Mengupas agenda Malaysia sebagai ketua ASEAN, akankah mengancam persatuan Asia Tenggara?
Perdana Menteri Anwar Ibrahim bisa memanfaatkan keketuaan Malaysia di ASEAN untuk memperkuat prioritas kebijakan luar negerinya, seperti mengokohkan hubungan dengan China dan Rusia.
JOHOR BAHRU: Menjelang persiapan menjadi ketua Asosiasi Negara-negara Asia Tenggara (ASEAN), Malaysia melakukan pergeseran kebijakan luar negeri yang lebih condong ke China dan Rusia.
Pergeseran ini membuat ASEAN di bawah Malaysia diprediksi akan mempererat kerja sama dengan kedua negara tersebut. Para pengamat mengatakan, langkah Malaysia itu akan memicu keresahan sebagian negara anggota dan jadi ujian bagi persatuan ASEAN, meski tidak akan sampai memecah belah.
Secara seremonial, tongkat estafet keketuaan ASEAN telah diserahkan oleh Perdana Menteri Laos Sonexay Siphandone kepada PM Malaysia Anwar Ibrahim di penghujung KTT ASEAN Jumat lalu (11/10) di Vientiane. Setiap tahunnya, keketuaan ASEAN dirotasi di antara 10 negara anggota berdasarkan urutan abjad.
Para pengamat memproyeksi, Malaysia sebagai ketua tidak akan melakukan perubahan signifikan dalam arah dan tujuan ASEAN ke depannya. Pasalnya, meski bisa mendorong pengambilan keputusan, namun ketua ASEAN tidak punya kekuatan untuk memutuskan sesuatu secara secara sepihak.
Keketuaan Malaysia menurut pengamat akan jadi ujian bagi persatuan ASEAN karena kebijakan PM Anwar yang mulai condong ke organisasi negara-negara berkembang BRICS (Brasil, Rusia, India, Tiongkok, dan Afrika Selatan) dan sikap mereka yang pro-Palestina pada konflik Gaza belakangan ini.
Namun di bawah keketuaan Malaysia juga, pengamat memprediksi ASEAN akan mengambil tindakan yang lebih tegas terkait krisis hak asasi manusia di Myanmar dan soal sengketa wilayah dengan China di Laut China Selatan.
"Prioritas kebijakan luar negeri Malaysia dan hubungan mereka yang lebih dekat ke Rusia dan China memang akan memicu kekhawatiran di antara anggota ASEAN lainnya, tapi struktur pengambilan keputusan di ASEAN dapat mencegah adanya gangguan besar pada persatuan organisasi ini," kata Joanne Lin, peneliti senior di Pusat Studi ASEAN, ISEAS-Yusof Ishak Institute, Singapura, kepada CNA.
"Meskipun demikian, langkah ini dapat menguji persatuan ASEAN, terutama soal bagaimana mereka mempertahankan hubungan di tengah persaingan pengaruh negara-negara kekuatan global," kata Lin lagi.
MALAYSIA BISA MEMPERLUAS HUBUNGAN ASEAN DENGAN BRICS DAN TIMUR TENGAH
Para pengamat mengatakan Malaysia akan mempertahankan netralitas ASEAN dan memastikan hubungan dengan negara-negara besar tetap seimbang.
Namun di saat bersamaan, Malaysia diduga akan menggunakan keketuaan mereka di ASEAN untuk memuluskan agenda memperkuat hubungan Malaysia dengan BRICS dan menyuarakan pandangan terkait konflik-konflik di Timur Tengah.
Para pengamat menyoroti kunjungan Anwar ke Vladivostok bulan lalu, ketika dia mengundang Presiden Rusia Vladimir Putin menghadiri KTT ASEAN tahun depan. Pengamat mengatakan, undangan tersebut akan membuat beberapa anggota ASEAN resah.
Dr Azmi Hasan, peneliti senior di Nusantara Academy for Strategic Research, mengatakan kemampuan diplomatik Malaysia akan diuji saat menjadi ketua ASEAN. Malaysia, kata dia, akan mendorong agenda kerja sama ASEAN dengan China dan Rusia, sembari tetap mempertahankan hubungan dengan Amerika Serikat dan negara-negara Barat.
