Bukan lagi Musang King: Kala perubahan selera China dan cuaca ekstrem repotkan petani durian Malaysia
Seorang eksportir mengatakan, China sebagai negara konsumen durian terbesar dunia hanya membeli buah yang bermutu baik. Sayangnya, cuaca yang tidak menentu membuat panen durian Malaysia terancam kualitas dan kuantitasnya.
JOHOR BAHRU: Tahun ini, Malaysia mengalami gagal panen durian akibat cuaca yang tidak menentu. Kondisi ini membuat para pedagang durian – terutama para eksportir – mengeluh, karena sebentar lagi akan memasuki musim ekspor ke China, konsumen durian terbesar di dunia.
Tie Kian Chow, pedagang buah asal Johor Bahru, bercerita kepada CNA bahwa ia gelisah melihat gagal panen durian tahun ini.
Puncak musim durian di Malaysia biasanya berlangsung dari Mei hingga Agustus. Namun, ini sudah pertengahan Mei, dan banyak buah di kebunnya yang berlokasi di Johor belum matang dan jatuh dari pohon.
"Tahun ini, hasil panen melewati jadwal yang semestinya. Saya hanya bisa berasumsi bahwa ini karena cuaca yang tidak biasa beberapa minggu terakhir ini," ucapnya.
Tie, pemilik toko buah King Fruit, berbagi usaha patungan dengan perusahaan lain untuk mengekspor durian kelas premium ke negara-negara seperti China dan Singapura.
"Cuacanya silih berganti dari yang sangat panas hingga hujan, keadaan ini membuat durian menjadi sulit berbuah, terutama yang berkualitas premium seperti Mao Shao Wang (jenis Musang King). Kami khawatir duriannya tidak bagus untuk diekspor," tambah Tie.
Eksportir durian Malaysia menyampaikan kepada CNA bahwa tahun ini, puncak panen durian tertunda dan banyak yang menghubungkannya dengan cuaca ekstrem yang tidak menentu.
Mereka juga mengeluh, apabila cuaca terus tidak menentu, maka akan berdampak pada kuantitas dan kualitas buah-buahan, berimbas pada pasokan Malaysia untuk pasar ekspor di saat permintaan dari China tengah meningkat.
Malaysia telah mengekspor produk durian beku ke China sejak 2011 dan durian utuh beku sejak Mei 2019. Kerja sama ini akan berubah karena pemerintahan Anwar akan merampungkan negosiasi dengan China perihal pengiriman durian segar di sana pada akhir 2024, sebagaimana yang dilansir The Business Times.
Menurut Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO), China telah menyumbang 95 persen dari konsumsi durian global.
Mengingat angka panen global akan meningkat hingga 10 persen, menurut statistik Research and Markets, negara-negara seperti Malaysia tengah berlomba-lomba merebut bagian terbesar dan mendominasi ekspor buah berbau menyengat dan berduri ini.
ALASAN MENGAPA CUACA BERDAMPAK BURUK BAGI SEKTOR EKSPOR
Selama tiga minggu terakhir, sebagian besar negara di Asia Tenggara terpanggang suhu tinggi, memaksa sekolah-sekolah untuk tutup serta pihak berwenang mengeluarkan peringatan masyarakat tidak terserang penyakit akibat panas.
Maret, April dan Mei biasanya menjadi bulan terpanas dan terkering di Asia Tenggara, namun kondisi cuaca tahun ini kian memburuk oleh fenomena cuaca El Nino. El Nino adalah pemanasan permukaan laut di Samudera Pasifik tropis bagian tengah dan timur.
Di Malaysia, cuaca panas ini diselingi dengan hujan yang lebat.
Pada akhir Maret, Direktur Jenderal Departemen Meteorologi Malaysia (MetMalaysia) Muhammad Helmi Abdullah memperingatkan negara ini akan memasuki "masa pancaroba". Masa ini menjadi tanda berakhirnya monsun timur laut, yang mana dapat menyebabkan badai petir hingga berujung banjir bandang dan pohon bertumbangan.
Selama beberapa minggu terakhir, laporan mengenai banjir bandang merebak di seluruh negeri, dan badai petir hebat menyebabkan beberapa insiden pohon bertumbangan di ibu kota Kuala Lumpur.
