Skip to main content
Hamburger Menu
Close
Edisi:
Navigasi ke edisi CNA lainnya di sini.
Iklan

Asia

China telah menunjukkan taringnya, tapi industri penipuan di Asia Tenggara masih terus menjamur

Dengan melakukan operasi penggerebekan gabungan dengan Thailand ke markas penipu di Myanmar, pengamat mengatakan China serius dalam melindungi warga dan kepentingannya. Namun sepertinya China belum akan memperluas operasinya untuk mengungkap sindikat yang terlibat.

China telah menunjukkan taringnya, tapi industri penipuan di Asia Tenggara masih terus menjamur

Korban pusat penipuan dari berbagai yang diperdagangkan untuk bekerja di Myawaddy, Myanmar, pada 26 Februari 2025. (Foto: Reuters/Stringer/File Photo)

BANGKOK: Aparat Thailand dan China berhasil melakukan operasi gabungan yang mengungkapkan praktik penipuan transnasional di wilayah perbatasan Myanmar. Namun menurut pengamat, operasi itu belum cukup untuk membendung aksi kejahatan penipuan yang kian marak di Asia Tenggara.

Sindikat penipu yang beroperasi di Myanmar, Kamboja dan Laos itu dilaporkan kebanyakan dijalankan oleh warga China.

Mereka diyakini telah berhasil meraup miliaran dolar setiap tahunnya melalui praktik penipuan yang mengeksploitasi dan memperbudak orang-orang dari seluruh dunia.

Para pekerja yang jadi korbannya kebanyakan diimingi posisi IT dengan gaji tinggi, tapi malah terjebak di dalam bisnis penipuan online, mulai dari penipuan di Facebook dan WhatsApp, bermoduskan penjualan real estate, investasi palsu, hingga asmara.

Mereka dipekerjakan di sebuah kompleks yang tak tersentuh aparat di daerah yang dulunya hutan, di jantung kota-kota pinggiran Myanmar.

Menurut para ahli kepada CNA, Thailand akhirnya meningkatkan upaya pemberantasan gembong penipuan setelah mendapat desakan dari China. Dalam beberapa pekan terakhir, Thailand mematikan listrik dan akses telekomunikasi ke kompleks penipu di Myawaddy di pojok perbatasan Myanmar.

Dimatikannya listrik bertepatan dengan kunjungan Perdana Menteri Thailand Paetongtarn Shinawatra ke China pada 5-8 Februari lalu untuk bertemu dengan Presiden Xi Jinping yang salah satunya membahas masalah penipuan.

Thailand juga mengerahkan tentara ke jalan perbatasan yang digunakan gembong penipuan. Perintah penangkapan juga dikeluarkan terhadap para pemimpin militan yang menguasai daerah Myanmar yang tengah dilanda perang saudara.

Langkah ini membuahkan pembebasan terhadap ribuan pekerja industri penipuan di Myawaddy, yang terletak dekat dengan kota Mae Sot di Thailand.

Warga China yang dibebaskan telah dipulangkan ke kampung halaman mereka akhir bulan lalu. Ribuan orang dari berbagai negara yang saat ini berada di Myanmar juga masih menunggu jadwal pemulangan.

Para pengamat mengatakan, China memang meningkatkan penggerebekan industri penipuan di wilayah tenggara Myanmar, namun fokus mereka adalah menyelamatkan warga negara sendiri dan mengincar dalang kejahatan itu di dalam negeri.

"Dari yang saya lihat sekarang, tidak ada alasan China akan melakukan reformasi atau mengurangi operasi," kata Jacob Sims, salah satu pendiri Operation Shamrock, sebuah gerakan perlawanan terhadap epidemi global "jagal babi".

Jagal babi adalah istilah untuk penipuan asmara dan investasi, ketika para penipu membangun hubungan dengan korban dalam jangka waktu tertentu sebelum akhirnya melancarkan aksinya.

