Skip to main content
Hamburger Menu
Close
Edisi:
Navigasi ke edisi CNA lainnya di sini.
Iklan

Asia

'Pilihan yang aman': Alasan Xi Jinping kirim Wapres China Han Zheng hadiri pelantikan Trump

Bukan Presiden Xi Jinping, tapi Han Zheng yang akan mewakili China pada pelantikan Donald Trump tanggal 20 Januari mendatang. Mengapa menurut pengamat Han adalah "pilihan yang aman"?

'Pilihan yang aman': Alasan Xi Jinping kirim Wapres China Han Zheng hadiri pelantikan Trump

Presiden AS Donald Trump menghadiri pertemuan bilateral dengan Presiden China Xi Jinping dalam KTT G20 di Osaka, Jepang, 29 Juni 2019. (Foto: Reuters/Kevin Lamarque/File Photo)

SINGAPURA: China "mendobrak preseden" dengan mengirim Wakil Presiden Han Zheng menghadiri pelantikan Donald Trump sebagai presiden Amerika Serikat. Dengan dipilihnya Han, berarti dia adalah pejabat tinggi paling senior dalam sejarah China yang pernah menghadiri acara tersebut.

Para pengamat mengatakan bahwa bagi China Han adalah "pilihan yang aman". Dia cukup senior untuk setor muka ke AS meski undangan dari Trump ditujukan pada Presiden China Xi Jinping. Seperti yang sudah diperkirakan sebelumnya, Xi tidak akan hadir memenuhi undangan.

Para pengamat politik mengatakan bahwa sangat jarang sekali para kepala negara hadir dalam pelantikan presiden AS. Pasalnya, kebanyakan dari mereka menganggap itu adalah acara dalam negeri AS.

"Tidak pernah ada utusan senior China yang datang ke pelantikan," kata Dennis Wilder, mantan penasihat Gedung Putih yang saat ini adalah profesor di Georgetown University, kepada CNA.

Biasanya, kata Wilder, yang hadir adalah duta besar China untuk AS. Dia menambahkan: "Dengan ini (kedatangan Han), China telah mendobrak preseden. Karena itulah, situasi ini cukup menarik."

SENIOR, TAPI BUKAN BAGIAN DARI LINGKARAN XI

Lahir di Shanghai pada 1954, Han yang saat ini berusia 70 tahun telah menjabat wapres China sejak 2023. 

Dia juga pernah menjabat sebagai anggota ketujuh di Komite Tetap Politbiro antara 2017 dan 2022. Sebelumnya Han juga pernah meduduki jabatan penting seperti wakil perdana menteri China dan ketua Partai Komunis Shanghai.

Han akan melakukan perjalanan tingkat tinggi dari Beijing untuk menghadiri pengambilan sumpah Trump pada Senin (20/1).

Han dianggap cukup mengetahui dan sanggup melakukan pembicaraan yang kompleks mengenai hubungan AS-China, tapi dia tidak cukup dekat dengan lingkaran pribadi Presiden Xi sehingga tidak akan merusak reputasi Partai Komunis jika terjadi masalah protokol.

Hoo Tiang Boon, profesor di Fakultas Ilmu Sosial Nanyang Technological University (NTU), mengatakan Han adalah orang yang tepat dan merupakan "pilihan yang aman".

Wakil Presiden China Han Zheng menghadiri pertemuan dengan Chancellor of the Exchequer Inggris Rachel Reeves (tidak ada dalam foto) di Aula Besar Rakyat di Beijing, 11 Januari 2025. (Foto: Reuters/Florence Lo/Pool/File Photo)

"Saat ini Han bukanlah orang yang dianggap bagian dari lingkaran dalam Xi ... dan jelas bukan orang yang dianggap ancaman oleh Xi, itulah mengapa dia menjabat posisi khusus ini."

