Analisis: Demi kesuksesan KEK di Johor, Malaysia dan Singapura harus tuntaskan masalah-masalah birokrasi
KUALA LUMPUR: Di saat rencana peluncuran Kawasan Ekonomi Khusus Johor-Singapura (KEK-JS) mencuri banyak perhatian, kemudian rincian lebih lanjut mengenai ruang lingkup dan sasarannya kian bermunculan, kedua negara perlu menyelesaikan masalah utama agar peluncurannya dapat berjalan dengan sukses, kata para analis.
Upaya ini meliputi bagaimana menarik investasi "kelas atas" dari seluruh dunia dan menyadari perlunya menyederhanakan birokrasi dan prosedur.
Di luar itu, mereka menambahkan bahwa kedua negara harus bekerja sama dalam mengambil keputusan, terutama antara pemerintah negara bagian Johor dan pemerintah pusatnya.
Menteri Ekonomi Malaysia Rafizi Ramli menjelaskan kepada wartawan pada Rabu (10 Juli) bahwa usulan KEK-JS bertujuan menarik perusahaan-perusahaan "mutakhir' yang didukung oleh investor modal usaha dan ekuitas swasta.
Untuk menarik investor, menurut para analis, dibutuhkan penyederhanaan birokrasi di KEK, dan ini bukanlah hal yang mudah. Pasalnya, KEK di Johor memiliki luas empat kali lebih besar dari Singapura yang diatur oleh beberapa pemerintahan lokal dan federal.
Dr Shankaran Nambiar, ekonom dan peneliti tamu Crawford School of Public Policy di Australia National University, berpendapat bahwa Singapura dan Malaysia harus bekerja sama untuk menangani masalah-masalah tersebut dalam upaya menarik "pemain global" ke KEK-JS.
"Secara teknis, Singapura dan Johor punya perpaduan kompetensi dan keunggulan terbaik, yang akan menguntungkan kedua negara," terangnya kepada CNA, menyinggung kepiawaian Singapura dalam menarik investasi bernilai tinggi dan biaya berbisnis Johor yang lebih terjangkau.
Dr Nambiar menekankan bahwa negara bagian Malaysia dan lembaga-lembaga pemerintahan federalnya perlu menyesuaikan dengan permintaan Singapura guna memberikan kemudahan dalam berbisnis.
"Lembaga-lembaga pemerintahan di Singapura akan mengatur prosedur dan jadwalnya, namun bila Malaysia tidak mampu membawa masuk investasi dengan sendirinya, mau tidak mau mereka harus bergantung dengan kepiawaian Singapura dalam melakukannya," imbuhnya.
MEMANGKAS PROSEDUR YANG BERBELIT-BELIT
Akan tetapi, supaya hal ini dapat terwujudkan, para analis berpendapat bahwa Johor harus terlebih dahulu memastikan proses kepengurusan usaha dipermudah di enam pemerintahan daerah, yakni Iskandar Puteri, Johor Bahru, Pasir Gudang, Kulai, Pengerang dan Pontian.
Dalam sesi pertemuan klarifikasi KEK-JS di parlemen pada 11 Juli, Rafizi mengonfirmasi bahwa kawasan seluas 3.505 kilometer persegi tersebut akan mencakup lima wilayah ini dan sebagian Pontian.
"Saya setuju bahwa tantangan utama kita adalah menyelaraskan izin usaha dengan enam lembaga pemerintah dan lembaga federal yang bersangkutan, supaya mereka dapat menyesuaikan dengan tingkat efisiensi yang Singapura berikan," ia berkata.
Rafizi menjelaskan bahwa hal ini dapat diwujudkan dengan mendirikan pusat terpadu untuk mengurus izin usaha dan izin lainnya di KEK-JS. Gagasan ini pertama kali disebutkan pada Januari ketika kedua negara menandatangani nota kesepahaman untuk mendirikan kawasan tersebut.
"Ini sedang dikonsolidasikan di tingkat pemerintahan negara bagian Johor, bersama dengan lembaga-lembaga federal, di Iskandar Malaysia Facilitation Centre," terangnya yang menggunakan nama resmi pusat terpadu tersebut.
Temuan dalam laporan Singapore Business Federation yang dirilis pada 11 Juli menunjukkan bahwa 58 persen perusahaan di Singapura yang disurvei — dari sekitar 160 perusahaan — menyatakan keinginannya untuk mendirikan pusat terpadu atau narahubung di Malaysia, guna memfasilitasi kepengurusan dengan investor.
Dr Ong Kian Ming, mantan wakil menteri perdagangan dan industri internasional di Malaysia, mengatakan bahwa pusat semacam ini akan "mengurangi secara signifikan" birokrasi yang berbelit-belit bagi bisnis-bisnis Singapura dan investor lainnya yang ingin mendirikan atau memperluas operasi mereka di KEK-JS.
"Ini perlu kerja sama dari pemerintah negara bagian Johor, contohnya, dalam mendirikan badan izin khusus untuk memproses dan menyetujui izin usaha yang disyaratkan oleh berbagai lembaga pemerintah daerah di wilayah Johor Bahru Raya," ia berkata.