"Respons China dalam hal ini - dan saya tidak bermaksud mengkritik karena respons ini cukup efektif di berbagai tingkatan - adalah reaksi dari tekanan di dalam negeri," kata dia.

Para ahli mengatakan bahwa Thailand dalam melakukan pemberantasan penipuan juga didorong pertimbangan politik jangka pendek dan masalah ekonomi yang diperburuk oleh aksi penipuan di perbatasan. 

Thailand, kata para ahli, tidak berusaha menyapu bersih praktik penipuan yang menurut Badan PBB untuk Narkotika dan Kejahatan (UNODC) adalah "salah satu operasi perdagangan manusia paling terkoordinasi dalam sejarah".

Korban pusat penipuan dari berbagai yang diperdagangkan untuk bekerja di Myawaddy, Myanmar, pada 26 Februari 2025. (Foto: Reuters/Stringer/File Photo)

PENCULIKAN YANG MEMICU KEHEBOHAN DI MEDIA SOSIAL

Operasi penggerebekan industri penipuan oleh kedua negara dilakukan menyusul penculikan terhadap aktor China Wang Xing yang diperdaya untuk pergi ke Myanmar saat bertandang ke Thailand pada Januari lalu.

Permohonan untuk pembebasannya viral di media sosial China, berujung pada perundingan antara aparat Thailand dan Myanmar yang akhirnya berhasil membebaskan Wang.

Sejak saat itu, China dan Thailand merasakan bahwa pemberantasan industri penipuan telah menjadi kepentingan mereka, kata Nathan Paul Southern, direktur operasional EyeWitness Project, lembaga yang menyelidiki industri penipuan di Asia Tenggara.

"Thailand tidak ingin negara mereka dianggap tidak aman atau rawan penculikan, sementara China ingin memperlihatkan kepada rakyatnya bahwa negara melindungi mereka," kata dia.

Jason Tower, direktur wilayah Myanmar di lembaga United States Institute of Peace (USIP), mengatakan penculikan Wang membuat Thailand khawatir citra mereka terancam sehingga memaksa pemerintahnya bertindak. Pasalnya, sumber penghasilan terbesar dari pariwisata Thailand berasal dari turis China.

Tahun lalu 6,7 juta turis China datang ke Thailand, dan kementerian pariwisata Thailand telah menargetkannya meningkat hingga 9 juta pada tahun ini.

Setelah penculikan Wang, Otoritas Pariwisata Thailand melaporkan adanya pembatalan kunjungan dari 10.000 turis China saat masa liburan Tahun Baru Imlek.

"PDB Thailand sangat bergantung pada pariwisata, dan turis China memiliki porsi sangat besar bagi industri wisata secara keseluruhan," kata Joanne Lin, peneliti senior di Pusat Studi ASEAN, ISEAS-Yusof Ishak Institute, Singapura.

"Jelas yang dipertaruhkan adalah kepentingan ekonomi Thailand. Dan mereka mendapatkan banyak tekanan dari China," lanjut dia.

Korban pusat penipuan dari berbagai yang diperdagangkan untuk bekerja di Myawaddy, Myanmar, pada 26 Februari 2025. (Foto: Reuters/Chalinee Thirasupa)

Di saat bersamaan, China ingin memperlihatkan kepada rakyatnya bahwa mereka memiliki kekuatan yang berpengaruh, bisa mengendalikan situasi dan tengah memberantas kejahatan, kata Southern.

"Tidak ada yang benar-benar bisa ditutup kecuali atas perintah dari China, dan hal itu sudah terjadi sejak awal," katanya, sebuah pandangan yang diamini juga oleh para ahli yang diwawancarai CNA.

"Biasanya ini karena penipuan dilakukan dengan bahasa Mandarin, mengincar warga China atau melakukan kerja paksa. Jadi ini telah mempermalukan dan menjadi masalah keamanan bagi China, mereka akan bersikeras untuk menutup tempat-tempat penipuan itu," lanjut Southern.