Hoo mengatakan bahwa dengan menugaskan Han, Beijing mengambil "langkah pertengahan"- yaitu dengan memenuhi "harapan" AS agar China mengirim pejabat senior pada acara besar Trump, namun di saat bersamaan China tidak "menuruti kemauan Amerika".

"Jika nantinya tidak berjalan dengan baik ... tidak masalah, karena dia cuma wakil presiden, bukan seseorang yang punya pengaruh besar," kata Hoo.

"Terkadang, ketika orang-orang kepercayaan Xi ditugaskan pada posisi tingkat tinggi atau sebuah misi, mereka akan jadi incaran kekuatan asing untuk mempermalukan Xi secara pribadi," kata Josef Gregory Mahoney, profesor ilmu politik di East China Normal University.

Mahoney juga mencermati adanya kemungkinan muncul perintah anti-China dari Trump setelah dia dilantik.

"Kemungkinan besar ini adalah misi tanpa mengharap balasan, bukanlah sesuatu untuk menunjukkan itikad baik," kata Mahoney.

"Jadi baiknya mengirimkan seseorang yang cukup punya nama, tapi tidak akan sampai membuat malu jika ada hal buruk yang terjadi akibat ulah Trump."

Selama masa jabatan pertama Trump, Han vokal dalam menyampaikan tanggapan Beijing terhadap ancaman tarif dan perselisihan dagang kedua negara.

Wilder menyamakan peran Han dengan pendahulunya, Wang Qishan, yang menjabat sebagai wakil presiden dari tahun 2018 hingga 2023. Wang sering menghadiri acara-acara di luar negeri ketika Presiden Xi tidak bisa hadir.

"Han Zheng menggantikan (Xi) pada pertemuan internasional yang tidak dia hadiri - ini adalah peran wakil presiden China," kata Wilder.

Di China, tugas wakil presiden sebagian besarnya bersifat seremonial dan menurut konstitusi, "membantu presiden dalam pekerjaannya" dan juga "menjalankan fungsi dan kekuasaan yang mungkin dipercayakan presiden kepadanya".

MENGAPA BUKAN CAI QI ATAU WANG YI?

Sebelum Han Zheng dikonfirmasi hadir, ada dua nama lain yang disebut-sebut akan menghadiri pelantikan Trump, mereka adalah Cai Qi, anggota Komite Tetap Politbiro, yang dianggap orang kepercayaan terdekat Xi, dan Menteri Luar Negeri China Wang Yi, yang sering mewakili Beijing di berbagai acara dan forum global.

Sebagai salah satu pejabat paling berkuasa di China yang duduk di Komite Tetap Politbiro, Cai Qi juga menjabat sebagai kepala staf Presiden Xi - orang pertama yang rangkap jabatan di kedua posisi tersebut sejak Wang Dongxing, kepala staf Mao Zedong.

Anggota Komite Tetap Politbiro China, Cai Qi, menghadiri upacara penutupan Kongres Nasional ke-20 Partai Komunis China, di Aula Besar Rakyat di Beijing, 22 Oktober 2022. (Foto: Reuters/Tingshu Wang Membeli Hak Lisensi)

Menurut Wilder, Cai Qi "sangat berkuasa". Dia adalah orang yang mengendalikan akses ke kantor Presiden Xi dan sangat berpengaruh dalam menyebarkan doktrin dan agenda Partai Komunis China.

"Dia tangan kanan Xi. Dia bekerja untuk kantor Presiden Xi Jinping dan juga partai, belum ada yang seperti dia sejak zaman Mao."

"Jika Xi mengirim Cai Qi, hal itu akan dianggap sebagai sinyal bahwa China menginginkan stabilitas dan hubungan baik dengan pemerintahan Trump," kata Hoo.

Karena kedekatannya dengan Xi, Hoo mengatakan bahwa jika ada hal buruk yang terjadi pada Cai, berarti hal itu juga dianggap terjadi pada presiden. 

Itulah mengapa, para pengamat mengatakan mustahil Cai dikirim ke AS untuk menghadiri pelantikan Trump.

