensor yang bermotifkan politik itu."

Telegram telah memblokir bot-bot dan saluran kelompok teroris, tapi mereka bersikeras tidak akan memblokir pendapat yang disampaikan secara damai.

MERANGKUL TELEGRAM

Pemerintah Singapura kesulitan merangkul Telegram agar mau bekerja sama dengan aparat setempat.

Pada November 2023, Menteri Negara Dalam Negeri Singapura Sun Xueling mengatakan Telegram belum menanggapi permintaan polisi untuk menghapus akses ke akun yang membagikan konten seksual.

Awal bulan itu, Menteri Dalam Negeri K Shanmugam mengatakan bahwa aplikasi ini belum menanggapi permintaan polisi untuk menghapus akun dan postingan penipuan.

Menanggapi pertanyaan CNA, Kementerian Dalam Negeri Singapura mengatakan telah meminta Telegram untuk patuh pada aturan di bawah Undang-undang Tindakan Kriminal Online (OCHA).

Dalam paruh pertama tahun ini, kasus penipuan di Singapura naik 137,5 persen dibanding periode yang sama tahun lalu.

Sebanyak 8.336 kasus penipuan menggunakan aplikasi berbagi pesan, 45 persen di antaranya melalui Telegram. 

Para korban penipuan mengaku kesulitan mendapatkan bantuan dari Telegram.

Robin Hicks, seorang editor, mengaku jadi korban penipuan bulan ini. Pelaku menggunakan nomor telepon Hicks di Telegram dan menghubungi kerabat serta rekan bisnisnya, mengaku dililit masalah keuangan dan butuh pinjaman uang.

Hicks mengetahui namanya digunakan untuk menipu dari beberapa orang. Dia kemudian mencoba mengambil alih akun tersebut, tapi gagal karena kode login dikirimkan ke pelaku bukan ke SMS ponsel Hicks.

Dia telah meminta temannya yang menggunakan Telegram untuk melaporkan akun itu. Hicks juga mengirim email kepada Telegram untuk menghapusnya, dengan menyertakan juga tangkapan layar penipuan tersebut.

Namun sampai saat ini, dia belum mendapatkan respons apa pun dari Telegram. "Bahkan tidak ada respons otomatis yang mengatakan, 'hei, kami sedang memeriksanya'," katanya. 

Pelaku penipuan masih terus melancarkan aksinya selama sekitar satu atau dua minggu.

"Untungnya, banyak kenalan saya yang menyadari bahwa itu adalah penipuan karena jelas sekali itu bukan saya," katanya, sambil menambahkan bahwa ada kata-kata dalam bahasa Finlandia yang digunakan dalam biografi akun yang ditautkan ke nomornya.

Gabrielle See, kawan Hicks dan pengguna Telegram sejak lama, mengatakan dia berharap aplikasi itu bisa bertindak lebih cepat.

"Kesan saya terhadap Telegram adalah aplikasi ini terlalu berfokus pada keamanan dan penggunanya. Saya berharap mereka bisa lebih baik, setidaknya lebih baik dari WhatsApp," kata See.

Logo aplikasi Telegram. (Foto file: Reuters/Dado Ruvic)

APA YANG BISA DILAKUKAN?

Setelah ditangkap, Durov si pendiri Telegram memposting di saluran miliknya bahwa aplikasi tersebut telah menghapus jutaan postingan dan saluran merugikan setiap harinya.

"Klaim di beberapa media bahwa Telegram adalah semacam surga yang tanpa aturan sama sekali tidak benar," katanya. 

Namun, ia menambahkan bahwa aplikasi ini menerima masukan bahwa Telegram kurang melakukan tindakan terhadap aduan dan tindak kejahatan. 

"Peningkatan jumlah pengguna Telegram yang tiba-tiba menjadi 950 (juta) menjadi masalah karena semakin memudahkan pelaku kejahatan menyalahgunakan aplikasi kami," kata dia. "Itulah mengapa saya pribadi bertujuan ingin memastikan bahwa kami akan mengambil tindakan."

Durov mengatakan proses secara internal untuk itu tengah berlangsung.

Pada 3 September, kantor berita Korea Selatan Yonhap melaporkan bahwa Telegram telah menghapus beberapa materi pornografi ilegal setelah adanya permintaan dari aparat setempat. 