Pada Februari lalu, Asisten Menteri Keamanan Publik China, Liu Zhongyi, menjadi pejabat dari negara ketiga pertama yang diizinkan melintasi perbatasan Thailand menuju Myawaddy sejak kudeta Myanmar pada 2021, untuk mengamati langsung penindakan terhadap industri penipuan.  

Sims menyebut langkah tersebut sebagai "peringatan awal yang kuat" bagi sindikat kriminal.  

Namun setelah penggerebekan bulan lalu, praktik penipuan masih terus terjadi dan tidak mengalami gangguan, kata Southern berdasarkan pengamatan dari Thailand.  

"Ini belum berhenti. Operasinya hanya berpindah ke kompleks yang lebih jauh dan telah berkembang pesat. Dunia jangan sampai teralihkan perhatiannya dari masalah ini," kata Southern.

Meski penggerebekan bulan lalu mengirimkan pesan kuat pada para dalang industri penipuan, namun fakta bahwa bisnis haram ini masih beroperasi adalah bukti bahwa China dan Thailand melakukannya hanya demi citra publik dan politik, ujar Mark Cogan, lektor kepala di studi perdamaian dan konflik di Kansai Gaidai University, Osaka, Jepang.

"Harus ada pihak yang bertanggung jawab," katanya. "Tetapi apakah itu akan menghapuskan tindak kriminal ini? Yah, semoga saja."

Warga China yang menjadi korban perdagangan manusia oleh sindikat penipuan dikawal menaiki pesawat untuk pulang ke China, di Bandara Internasional Mae Sot, distrik Mae Sot, provinsi Tak, (Foto: Reuters/Chalinee Thirasupa)

DESAKAN UNTUK MENINGKATKAN KEAMANAN

Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah Thailand menyaksikan unsur-unsur kejahatan telah berkembang di daerah perbatasan.

Southern mengatakan, meski industri penipuan berkembang besar dan terjadi penculikan dari perbatasannya, namun pemerintah Thailand hanya melakukan "upaya yang sangat sedikit sekali" untuk mencegahnya. Hal ini, lanjut dia, terlihat dari kurangnya pengawasan terhadap perbatasan dan infrastruktur serta lokasi-lokasi yang digunakan para pelaku.

Kondisi regional saat ini telah memaksa Thailand untuk bertindak, kata Cogan. 

Kondisi Myanmar sekarang berbeda dengan lima tahun lalu. Saat ini kejahatan transnasional di negara itu berkembang pesat, militan menguasai banyak wilayah terutama di perbatasan, dan junta militer mulai kehilangan kendali di negara itu.

Hal itu berdampak terhadap hubungan tingkat tinggi antara Thailand dengan Myanmar. Pemerintahan Thailand saat ini di bawah Perdana Menteri Paetongtarn Shinawatra dianggap kurang dekat dengan pemimpin junta Myanmar dibanding PM sebelumnya Prayut Chan-o-cha.

Saat ini, Paetongtarn tengah menuai sorotan publik yang mendesaknya untuk tegas menghadapi merebaknya industri penipuan yang juga mengincar warga Thailand di tengah kondisi perekonomian yang lesu, kata Cogan.

Cogan juga yakin ketidakstabilan ekonomi ini akan membuat Beijing terus meminta bantuan terkait masalah keamanan dan merepatriasi ribuan warga China yang masih berada di dekat perbatasan Thailand.

Tower mengaku tidak kaget jika Beijing memanfaatkan krisis perbatasan dan maraknya kriminalitas untuk menyerukan lebih banyak operasi gabungan dan berbagi intelijen, "yang memang telah menjadi tujuan yang dinyatakan oleh pihak China selama beberapa tahun terakhir."

Sejak 2022, Presiden Xi telah mempromosikan Inisiatif Keamanan Global (GSI) China. Kebijakan kerangka kerja ini mengusulkan reformasi keamanan global, yang pada praktiknya dapat membantu melindungi kepentingan China di luar negeri.  