Pemerintah juga harus menyepakati tarif pajak umum untuk pekerja terampil pada ekosistem investor modal usaha dan ekuitas swasta guna merangsang pertumbuhan industri ini di KEK-JS, kata Dr Ong, yang juga merupakan wakil rektor bidang hubungan eksternal di Taylor's University.
Meski demikian, Dr Ong mengatakan bahwa pemerintah negara bagian Johor "tidak terbiasa" memiliki pusat yang mengurus banyak pemangku kepentingan dengan tingkat transparansi sebagaimana yang biasa didapatkan perusahaan-perusahaan asal Singapura atau yang berbasis di Singapura.
Kemungkinan, pemerintah federal juga tidak terbiasa dalam memperkenalkan proses kepengurusan khusus yang dapat membuat KEK-JS menjadi destinasi investasi yang menarik, terangnya sembari menyebutkan contoh usulan insentif untuk berinvestasi di kawasan tersebut, yang masih harus disetujui di tingkat federal.
Sementara itu, Dr Francis Hutchinson, koordinator Malaysia Studies Programme di ISEAS-Yusof Ishak Institute, meyakini pentingnya mengurangi birokrasi yang berbelit-belit, namun perhatian yang ada saat ini terlalu banyak diberikan untuk insentif keuangan.
"Apa yang kerap dikesampingkan adalah tindak lanjut terperinci yang muncul setelah melakukan investasi," terangnya kepada CNA.
Dr Hutchinson menyoroti bahwa sebagian besar upaya untuk meningkatkan rantai nilai dan kompleksitas operasi KEK-JS memerlukan keterlibatan para investor yang ada untuk meningkatkan investasi mereka dan menjalankan tugas yang lebih rumit.
"Oleh sebab itu, badan-badan penghubung harus disiplin dalam menindaklanjutinya secara konsisten dengan perusahaan mereka saat ini, dan tidak hanya fokus menarik yang baru," katanya.
Selain insentif, KEK-JS juga perlu mendapatkan pasokan pekerja terampil yang memadai, listrik dan air yang tidak terputus, serta koneksi internasional yang dapat diandalkan, jelasnya.
Meski Dr Hutchinson mengakui bahwa Causeway dan Second Link — kemudian Rapid Transit System Link yang akan datang — dapat menghubungkan Singapura dan Johor, ia berpendapat bahwa masih banyak yang bisa dilakukan.
Causeway, contohnya, telah menjadi salah satu jalan lintas darat terpadat di dunia, dengan estimasi sekitar 300.000 komuter yang melintasi jalan ini setiap harinya. Dan angka ini diharapkan akan tumbuh dan menurut perkiraan Otoritas Imigrasi dan Pemeriksaan (ICA) Singapura, volume lalu lintas di Causeway akan meningkat sebesar 40 persen pada tahun 2050.
"Mungkin ada baiknya untuk mempertimbangkan jalan yang menghubungkan Pasir Gudang di Johor, yang mana punya banyak pabrik, dengan Changi, karena dengan ini, truk-truk besar bisa menggunakan jalur penghubung ini dan meringankan muatan di Causeway," terangnya.
PEKERJAAN SEPERTI APA YANG AKAN TERCIPTA?
Dr Hutchinson mengamati bahwa Johor, yang dikenal lama sebagai produsen elektronik, berniat untuk memperluas kemampuannya dan menggerakkan aktivitas bernilai tambah yang lebih tinggi.
Hal ini timbul di tengah permintaan produksi semikonduktor yang meningkat akibat distribusi komputasi awan dan kehadiran kecerdasan buatan (AI).
Namun, Dr Hutchinson memperingatkan bahwa di saat tugas produksi kian rumit, kemudian operasi produksi tradisional kian melebur menjadi satu dengan layanan, jumlah pekerjaan yang dihasilkan dari setiap investasi berikutnya dalam KEK-JS kemungkinan akan lebih sedikit.
"Investasi besar yang menghasilkan 5.000 pekerjaan, termasuk pekerjaan berketerampilan rendah, menengah, dan tinggi semakin langka. Sekarang, investasi kelas atas hanya menghasilkan 200 hingga 300 lowongan pekerjaan dan kebanyakan adalah yang berketerampilan tinggi," jelasnya.
Ketua Menteri Johor Onn Hafiz Ghazi sebelumnya mengatakan bahwa KEK-JS bertujuan menciptakan 400.000 peluang kerja baru berpenghasilan tinggi dan menaikkan pendapatan rumah tangga menjadi RM13.000 (Rp45 juta) per bulan.
Dr Ong mengutarakan kekhawatirannya bahwa perusahaan-perusahaan lain bisa saja mencoba menangguk keuntungan dari ekosistem bernilai tinggi di KEK-JS, dengan membawa kegiatan perekonomian bernilai tambah yang lebih rendah, terutama di industri alat berat dan daur ulang produk kertas dan logam.