"Malaysia ingin memposisikan ASEAN lebih sentral, netral, artinya mereka akan mendorong ASEAN untuk berbicara dengan negara-negara lain, termasuk BRICS. Malaysia ingin lebih proaktif dan tidak ingin ASEAN terpinggirkan dalam hal menjalin hubungan dengan negara adidaya global di seluruh dunia," kata Azmi.
Anwar sendiri telah menunjukkan kecenderungan ke arah sana.
"Kami mungkin akan melampaui ASEAN, karena kami menjajaki kemitraan dengan BRICS, yang akan meningkatkan hubungan Selatan-Selatan secara global," ujarnya pada Khazanah Megatrends Forum 2024 di Kuala Lumpur, pekan lalu.
"Kami menegaskan kembali pentingnya mematuhi tatanan berbasis peraturan, secara regional mau pun internasional, tapi kami menolak kemunafikan dan standar ganda oleh mereka yang mencari keuntungan," kata dia.
Menurut Lin dari ISEAS-Yusof Ishak Institute, perkembangan dunia belakangan ini, terutama konflik di Gaza, telah membuat Malaysia mengkalibrasi ulang kebijakan luar negeri mereka.
"Malaysia melakukan pergeseran, termasuk lebih berhati-hati terhadap AS dan sekutu Israel lainnya, sembari mengadopsi posisi pro-Palestina yang lebih vokal," kata dia.
"Bersamaan dengan itu, Malaysia telah memperkuat hubungan dengan China, memperlihatkan ketertarikan bergabung dengan kelompok yang dipimpin China, seperti BRICS. Kedekatan hubungan dengan anggota BRICS seperti Rusia menunjukkan ambisi Malaysia yang lebih besar untuk mendiversifikasi perekonomiannya, mengurangi ketergantungan pada institusi keuangan pimpinan Barat dan menjalin koneksi yang lebih dalam dengan Selatan Global, termasuk negara-negara Timur Tengah," kata dia.
"Meningkatnya kedekatan antara Malaysia dengan China dan negara-negara BRICS, termasuk Rusia dan India, dapat diterjemahkan sebagai kolaborasi yang lebih aktif dalam berbagai inisiatif ekonomi dan diplomatik," lanjut Lin.
Jika menjadi ketua, dia menambahkan, Anwar bisa saja mendorong kerja sama yang lebih kuat antara ASEAN dengan Dewan Kerja sama Teluk atau GCC. Hal ini akan semakin mengokohkan pengaruh pemerintah Malaysia di dalam negeri dan regional.
Kendati demikian, Malaysia tetap tidak bisa menyetir arah ASEAN sesuka hati mereka.
"Meski adanya pergeseran ini, namun keketuaan ASEAN tidak akan bisa secara radikal mengubah hubungan yang lebih luas dengan AS dan kekuatan Barat lainnya. Cara pengambilan keputusan di ASEAN yang berdasarkan konsensus akan memastikan posisi ketua tidak bisa mengambil langkah sepihak," kata dia.
Dr Abdul Rahman Yaagob, peneliti Program Asia Tenggara di Lowy Institute di Sydney, Australia, mengatakan Malaysia ingin bergabung dengan BRICS, sehingga harus merapat ke China, Rusia, tapi tanpa harus menjauh dari Barat.
"Banyak pejabat Asia Tenggara yang saya ajak bicara memahami dan menerima pendekatan kebijakan luar negeri Malaysia, memandangnya sebagai hak Malaysia untuk dekat dengan Rusia dan China. Itu adalah dasar dari pembentukan ASEAN - tidak turut campur dalam urusan negara lain," kata Abdul Rahman.
Terkait undangan dari Anwar untuk Putin menghadiri KTT ASEAN tahun depan, dia mengatakan bahwa sudah sewajarnya anggota ASEAN, AS dan Uni Eropa merasa resah. Namun Presiden Rusia itu bisa memilih hadir secara virtual agar "tidak menempatkan Malaysia di posisi yang sulit", kata dia lagi.
Dalam pidatonya pada KTT ASEAN di Laos pada Rabu pekan lalu, Anwar menyampaikan komitmen Malaysia pada sentralitas ASEAN dan menyerukan negara anggota untuk tetap bersatu di tengah ketegangan geopolitik di seluruh dunia.
"Seiring meningkatnya ketegangan global, ketika polarisasi lebih dominan ketimbang integrasi, maka keretakan dan perpecahan bisa dimanfaatkan untuk merusak sentralitas dan persatuan ASEAN," kata Anwar.