Insiden pohon tumbang pada 7 Mei menewaskan satu orang dan merusak 16 kendaraan di sepanjang Jalan Sultan Ismail.
Lim Chin Kee, Konsultan Durian yang juga memiliki perkebunan di Raub Pahang, bercerita kepada CNA bahwa pola cuaca ekstrem seperti ini dapat berdampak langsung pada hasil panen.
"Ada kemungkinan imbal hasil akan jauh lebih rendah tahun ini karena cuaca di luar perkiraan. Hujan lebat dan cuaca panas sama-sama mengganggu proses antesis pada tanaman durian," ujar Lim, menjelaskan soal proses penyerbukan dan dampaknya pada tingkat kematangan dan jatuhnya buah.
"Kami belum tahu berapa banyak kuantitas dan kualitas ekspor yang akan terdampak, tetapi ada kemungkinan besar cuaca yang tidak normal akan mengganggu," imbuhnya.
Lim menerangkan bahwa selama proses antesis berlangsung, bunga-bunga akan mekar untuk mengalami penyerbukan, dan tahap ini cukup menentukan kualitas dan kuantitas hasil panen durian.
Ia menambahkan bahwa panas dan hujan yang berlebihan dapat menyebabkan daun-daun berlomba merebut nutrisi untuk bunga-bunganya. Hal ini dapat menyebabkan proses pembungaan menjadi gagal sehingga berdampak buruk pada proses pembentukan buahnya.
Pakar durian lainnya seperti Tommy Chong, yang juga berkeahlian di bidang riset dan pengembangan durian di kebunnya di Kulai, Johor, menyampaikan kepada CNA bahwa cuaca ekstrem dapat menimbulkan fenomena durian "ujung gosong". Durian ini tidak dapat diterima oleh importir China dan dapat merusak reputasi Malaysia yang dikenal memiliki buah berkualitas tinggi.
Ujung gosong merupakan istilah untuk menggambarkan kondisi durian yang matang tidak merata sehingga ujung daging durian berubah warna menjadi cokelat tua, dan buah tersebut tidak layak dikonsumsi.
"Kendali mutu di China itu ketat. Kalau mereka mendapati durian ujung gosong, mereka tidak akan segan-segan menghentikan pengiriman dan kalau masalah ini terus berlanjut, durian yang bermutu rendah ini terpaksa akan dikirimkan ke negara lain dengan harga diskon," imbuhnya.
Ketidakpastian seputar panen durian tahun ini timbul di tengah rasa optimisme pemerintah Malaysia yang ingin menjadi negara pengekspor utama di Asia Tenggara.
Di bulan Februari, Wakil Menteri Pertanian dan Ketahanan Pangan Malaysia, Arthur Joseph Kurup, mengatakan bahwa Malaysia bertujuan melipatgandakan total pendapatan durian yang semula RM118,83 miliar (Rp403 triliun) pada 2023 menjadi RM238 miliar pada 2033, dengan ekspor menjadi fokus utamanya.
Ia menambahkan, total produksi durian diperkirakan akan meningkat dari 455.458 metrik ton yang diproduksi pada tahun 2022 menjadi 505.853 metrik ton pada 2025, meningkat 11 persen.
"Industri durian menawarkan segudang peluang bagi Malaysia," katanya.
Namun, Lim, konsultan durian, menekankan bahwa masih ada banyak hal yang dapat Malaysia lakukan untuk mengejar ketertinggalan dari eksportir lain seperti Thailand dan Vietnam.
Ia membeberkan bahwa tahun lalu, China mengimpor 90.000 kontainer durian, 60.000 di antaranya dari Thailand, 20.000 dari Vietnam. Sementara negara-negara pengekspor lain seperti Malaysia, Filipina, dan Indonesia hanya mencakup 10 persen dari pasar dunia China.
"Kami sudah ketinggalan, dan sekarang ada masalah-masalah seperti cuaca yang tidak dapat diprediksi dan tidak menentu untuk ditangani." kata Lim.
Teoh Sock Soon – pemilik Ah Shui Durian di Johor – bercerita kepada CNA bahwa kemungkinan, panen yang buruk tahun ini dapat mengakibatkan lonjakan harga ekspor. Hal ini dapat mendorong negara seperti China mencari sumber lain.