Beberapa negara di Asia Tenggara, termasuk Kamboja, Laos, dan Myanmar, secara resmi telah mendukung inisiatif ini. Namun, Thailand terlihat lebih berhati-hati dan sejauh ini hanya menyatakan kesediaan untuk menjajaki kerja sama di bawah GSI.  

"Tekanan China di sini serta tuntutan mereka untuk memiliki pengaruh dalam keamanan cukup signifikan," kata Tower.

KAMBOJA TURUT JADI SOROTAN

Para pakar mengatakan ada tempat tumbuh suburnya industri penipuan lainnya selain Thailand namun sebagian besarnya masih tidak terjamah, yaitu Kamboja.

Menurut USIP, ada lebih dari 150.000 orang yang bekerja di industri penipuan Kamboja berdasarkan data organisasi bantuan USAID.

Praktik penipuan yang terus membesar di Kamboja disebut telah menghasilkan pemasukan lebih besar dari nilai ekspor industri terbesar negara tersebut, yaitu garmen. Bahkan, nilainya bisa empat kali lipat lebih besar dibanding sektor wisata Kamboja.

Kepada CNA, Southern mengungkapkan bahwa dari pengawasan percakapan grup chat sindikat penipuan beberapa pekan terakhir diketahui bahwa ada upaya memindahkan operasional dari Myanmar ke Kamboja. Di Kamboja, pengawasannya dianggap lebih longgar dan tidak perlu takut akan ditutup.

"Satu-satunya tempat di Asia Tenggara di mana mereka bisa beroperasi secara blak-blakan, di tengah ibu kota pula, adalah Kamboja," kata Southern mengutip berbagai temuan keberadaan kompleks penipuan, termasuk di antaranya di Phnom Penh.

"Saat ini tanpa adanya desakan dari China untuk menutupnya, bisnis penipuan ini tumbuh dengan sangat mengkhawatirkan di sini," kata dia.

Meskipun pemerintah Kamboja telah membentuk satuan tugas, membantu penyelamatan ratusan orang di perbatasan Thailand-Kamboja bulan lalu, dan mengamandemen undang-undang untuk memperketat aturan perjudian, para ahli mengatakan aktivitas kriminal di negara itu tetap berkembang pesat.  

"Para pelaku kini memiliki banyak pengaruh di Kamboja sehingga mereka menjadi tidak tersentuh," klaim Tower.  

Pemerintah Kamboja membantah bahwa negaranya menjadi surga bagi sindikat kejahatan, dan justru menyalahkan media asing serta LSM karena dianggap mencoreng citra negara.  

Sebuah laporan Kementerian Luar Negeri AS tahun lalu menemukan bahwa pejabat Kamboja "melemahkan penegakan hukum anti-perdagangan manusia dan upaya perlindungan korban, serta berusaha menepis tuduhan dengan meremehkan dan menyangkal maraknya operasi penipuan online, termasuk laporan keterlibatan pemerintah."

Kota Shwe Kokko di Myanmar, sebuah kompleks kasino, hiburan, dan pariwisata, terlihat dari sisi perbatasan Thailand. (Foto: Reuters/Athit Perawongmetha)

Berdasarkan Transparency International, Kamboja adalah salah satu negara terkorup di dunia, menempati posisi 158 dari 180 negara dalam tingkat persepsi korupsi di sektor publik pada tahun lalu.

Beberapa taipan Kamboja, termasuk senator pemerintah, diduga terlibat dalam memfasilitasi operasi penipuan online dengan menyediakan properti yang mereka miliki atau pengelolaan zona ekonomi khusus tempat kejahatan tersebut terjadi.  

Sebagai contoh, operasi penipuan ditemukan di properti milik Ly Yong Phat, seorang penasihat Perdana Menteri Kamboja, Hun Manet.  