Durov juga menulis bahwa 99,999 persen pengguna Telegram bukanlah pelaku kejahatan. Tetapi 0,001 persen penjahat telah membuat Telegram dicitrakan buruk.

"Itulah mengapa tahun ini kami berkomitmen untuk mengubah moderasi di Telegram, dari yang sebelumnya hujan kritikan, menjadi pujian," katanya.

Beberapa negara dilaporkan pernah memblokir Telegram - Thailand melarang aplikasi ini setelah digunakan untuk mengorganisir protes anti-pemerintah pada 2020. Iran juga memblokir platform ini, menuduhnya memfasilitasi demonstrasi pada 2017. 

Di Jerman, pemerintah mempertimbangkan untuk melarang Telegram setelah menemukan saluran yang berpotensi melanggar undang-undang soal ujaran kebencian. Namun, pemerintah akhirnya hanya menjatuhkan denda.

Beberapa kejahatan yang dilakukan di Telegram dapat didakwa di Singapura di bawah Piagam Perempuan atau Undang-Undang Penyalahgunaan Komputer. 

Di bawah Undang-Undang Penyiaran, pihak berwenang Singapura dapat memerintahkan aplikasi tersebut untuk menonaktifkan akses ke konten online yang berbahaya, kecuali jika konten tersebut dianggap "bersifat pribadi".

Otoritas Pengembangan Media Infokom Singapura telah menghubungi Telegram dan meminta penghapusan materi eksploitasi seksual anak dan materi tentang obat-obatan terlarang yang ditemukan di saluran terbuka mereka. Telegram telah memenuhi permintaan ini, kata Kementerian Dalam Negeri Singapura. 

Cory Wong, direktur di Invictus Law Corporation, mengatakan bahwa pihak berwenang di Singapura juga dapat secara teknis menonaktifkan layanan Telegram di bawah Undang-Undang Kejahatan Online.

Undang-undang ini memungkinkan pihak berwenang mengeluarkan arahan kepada penyedia layanan online, termasuk Telegram, untuk menonaktifkan akses ke akun atau konten yang terlibat dalam penipuan dan kejahatan lainnya, seperti materi eksplisit secara seksual, narkoba, dan pemerasan.

Singapura juga mengharuskan Telegram menerapkan sistem, proses, atau tindakan yang tepat - seperti deteksi proaktif - untuk mencegah penipuan dan aktivitas dunia maya yang berbahaya. 

Wong mengatakan bahwa ia tidak yakin seberapa jauh Singapura akan bertindak terhadap Telegram. 

Dia mengatakan bahwa situasinya tidak cukup parah bagi Singapura sampai harus bertindak "habis-habisan" terhadap Telegram. 

Banyak pengguna di Singapura - termasuk mereka yang mungkin menggunakannya secara sah - juga akan terpengaruh oleh pelarangan tersebut.

Telegram adalah platform media sosial kelima yang paling banyak digunakan di Singapura pada tahun lalu, dengan 47,8 persen pengguna berusia 16 hingga 64 tahun aktif menggunakannya setiap bulan, menurut penelitian oleh We Are Social dan Meltwater. 

Telegram merupakan salah satu aplikasi yang paling banyak diunduh pada 2023, nomor dua setelah TikTok. 

Namun, jika strateginya hanya menutup grup-grup Telegram ilegal, ini akan menjadi proses yang tidak ada ujungnya. Karena setelah satu grup ditutup, grup lainnya akan segera dibuat dengan cepat. 

Seperti grup Telegram SG Nasi Lemak. Setelah adminnya ditangkap dan grup tersebut ditutup, grup-grup serupa bermunculan di aplikasi ini. 

Minggu lalu, seorang admin di salah satu grup yang menjual vape memperingatkan pengguna bahwa "banyak dari rekan-rekan kita" sedang diincar oleh pihak berwenang. 

Ia mengatakan bahwa saluran lamanya tidak lagi dapat diakses oleh nomor telepon Singapura dan mengarahkan ke saluran lain yang baru dibuatnya.

Dapatkan informasi menarik lainnya dengan bergabung di WhatsApp Channel CNA.id dengan klik tautan ini. 

Source: CNA/da

Juga layak dibaca

Iklan

Iklan