"Kalau pasokannya rendah, harga naik. Pasar normalnya seperti itu," ucap Teoh.
"Biasanya, importir besar seperti China akan mencari alternatif di mana buah-buah ditawarkan dengan harga yang lebih kompetitif," tambahnya.
Chong mengatakan kepada CNA bahwa kemungkinan ada satu solusi yang dapat diterapkan oleh para petani durian di Malaysia, yakni dengan membangun kebun yang modern serta sistem irigasi buatan sehingga tanaman lebih kebal menghadapi pola cuaca ekstrem.
Ia menerangkan bahwa sebagian besar kebun pengekspor dunia di Malaysia masih beroperasi secara tradisional dan tidak memiliki infrastruktur yang memadai, yang membantu irigasi dan pemupukan kimia.
"Dari riset, kami tahu sebagian besar kebun misalnya di Kelantan tidak mempunyai irigasi sehingga banyak dari pohon-pohon ini mati, dan yang bertahan menghasilkan buah dengan ujung yang gosong," kata Chong.
"Sebagian besar kebun modern baru mulai kurang dari satu dekade yang lalu, jadi banyak dari mereka belum menghasilkan buah yang melimpah, kecuali mereka yang ada di Raub, kita bisa melihat bahwa hasilnya bisa menjanjikan," imbuhnya.
BERADAPTASI DENGAN SELERA CHINA AKAN DURIAN DURI HITAM
Pakar industri durian di Malaysia juga mengatakan kepada CNA bahwa selera pasar China sedikit berubah. Kini China lebih menyukai varietas durian yang eksotis seperti durian jenis Duri Hitam, setelah sebelumnya menggandrungi Musang King.
Mereka menyebutkan bahwa kondisi ini mendesak eksportir-eksportir Malaysia untuk lebih banyak menanam pohon durian Duri Hitam, yang baru akan berbuah antara lima hingga sepuluh tahun lagi.
Lim yang merupakan seorang konsultan durian berkata: "Dari survei kami, rasa baru yang disukai pasar China adalah Duri Hitam, yang rasanya lebih manis ketimbang Musang King yang sedikit pahit.”
"Supaya tetap relevan dan kompetitif dalam memenuhi permintaan China yang terus meningkat, kita harus gesit (dalam menghadapi) perubahan selera ini dan beradaptasi dengan segera," imbuhnya.
Chong melihat bahwa berdasarkan data yang diterbitkan oleh kementerian pertanian Malaysia, Duri Hitam hanya menyumbang satu persen dari total pasar produksi durian Malaysia, sedangkan Musang King mencapai 36 persen.
Sementara itu, durian kampung, yang banyak dikonsumsi oleh warga lokal, menyumbang 38 persen dari total produksinya sedangkan jenis D24 hanya mencapai 11 persen saja. Sisanya adalah klon durian hibrida, yang menyumbang 14 persen dari produksi durian yang ada di negara itu.
Namun, Chong memperkirakan bahwa kemungkinan, hal ini akan berubah karena adanya perubahan tren di China, meski harga Duri Hitam jauh lebih mahal daripada Musang King.
Di kelas premium, Duri Hitam biasanya berharga RM80 (Rp280 ribu) per kg di Malaysia sedangkan Musang King berharga RM50 (Rp172 ribu) per kg.
"Di China, semakin langka jenis durian itu, semakin banyak perhatian yang didapat dan konsumen akan semakin tertarik mencicipinya," kata Chong.
Namun, ia menegaskan bahwa Malaysia pertama-tama harus menjamin dulu bahwa kebun-kebunnya kebal terhadap cuaca ekstrem, yang diprediksi semakin parah di tahun-tahun berikutnya akibat dampak perubahan iklim.
"Terlepas dari jenisnya, kalau Anda tidak mampu melindungi tanaman dari cuaca, buah premium Kelas A hanya akan menjadi kelas B atau C, dan Anda tidak akan mendapatkan harga dan kualitas yang Anda mau," kata Chong.
"Fisiologi buah yang Anda mau tidak akan didapatkan, dan aroma yang diinginkan juga tidak keluar," imbuhnya.
Dapatkan informasi menarik lainnya dengan bergabung di WhatsApp Channel CNA.id dengan klik tautan ini.