Berontak dari hidup yang serba cepat, para pemuda China pilih jadi 'manusia tikus'. Apa itu?
Manusia tikus atau "lao shu ren" dalam bahasa Mandarin kian banyak disematkan untuk para pemuda di China yang sering begadang dan menutup diri.
Ilustrasi. (Foto file: iStock/marchmeena29)
SINGAPURA: Bayangkan - kamu bangun tidur jam 11 siang. Bukannya turun dari ranjang dan mandi, tapi kamu tetap rebahan selama beberapa jam, scroll media sosial, belanja online atau nonton Netflix.
Barulah di jam 15.00, setelah mengumpulkan semangat, kamu membuat makanan pertama di hari itu. Tapi setelahnya, berulang lagi siklus makan, tidur-tiduran dan scrolling sampai kamu tidur lagi selepas tengah malam.
Ini adalah cara hidup "manusia tikus" atau "lao shu ren" dalam bahasa Mandarin, sebuah istilah yang dibuat para pemuda China di media sosial. Nama ini menggambarkan gaya hidup seperti tikus - nokturnal, menutup diri, dan berusaha bertahan hidup tanpa arah yang jelas.
Fenomena yang jadi tren di kalangan para pemuda China ini dianggap sebagai bentuk pemberontakan dari budaya kerja yang keras dan ritme kehidupan modern yang serba cepat. Selain di negeri sendiri, banyak pemuda China di negara lain seperti Inggris dan Singapura yang juga memilih gaya hidup "manusia tikus".
Meski banyak yang menganggap ini hanya sebuah tren biasa, namun fenomena ini jadi cerminan betapa seriusnya tekanan yang dihadapi para pemuda China di sekolah atau pekerjaan - mulai dari tuntutan mendapat nilai akademis tinggi hingga bersaing ketat di pasar kerja.
MANUSIA TIKUS YANG MALAS BERSAING
Rutinitas keseharian di atas dijalani salah satunya oleh Pu Yiqin, 23, mahasiswa China yang tengah mengambil program magister di King’s College London. Pu menyebut dirinya sendiri "manusia tikus".
Dia mendokumentasikan rutinitasnya di vlog jenaka yang dibagikannya melalui aplikasi medsos China, Xiaohungshu.
Dalam salah satu video, dia baru tidur pada pukul 1.30 pagi. "Saya tidur lebih awal malam ini, selama malam," kata dia.
Selain itu, gorden kamarnya selalu tertutup rapat. "Cahayanya terlalu terang. Tikus perlu suasana yang temaram (untuk bertahan)," lanjut dia.
Tidak ada data statistik yang menunjukkan berapa jumlah orang yang menjalani gaya hidup ini di China. Tapi ada indikasi tren ini meluas di kalangan para pemuda Tiongkok.
Pada akhir Februari lalu, postingan dari pemuda di provinsi Zhejiang soal kehidupannya yang menutup diri telah di-like lebih dari 400.000 orang.
Pencarian oleh CNA di Xiaohongshu dan platform video pendek Douyin menemukan banyak unggahan dari para pemuda China – baik di dalam maupun luar negeri – yang mendokumentasikan rutinitas mereka sebagai "manusia tikus".
Pu adalah salah satunya. “Saya tidak bisa berbicara mewakili mereka, tapi saya jelas merupakan bagian dari fenomena ini,” kata dia kepada CNA, seraya menambahkan bahwa ia percaya banyak mahasiswa internasional asal China adalah "manusia tikus" dalam beberapa hal.
“Di luar kelas atau sesekali jalan-jalan, sebagian besar waktu kami dihabiskan mengurung diri di rumah … seperti tikus yang hidup dalam kegelapan,” ujarnya.
Tren ini sebagian besar diasosiasikan dengan anak muda China, terutama generasi Z dan milenial. Generasi Z adalah mereka yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012, sementara milenial lahir antara 1981 hingga 1996.
Tren "manusia tikus” bukanlah hal baru. Tren serupa juga terjadi di Jepang, dikenal dengan nama "hikikomori", sebutan untuk mereka yang menarik diri dari masyarakat selama lebih dari enam bulan.
Di China, hikikomori dikenal sebagai "jian ju zu" atau "kepompong". Laporan media lokal The Paper pada 2023 menyebutkan ada dua grup jian ju zu di internet dengan perkiraan jumlah anggota mencapai total 900.000 orang.
Menurut Kuang Xianwen, lektor kepala dari Xi'an Jiaotong-Liverpool University (XJTLU) di Suzhou, tren "manusia tikus" muncul akibat tekanan yang dihadapi oleh generasi muda China.
Tidak seperti generasi muda di era 1980-an, lanjut Kuang, anak-anak muda China masa ini merasa kemakmuran semakin sulit diraih meski mereka telah bekerja sangat keras.
“(Mereka) masuk ke dunia kerja, bekerja, dan tetap saja tekanannya besar … semua orang berjuang keras dan sebagian dari mereka merasa tidak ada harapan, karena persaingannya sangat ketat – jadi untuk capek-capek?”