Terlebih lagi, Hoo mengatakan, bahwa Presiden Xi dan orang-orang di lingkarannya mengambil sikap hati-hati karena mereka tahu bahwa urusan dengan "Trump bisa berubah dalam sekejap".

Hal ini bisa dilihat dari pertemuan antara Trump dan Perdana Menteri Kanada yang telah menyatakan mundur, Justin Trudeau, di Mar-a-Lago, Florida pada 1 Desember lalu. Pertemuan itu berujung dengan ketegangan dan kebingungan diplomatik setelah kedua pemimpin membicarakan soal urusan perbatasan dan tarif dagang.

Menteri Luar Negeri Tiongkok, Wang Yi, sering terlihat mewakili Beijing di berbagai acara dan forum global. (Foto: GREG BAKER / Pool via REUTERS)

Sosok lainnya yang dikira akan mewakili China menghadiri pelantikan Trump adalah Menteri Luar Negeri Wan Yi, yang memang dikenal berpengalaman dalan urusan hubungan luar negeri AS-China.

Menurut Wilder, memang sudah jamak jika negara-negara mengirim menteri luar negeri mereka menghadiri acara semacam ini.

"(Jika mengirim) Wang Yi, sejujurnya akan menjadi langkah mundur ... bukan hal yang luar biasa," kata dia.

Menurut Mahoney, jika memang yang dikirim adalah Cai Qi atau Wang Yi, maka tidak akan jadi masalah karena keduanya adalah pejabat tinggi pemerintahan China dan dikenal di panggung dunia.

Tapi dia mengatakan "Han Zheng lebih dari layak karena jabatannya" untuk melakukan tugas ini.

"Wakil Presiden adalah pilihan yang kuat dan aman."

XI JINPING BELUM PERNAH HADIR

Bagi mereka yang tahu betul soal riwayat diplomatik Beijing, maka pasti sudah menduga bahwa Xi tidak akan menghadiri pelantikan Trump.

"Belum pernah terjadi sebelumnya pemimpin negara besar seperti China (juga rival AS), datang ke pelantikan," kata Hoo, yang menambahkan bahwa kemungkinan Xi yang secara pribadi menolak untuk datang.

Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping berjabat tangan menjelang pertemuan bilateral mereka selama KTT G20 di Osaka, Jepang, 29 Juni 2019. (Foto: Reuters/Kevin Lamarque)

Dalam kasus pemimpin China, biasanya sebuah perjalanan telah direncanakan sejak berbulan-bulan sebelumnya - termasuk merencanakan agenda negosiasi, protokol dan apa hasil positifnya.

Mahoney menekankan bahwa inilah bedanya antara China dan AS.

"Pada umumnya, China secara tradisi sangat mematuhi protokol diplomatik. Sementara Trump tidak," kata Mahoney.

Selain itu, lanjut Mahoney, Xi luar biasa peduli akan pandangan publik pada setiap penampilan internasionalnya. Jika pun Xi menerima undangan Trump, Mahoney tidak yakin bahwa tim Trump mampu memastikan protokol diplomatik pada pelantikan sesuai dengan apa yang diminta oleh China.

Dari kacamata Beijing, jika terjadi sesuatu dalam kunjungan Xi, maka akan jadi bencana yang sangat memalukan.

"Trump tidak bisa dipercaya untuk tetap bertindak sesuai kesepakatan," kata Mahoney, seraya menambahkan bahwa pemimpin China kerap menghindari situasi yang memalukan, sementara Trump sebaliknya, "punya kebiasaan mempermalukan diri sendiri dan orang lain".

Menurut catatan Kementerian Luar Negeri AS sejak 1874, Mahoney mencermati bahwa tidak pernah ada kepala negara yang menghadiri upacara pelantikan presiden AS.

Selain itu, skenario diplomatik yang banyak disaksikan publik seperti pelantikan presiden AS memiliki risiko besar, terutama yang diadakan oleh kubu Trump.