Ly dikenai sanksi oleh pemerintah AS pada September tahun lalu karena perannya dalam "pelanggaran hak asasi manusia serius terkait perlakuan terhadap pekerja yang diperdagangkan dan dipaksa bekerja di pusat penipuan online."  

The Global Organized Crime Index menemukan bahwa warga negara China di Kamboja terlibat pemerasan, bisnis perlindungan ilegal, perdagangan manusia, perdagangan narkoba, serta pencucian uang melalui kasino dan proyek konstruksi.  

Namun untuk saat ini, menurut Sims, Kamboja tetap berada di luar sasaran utama Beijing karena sindikat kriminalnya beroperasi dengan cerdik.  

"Kamboja lebih berhasil mengalihkan target dari korban penipuan asal China. Mereka bisa melakukan itu karena operasinya lebih terpusat, dengan jumlah orang yang lebih sedikit di tingkat atas yang mengambil keputusan," katanya.

Dia mengatakan bahwa China juga mengambil pendekatan yang lebih pragmatis dalam berurusan secara bilateral dengan pemerintah Kamboja, yang “tidak terkesan mendekriminalisasi struktur politik dan ekonomi Kamboja.”

“China tentu cukup kuat secara militer dan geopolitik untuk memaksa Kamboja melakukan itu, tetapi mereka tahu bahwa dengan melakukan hal tersebut, mereka akan merusak hubungan bilateral kedua negara,” katanya.  

KORBAN BARU DI NEGARA-NEGARA BERBAHASA INGGRIS

Akibat penggerebekan oleh China, para pakar mengatakan pelaku penipuan kini memulai cara baru dalam melakukan aksinya. Saat ini, kata Sims, korban penipuan beralih dari warga China ke orang-orang lainnya di seluruh dunia.

Ia mengamati bahwa sindikat penipuan kini mengubah prioritas mereka dengan mendatangkan korban perdagangan manusia lainnya untuk mengelabui target dari negara-negara berbahasa Inggris seperti India dan Afrika.

"Jelas ada keuntungan jika pasar didiversifikasi. Tetapi peluang paling besar untuk ditangkap adalah jika korbannya orang China," kata Sims.

Tekanan atau sanksi dari pemerintah negara lain terhadap mereka yang memfasilitasi atau melindungi kelompok kriminal ini masih sangat minim.  

Jika tindakan tidak segera diambil, para ahli sepakat bahwa industri penipuan ini akan berkembang lebih jauh dan berdampak pada negara-negara yang tidak memiliki sarana untuk memeranginya.  

“Jika dalam beberapa bulan ke depan, tidak ada dalang utama yang dikenai sanksi oleh negara-negara Barat, maka akan semakin menunjukkan bahwa tidak ada batasan bagi sindikat kriminal ini, dan mereka bisa terus berkembang,” kata Southern, merujuk pada tokoh kriminal kakap di Myanmar dan Kamboja.  

Beban besar kini jatuh pada Thailand, yang berupaya menyelesaikan masalah perbatasannya serta repatriasi massal para korban perdagangan manusia.  

Thailand tengah mempertimbangkan pembangunan tembok sepanjang 50km di perbatasannya dengan Kamboja untuk menekan arus imigrasi ilegal.  

Sementara itu, di perbatasan Myanmar-Thailand di Mae Sot, Judah Hira Tana, direktur internasional Global Advance Projects, menyaksikan ribuan korban masih berada di kamp-kamp, sementara warga negara China yang dibebaskan telah dipulangkan.  

“Kita benar-benar perlu melihat pemerintah di kawasan ini turun tangan dan menunjukkan bahwa mereka siap merespons serta bertanggung jawab atas warganya,” katanya.

Ikuti saluran WhatsApp CNA Indonesia untuk dapatkan berita menarik lainnya. Pastikan fungsi notifikasi telah dinyalakan dengan menekan tombol lonceng.

Source: CNA/da

Juga layak dibaca

Iklan
Iklan