"Sudah seharusnya kita, negara-negara anggota ASEAN, menolak hal-hal yang memicu perpecahan."
Anwar melanjutkan, ASEAN harus mengirimkan "pesan jelas kepada dunia" bahwa ASEAN akan tetap bersatu dan terus menjadi "pendorong utama perdamaian, keamanan dan kerja sama di kawasan".
BAGAIMANA ASEAN MENGELOLA ISU CHINA?
Pengamat mengatakan, salah satu tantangan utama bagi Malaysia saat memimpin ASEAN adalah mengelola hubungan blok regional itu dengan China.
Tahun ini, Malaysia dan China memperingati 50 tahun hubungan diplomatik mereka. Bulan lalu, Raja Malaysia Sultan Ibrahim Iskandar berkunjung ke Beijing dan bertemu dengan Presiden China Xi Jinping dan Perdana Menteri Li Qiang.
Setelah kunjungan tersebut, Sultan Ibrahim memuji sikap China terhadap Israel terkait perang yang berkecamuk saat ini di Gaza. Sultan juga mengatakan bahwa Malaysia selaras dengan China dalam hal perdamaian di Palestina.
Namun di saat yang sama, China juga mengeklaim hampir seluruh wilayah Laut China Selatan, tumpang tindih dengan klaim negara ASEAN lainnya seperti Malaysia, Filipina, Brunei dan Vietnam.
Joshua Kurlantzick, seorang peneliti senior untuk Asia Tenggara di Dewan Hubungan Luar Negeri Amerika Serikat, kepada CNA mengatakan bahwa Malaysia terpaksa harus menyeimbangkan antara mewujudkan hubungan yang lebih kuat dengan China dengan mempertahankan hak-hak kedaulatan negara ASEAN di Laut China Selatan.
"Akan ada saat-saat hubungan China dan Malaysia diuji, seperti perselisihan terkait pembangunan di blok minyak dan gas di Laut China Selatan," kata Kurlantzick.
Lin mengatakan, Malaysia yang saat ini menjadi koordinator hubungan ASEAN-China dan negara pengeklaim Laut China Selatan punya kepentingan besar dalam mendorong negosiasi Code of Conduct atau pedoman berperilaku di perairan sengketa itu. ASEAN menargetkan perundingan itu bisa rampung pada 2026.
"Namun, jika Malaysia dianggap terlalu condong ke China, mereka akan kesulitan mempertahankan kepercayaan dari negara pengeklaim lainnya, terutama Filipina dan Vietnam, yang lebih keras dalam mempertahankan klaim wilayah mereka," kata dia.
MALAYSIA LEBIH VOKAL DALAM KRISIS MYANMAR
Dalam berbagai acara dan di media sosial pada Mei dan Juni tahun ini, Anwar menekankan bahwa negara-negara anggota ASEAN perlu bersatu dalam menghadapi krisis di Myanmar.
Dia mengisyaratkan akan mendorong ASEAN untuk bersikap lebih tegas terhadap Myanmar, negara yang tengah menghadapi perang saudara antara gerilyawan pro-demokrasi dan pasukan bersenjata etnis minoritas dengan pemerintah militer. Sebelumnya pada 2021, junta Myanmar merebut kekuasaan setelah menggulingkan pemerintahan terpilih Aung San Suu Kyi.
Beberapa minggu setelah mengambil alih kekuasaan, junta menyetujui rencana "konsensus lima poin" yang bertujuan untuk memulihkan perdamaian. Namun junta melanggarnya dengan melakukan tindak kekerasan terhadap mereka yang berbeda pendapat dan kelompok bersenjata yang menentang.
Lin dari ISEAS-Yusof Ishak Institute mengatakan bahwa Malaysia tidak akan memimpin seperti Laos. Malaysia, kata dia, akan mendorong tindakan tegas ASEAN yang sejalan dengan sejarah organisasi ini dalam menjunjung hak asasi manusia.
"Tidak seperti beberapa rekan ASEAN lainnya yang lebih pendiam, seperti Laos yang saat ini memimpin, Malaysia telah bersuara lantang mengenai krisis di Myanmar, terutama soal penindasan Rohingya pada 2017, ketika Malaysia mengkritik respons ASEAN yang lemah," katanya.
"Mengingat adanya sejarah seperti itu, Malaysia akan mendorong implementasi yang lebih jelas soal konsensus lima poin sambil kembali mengangkat penderitaan Rohingya, memastikan kesejahteraan mereka tidak diabaikan di tengah konflik etnis yang tengah terjadi di Myanmar," kata Lin.