Untuk mengatasi hal ini, ia mengusulkan untuk melakukan penyelarasan yang lebih baik antara pemerintah federal dan negara bagian dan penegakan prosedur yang lebih ketat oleh otoritas yang bersangkutan, seperti kementerian perdagangan dan investasi.
"Bahkan di beberapa kegiatan perekonomian bernilai tambah yang lebih tinggi seperti pusat data, proposisi nilai perihal jumlah pekerjaan berpenghasilan menengah hingga tinggi perlu dipastikan," katanya.
Rafizi menjelaskan kepada parlemen pada 11 Juli bahwa ia berharap bahwa KEK-JS dapat menyelesaikan masalah brain drain (pelarian modal manusia) dengan menarik industri bernilai tinggi untuk didirikan di negara bagian tersebut dan mendorong pekerja terampil untuk kembali dan dipekerjakan di perusahaan-perusahaan ini.
Menanggapi pertanyaan anggota parlemen mengenai apakah KEK-JS nantinya dapat menarik pekerja dari perusahaan lokal, Rafizi menjawab bahwa zona tersebut hanya mengincar pekerja yang terampil alih-alih karyawan berketerampilan rendah dari perusahaan lokal.
"Dengan demikian, saya percaya bahwa gaji tinggi yang ditawarkan oleh KEK-JS akan memacu pertumbuhan ekonomi dan mendorong perusahaan setempat yang merupakan bagian dari rantai nilai ini untuk bisa menawarkan paket yang lebih kompetitif," terangnya.
"Ini sebenarnya harapan kami untuk kota-kota sekunder seperti Kluang dan Muar, bahwa manfaat-manfaat ini dapat melimpah ke perusahaan-perusahaan lokal lainnya dalam rantai nilai."
MENARIK PERUSAHAAN DI SELURUH DUNIA
Secara garis besar, Rafizi mengatakan bahwa penting sekali bagi KEK-JS untuk menyadari potensinya dalam menarik investor-investor luar.
"Perusahaan-perusahaan dari Singapura akan berdatangan ke Johor, namun potensi yang lebih besarnya, perusahaan-perusahaan dari seluruh dunia berdatangan ke Johor dengan pandangan bisa memiliki kondisi yang lebih ideal bagi keduanya," ucapnya, menyinggung kecanggihan operasi Singapura dan biaya operasional Johor yang lebih rendah.
Rafizi menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan yang memiliki tujuan seperti itu, termasuk mereka yang ingin menangani ketegangan geopolitik sambil mencari basis di Asia Tenggara, sebelumnya beralih ke Vietnam.
"Dengan adanya KEK-JS, kita bisa menjadikan Malaysia sebagai kompetitor untuk membuat investor-investor yang sebelumnya pindah ke Vietnam untuk kembali ke Johor dan Singapura," katanya.
Kendati Dr Hutchinson sepakat bahwa negara-negara seperti Vietnam dan India dapat dianggap sebagai kompetitor karena mereka berambisi menarik investasi, kawasan industri, dan pekerja terampil, ia berpendapat bahwa persaingan yang lebih penting namun tidak kentara sebenarnya terjadi di dalam perusahaan-perusahaan bernilai tinggi itu sendiri.
Ia menyebutkan bahwa afiliasi perusahaan multinasional yang beroperasi di berbagai wilayah dan ingin beralih ke produk baru, dalam hal ini di KEK-JS, harus terlebih dahulu meyakinkan kantor pusat perusahaan untuk mengizinkan mereka menjalankan tugas atau fungsi khusus tersebut.
"Karenanya, (dengan KEK-JS) memiliki rekam jejak yang baik dalam hal stabilitas, kapabilitas, dan daya tanggap, dan memiliki basis perusahaan yang ada, sangatlah penting," ucapnya.
"Ini dapat mendorong investor-investor yang Anda punya untuk memproduksi lebih banyak dan menjalankan lebih banyak aktivitas."
Dr Ong merasa bahwa walaupun Vietnam fokus dalam kegiatan produksi bernilai tambah yang lebih rendah yang membutuhkan tenaga kerja yang lebih besar dan berketerampilan rendah, negara tersebut tetap bukan kompetitor KEK-JS.
Ia menjelaskan bahwa Malaysia punya "posisi strategis" dalam rantai nilai ekonomi yang dapat menarik perusahaan yang ingin menjalankan kegiatan bernilai tambah yang lebih tinggi di wilayah ceruk di sektor manufaktur dan ekonomi digital, tanpa memakan biaya tinggi di Singapura.
"Ketika berbicara tentang Asia Tenggara, saya pikir tidak ada pesaing lainnya di sektor KEK," katanya. Ia juga menyarankan bahwa perusahaan yang ingin merelokasi pabrik mereka ke daerah penyangga (hinterland) Singapura yang alami akan melihat Batam dan Bintan sebagai pilihan alternatif selain Johor.
"Karena itu, sangat perlu bagi Malaysia untuk memantapkan posisi kita dengan benar dan cepat untuk KEK-JS."
Dapatkan informasi menarik lainnya dengan bergabung di WhatsApp Channel CNA.id dengan klik tautan ini.