Tingkat pengangguran pemuda di China mencapai 15,8 persen pada bulan April, menurut data resmi. Meskipun angka ini – yang tidak mencakup mahasiswa – merupakan yang terendah tahun ini, tetapi masih lebih tinggi dibandingkan 14,7 persen pada periode yang sama tahun lalu.
Di saat bersamaan, tahun ini akan lulus kuliah 12,22 juta orang secara bersamaan, sebuah rekor tertinggi, naik dari 9 juta pada tahun 2021. Pemerintah China telah menyadari adanya urgensi untuk mengatasi tantangan struktural yang dihadapi pasar kerja.
“Ketidakselarasan antara pasokan dan permintaan sumber daya manusia semakin jelas terlihat,” kata Menteri Sumber Daya Manusia dan Jaminan Sosial China, Wang Xiaoping, pada Maret lalu.
Persaingan yang ketat juga meluas ke ranah akademis. Contoh paling jelas adalah ujian masuk perguruan tinggi nasional "gaokao" yang dipandang sebagai gerbang menuju kesuksesan.
Beberapa pemuda menolak terlibat dalam persaingan ketat ini dan memilih bermalas-malasan dan bekerja sekadarnya hanya untuk bertahan hidup, sebuah tren yang dikenal dengan "tang ping" atau rebahan.
"Manusia tikus" disebut-sebut sebagai evolusi dari tang ping. Yuan Yuan, dosen di XJTLE, kepada CNA mengatakan bahwa "manusia tikus" adalah mereka yang memutuskan "berhenti bersaing".
"Ini adalah bentuk dari menyerah untuk mendaki tanggal sosial, mereka mengerahkan energi hanya untuk aktivitas di malam hari, berinternet, dan hanya sekadar ada di masyarakat seperti mesin," kata dia.
"Sebagai seorang dewasa, ada area abu-abu di mana kamu tahu ada hal-hal di pekerjaan yang harus kamu lakukan, meskipun kamu tidak setuju … kamu tidak akan bilang ‘saya berhenti’ karena kamu sadar bahwa itu adalah bagian dari pekerjaan,” tambahnya.
“Namun, manusia tikus mungkin menghindari area abu-abu itu.”
Sebuah komentar populer di vlog seorng perempuan dari provinsi Zhejiang menggambarkan alasan mengapa para pemuda di China memilih hidup menjadi "manusia tikus":
“Kami lelah dengan gaya hidup yang palsu, serba cepat, dan terlalu efisien yang dipaksakan pada kami. Kami hanya ingin kebebasan untuk berbaring kapan pun dan di mana pun kami mau.”
CARA MENERTAWAKAN DIRI SENDIRI
Pada saat yang sama, para pakar melihat semakin populernya tren "manusia tikus” di kalangan anak muda sebagai bentuk menertawakan diri mereka sendiri — cara untuk menemukan humor di tengah kesulitan dan mencari yang senasib dengan mereka.
Bagaimanapun juga, ini adalah generasi yang telah menekuni hobi-hobi tidak lazim seperti menyimpan biji mangga, batu, bahkan gumpalan pasta gigi sebagai “hewan peliharaan” — tren yang menurut para ahli mencerminkan meningkatnya rasa kesepian dan tekanan hidup perkotaan bagi anak muda Tiongkok.
“Kalau kamu melihat manusia tikus sebagai bentuk menertawakan diri sendiri, ini memang sesuatu yang sangat dikuasai oleh anak muda,” kata Yuan, dosen di XJTLU.
“Ada istilah zi hei, di mana kamu menampilkan sisi paling rentan dari dirimu tapi dengan cara yang tidak membuat orang lain cemas atau khawatir,” kata dia.
Secara harfiah zi hei adalah “menghitamkan diri sendiri”, atau mengejek diri sendiri, humor merendahkan diri dalam konteks budaya China.
“Istilah ‘manusia tikus’ juga merupakan bentuk interaksi sosial.”
Pu, mahasiswa internasional asal China, punya pandangan serupa.
“Mungkin juga karena tekanan besar yang dihadapi anak-anak muda; mereka menikmati menertawakan dan mengejek diri sendiri seperti ini,” ujarnya.
Meski seseorang memutuskan menjadi "manusia tikus”, namun jangan remehkan ketangguhan mereka, kata Pu, sambil mengatakan bahwa istilah ini melambangkan seseorang yang “merayap dalam kegelapan tapi tetap berjuang keras”.
“Banyak orang mungkin hidup di lingkungan yang tidak mendukung, tapi mereka tetap akan berusaha sebaik mungkin menuntaskan apa yang harus dituntaskan.”
Ikuti saluran WhatsApp CNA Indonesia untuk dapatkan berita menarik lainnya. Pastikan fungsi notifikasi telah dinyalakan dengan menekan tombol lonceng.