"Mereka (Beijing) tidak mengenali tim Trump. Mereka tidak tahu para pemainnya. Mereka tidak tahu apa yang akan dikatakan orang setelah pertemuan antara Trump dengan Xi," kata Wilder.

"Dari sudut pandang Beijing, risiko jika (Xi) menerima undangan lebih besar daripada keuntungannya."

MEMULIHKAN HUBUNGAN AS-CHINA?

Hubungan AS-China di periode kedua kepemimpinan Trump diproyeksi akan mengalami guncangan. Trump sebelumnya telah mengancam akan mengenakan tarif hingga 60 persen pada barang-barang impor dari China. 

Selain itu, anggota kabinet Trump yang akan datang terdiri dari para tokoh-tokoh anti-China, termasuk Penasihat Keamanan Nasional, Mike Waltz, dan kepala pertahanan, Pete Hegseth.

Menteri luar negeri pilihan Trump, Senator Marco Rubio, pernah menyebut China sebagai "ancaman terbesar bagi AS" dan pernah dikutip mengatakan bahwa China adalah "musuh yang paling kuat dan berbahaya yang pernah dihadapi negara ini".

Namun Trump sendiri belum mengatakan hal-hal tentang China yang "hampir sama agresifnya dengan para pendukungnya", kata Wilder, dan menambahkan bahwa hubungan China-AS akan ditentukan sendiri oleh Trump, bukan kabinetnya.

"Kita tahu bahwa Trump, pada pemerintahan pertama dan secara umum, adalah orang yang sangat percaya diri dan akan membuat keputusan sendiri."

Meskipun pelantikan presiden AS sebagian besar bersifat seremonial, Wilder percaya bahwa para pejabat China masih memandang perlu untuk berinteraksi tatap muka dengan Trump dan anggota kabinetnya yang baru.

Selama di Washington, Han mungkin akan bertemu dengan para pejabat AS di sela-sela kunjungannya untuk membicarakan berbagai isu - meskipun sepertinya tidak akan menghasilkan diskusi yang substantif, ujar para pengamat.

"China juga ingin mengirimkan sinyal bahwa (mereka) tidak ingin terlihat sebagai pihak yang bermasalah atau menyulitkan," kata Hoo, seraya menambahkan bahwa para pejabat AS juga dapat melihat kunjungan Han sebagai sesi "pencarian fakta" untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang perspektif China.

"Mungkin akan ada banyak nilai positif dalam interaksi ini," kata Wilder.

Mahoney meragukan kemungkinan adanya pertemuan kembali antara Beijing dan Washington, dan menggambarkan undangan kepada Presiden Xi sebagai "gestur retoris yang dilakukan Trump".

Sementara itu, Hoo mengatakan peluang untuk membaiknya hubungan antara AS dan China sangat kecil, apalagi sampai memulihkannya.

"Saya tidak merasa ada upaya untuk memulihkan kembali hubungan AS-China karena alasan yang sangat sederhana - mengingat iklim politik saat ini di AS, sulit bagi politisi AS mana pun, dan tentu saja pemimpin AS mana pun, untuk mencoba memulihkan hubungan (dengan China)," katanya.

Prinsip dasar AS adalah "mempertahankan supremasi negara dengan cara apa pun", tambahnya. Prinsip ini, kata Hoo, telah konsisten selama pemerintahan Biden dan pemerintahan Trump yang akan datang.

"Saya kira China, apalagi Xi Jinping, tidak pernah berpikir bahwa jika Xi menghadiri pelantikan Trump secara pribadi akan memberikan dampak besar, setidaknya jangka pendek, dalam mengubah kondisi hubungan AS-China."

Ikuti Kuis CNA Memahami Asia dengan bergabung di saluran WhatsApp CNA Indonesia. Menangkan iPhone 15 serta hadiah menarik lainnya.

Source: CNA/da

Juga layak dibaca

Iklan
Iklan