Dr Abdul Rahman dari Lowy Institute memprediksi Malaysia akan "mengubah pendekatan ASEAN dalam menghadapi krisis".
"Sebagai contoh, Malaysia harus mempertimbangkan untuk meninggalkan pendekatan troika serta pengambilan keputusan konsensus dan membangun platform yang lebih minilateral untuk menangani krisis," kata Dr Abdul Rahman.
Troika ASEAN adalah sebuah badan yang terdiri dari para menteri luar negeri dari negara-negara yang pernah, sedang, dan akan menjadi ketua ASEAN - yang saat ini adalah Indonesia, Laos, dan Malaysia. Badan ini menjadi mekanisme informal ASEAN dalam mengkoordinasikan dan mendiskusikan upaya-upaya menangani isu Myanmar.
Dr Abdul Rahman mengatakan bahwa Malaysia dapat membentuk sebuah komite yang terdiri dari anggota-anggota ASEAN yang memiliki kepentingan lebih banyak untuk menyelesaikan krisis ini.
Anggotanya dapat mencakup Thailand, yang secara langsung terancam oleh konflik karena berbatasan langsung dengan Myanmar.
"Menurut pemahaman saya, Thailand merasa bahwa terkadang ASEAN mengabaikan ketakutan mereka, dan Thailand tidak memiliki banyak suara karena saat ini tidak menjadi bagian dari troika," tambahnya.
DAPATKAH ANWAR MEMBUAT ASEAN TETAP RELEVAN?
Di bawah keketuaan Malaysia, ASEAN juga bisa menunjukkan bahwa mereka memiliki modal politik yang cukup untuk mempertahankan kepentingan di Asia Pasifik dan memastikan kehadiran mereka tetap relevan dalam jangka panjang.
Namun apakah Malaysia bisa membawa kemajuan yang nyata, ini yang masih belum jelas, kata Kurlantzick. Dia memprediksi ASEAN tidak akan mengalami kemajuan yang berarti dalam mengatasi krisis di Myanmar atau sengketa Laut China Selatan, terutama karena adanya perbedaan kepentingan di antara para negara anggota.
"Junta tidak tersentuh oleh siapa pun, kecuali mungkin oleh China, dan secara umum minat ASEAN kecil atau bahkan enggan bertindak soal Myanmar, dan, junta juga sedang menderita banyak kekalahan di medan pertempuran," kata Kurlantzick.
"Saya juga menduga ASEAN tidak akan melakukan banyak hal terkait Laut China Selatan, karena anggotanya sudah terpecah soal laut sengketa itu, siapa pun ketuanya," kata dia.
Namun bukan tidak mungkin, Malaysia membawa ASEAN mengalami kemajuan di beberapa lini.
Sebagai ketua ASEAN, Malaysia bisa memprioritaskan implementasi penuh Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (Regional Comprehensive Economic Partnership/RCEP) - perjanjian perdagangan terbesar di dunia yang mencakup 15 negara dengan PDB gabungan hampir US$30 triliun, kata Lin. RCEP berpotensi memposisikan ASEAN sebagai pusat pertumbuhan dan kerja sama regional.
Lin juga berharap Malaysia dapat mendorong negosiasi Perjanjian Kerangka Kerja Ekonomi Digital ASEAN, yang diluncurkan pada September 2023 untuk mendorong kerja sama digital dan membawa pemasukan hingga US$2 triliun dari sektor ekonomi digital ke kawasan ini pada 2030.
Anwar baru-baru ini berbicara tentang kemampuan negaranya dalam menjalin kemitraan dengan para pemimpin industri seperti Amazon dan Microsoft. Malaysia ingin memposisikan diri sebagai negara yang digerakkan oleh kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI).
Lin mengatakan, meski Anwar kemungkinan akan memanfaatkan ASEAN untuk "memperkuat" prioritas kebijakan luar negeri Malaysia seperti memperjuangkan kerja sama Selatan-Selatan dan memperkuat hubungan dengan negara-negara berkembang, namun dia tetap akan melakukannya dengan "kepiawaian diplomatik" dan berkomitmen terhadap sentralitas ASEAN.
Dapatkan informasi menarik lainnya dengan bergabung di WhatsApp Channel CNA.id dengan klik tautan ini.